Menyongsong Bonus Demografi, Kemenkominfo Sosialisasikan Cegah Stunting Sedari Dini
BANGLI, NusaBali.com – Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, Indonesia harus dapat menurunkan angka prevalensi stunting di bawah 14 persen. Hal ini guna menyongsong bonus demografi di tahun 2030 mendatang.
Bonus demografi ini memiliki arti bahwa di tahun 2030 angkatan usia produktif akan mendominasi jumlah penduduk saat itu. Oleh karenanya, pencegahan stunting sangat dibutuhkan untuk dapat membangun generasi yang cerdas, berkarakter, serta memiliki daya saing di kancah dunia.
“Bapak Presiden sudah menargetkan di tahun 2024, angka prevalensi stunting harus 14 persen ke bawah. Artinya jauh di bawah apa yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO yaitu 20 persen,” ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Wiryanta pada Forum Kepoin GenBest bertajuk ‘Stunting Terhalau, Remaja Bebas Galau’ di Kabupaten Bangli, Bali, Kamis (18/11/2021).
Hadir dalam acara yang diselenggarakan secara luring dan daring untuk remaja tersebut, Tim Komunikasi Informasi Edukasi Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) I Made Yudhistira Dwipayama; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli dr I Nengah Nadi; Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Persandian Kabupaten Bangli I Wayan Dirgayusa; serta dr Clarin Hayes.
I Nengah Nadi menyatakan menyambut baik kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan untuk penurunan prevalensi stunting. “Forum Sosialisasi Hybrid Genbest dalam rangka penurunan prevalensi stunting merupakan salah satu wujud dukungan kepada pemerintah dan masyarakat Bangli dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan krama Bangli secara optimal. Sehingga produktivitas masyarakat meningkat dan beban pelayanan kesehatan pun dapat ditekan,” ujarnya.
Di lain pihak, I Made Yudhistira Dwipayama mengatakan sangat penting bagi remaja untuk memahami stunting. “Remaja ini akan menjadi calon-calon yang akan berkeluarga. Oleh karena itu sejak awal, perlu bagi remaja-remaja ini memahami apa bahaya stunting,” katanya.
Made Yudhistira menjelaskan, stunting adalah gagal tumbuh karena proses kekurangan gizi yang sangat lama, terutama di 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Oleh karena itu, menurutnya, apabila hal ini tidak diketahui oleh remaja saat ini, maka akan sangat berbahaya bagi anak-anak yang akan dilahirkan nantinya.
Menanggapi pernyataan Made Yudhistira, Dokter Clarin mengatakan, stunting tidak bisa disembuhkan, namun bisa dicegah. “Pencegahan ini penting diedukasi kepada remaja. Kalau gizi pada remaja itu kurang otomatis nutrisi dan kesehatannya juga akan berpengaruh ketika dia nanti berkeluarga kemudian hamil dan melahirkan,” katanya.
Clarin menuturkan, pencegahan stunting bisa dilakukan oleh remaja mulai dari hal-hal kecil sejak dini seperti mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai dengan anjuran ‘Isi Piringku’ yang sering dikampanyekan oleh pemerintah. “Sebaiknya perbanyak aktivitas fisik seperti olahraga. Kemudian pilih jenis makanannya, kurangi junk food. Isi Piringku itu bisa jadi acuan kita, komposisi makanan yang baik untuk kebutuhan kita sebagai remaja dan dewasa,” tutur Clarin.
Selain pola gizi seimbang, remaja putri juga perlu menyadari tentang anemia. Clarin menjelaskan, bagi remaja anemia sangat berpengaruh pada pertumbuhan otak serta kognitif. Sementara dalam konteks stunting, anemia bagi ibu hamil bisa menyebabkan kurangnya nutrisi yang disalurkan kepada bayi. Hal ini pun dapat mengganggu pertumbuhan bayi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
Made Yudhistira mengingatkan selain mengkonsumsi makanan bergizi, melakukan pemeriksaan medis juga sangat penting agar terhindar dari penyakit, seperti anemia. “Remaja putri itu setiap bulan pasti mengeluarkan 200cc darah karena menstruasi. Ditambah lagi ada pola diet. Bayangkan setiap bulan mengeluarkan darah karena mens 200cc, ditambah lagi pola gizi yang kurang sehat, misal anemia. Secara fisik mungkin tidak terlihat, artinya itu perlu dicek,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini tablet tambah darah sudah bisa didapat secara gratis di Puskesmas guna menghindari risiko anemia.
Selain faktor gizi dan nutrisi, penyebab terjadinya stunting adalah pernikahan dini. Made Yudhistira mengatakan, usia ideal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun. Hal ini dikarenakan sistem reproduksi memiliki perkembangan yang lambat dibanding yang lainnya seperti sistem saraf, otot, dan organ lainnya. Bagi perempuan, sistem reproduksinya baru bisa berkembang dengan sempurna ketika ia menginjak usia 20 tahun.
“Lingkar kepala bayi itu sekitar 9-10cm, sementara panggul wanita baru mencapai ukuran 9-10 cm ketika berusia di atas 20 tahun,” jelas Made Yudhistira.
Menyambung pernyataan Made Yudhistira, Clarin mengungkapkan akan ada banyak risiko yang dialami bagi perempuan yang melahirkan di usia terlalu muda seperti disproporsi antara panggul ibu dan kepala janin, trauma, serta perdarahan yang membahayakan ibu dan bayi. Selain itu, bagi perempuan yang hamil di usia yang terlalu muda akan kesulitan memberikan nutrisi yang cukup kepada janinnya karena ia sendiri masih membutuhkan nutrisi lebih untuk perkembangan organnya, salah satunya adalah perkembangan organ reproduksi.
Selain remaja putri, remaja putra juga perlu menjaga kesehatannya, salah satunya adalah dengan menghindari rokok. Laki-laki yang merokok, memiliki kualitas sperma yang kurang baik, sehingga hal ini pun akan berpengaruh pada kesehatan janin yang akan dikandung.
Made Yudhistira pun berpesan, satu hal yang harus diingat adalah anak pendek belum tentu stunting, tapi anak stunting sudah pasti pendek. “Stunting ini adalah masalah luar biasa, kalau tidak kita yang pahami stunting, peduli stunting, siapa lagi?” katanya.
Menurutnya remaja harus berkontribusi mulai dari diri sendiri. Caranya dengan mengubah cara berpikir untuk kesehatan diri. “Gizinya harus diperhatikan, kunjungilah fasilitas-fasilitas kesehatan, supaya kita tahu kesehatan kita untuk mempersiapkan kehidupan berkeluarga kita nantinya. Harus dipersiapkan secara mental dan secara fisik agar bisa menjadi keluarga yang berkualitas,” tambah Made Yudhistira.
Sementara itu Clarin menekankan bahwa stunting dicegah mulai dari diri sendiri. “Apapun yang kita lakukan akan berbalik pada kita. Kalau kita peduli dengan stunting, otomatis dari kita dan keluarga akan berbalik kembali kebaikannya kepada kita, negara kita, masyarakat,dan bangsa semuanya. Jadi sebagai generasi muda, baik itu milenial maupun gen Z, kalian sudah mendapat berkat yang luar biasa, kritis, attention-nya juga bagus, ayo gunakan untuk hal-hal yang positif,” tutupnya.
Forum Kepoin GenBest yang diadakan kali ini merupakan bagian dari kampanye GenBest (Generasi Bersih dan Sehat), yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari. Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.*
Komentar