Sri Mulyani Tepis Isu Miring Penerapan Pajak
DENPASAR, NusaBali
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani menepis adanya isu miring penerapan pajak di masyarakat. Ada isu di masyarakat bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan mengenakan seluruh aspek sebagai objek pajak.
Hal itu diungkapkan Menkeu Sri Mulyani saat menghadiri Kick Off Sosialisasi UU HPP di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Jumat (19/11) sore.
Hadir dalam acara yang dibuka dengan ditandai pemukulan kendang tersebut, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan RI Suryo Utomo, Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto, dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid.
Dalam acara yang diprakarsai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) RI tersebut Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 yang disahkan Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2021 lalu merupakan UU yang disusun agar sistem perpajakan menjadi lebih adil, efisien, fleksibel dan netral dalam penerapannya. “Kita berpegang pada asas keadilan dan kesederhanaan, ada kepastian hukum dan manfaat serta demi kepentingan nasional yang lebih luas,” beber Sri Mulyani.
UU HPP sendiri terdiri atas sembilan bab yang memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. Atas masing-masing ruang lingkup memiliki waktu pemberlakuan kebijakan yang berbeda alias secara bertahap.
“Perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, pajak karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan,” urai Sri Mulyani.
Mantan Direktur World Bank ini pun menjawab berbagai tudingan tidak mendasar yang menyebut dengan diundangkannya UU HPP ini nantinya akan membuat banyak hal menjadi objek pajak dan tentunya memberatkan masyarakat. “Contohnya banyak isu beredar bahwa aset perusahaan akan dikenakan pajak. Sehingga bila pegawai yang mendapatkan fasilitas ponsel, laptop dan sejenisnya wajib dikenakan pajak,” kata Sri Mulyani menyayangkan.
Menurut Sri Mulyani, hal tersebut keliru karena sebaliknya pemerintah mengatur batasan tertentu fasilitas perusahaan yang akan dikenakan pajak. Aturan tersebut hanya akan berlaku untuk fasilitas tertentu yang nilainya tinggi, seperti fasilitas yang didapatkan para petinggi perusahaan sekelas CEO yang memiliki banyak keuntungan (benefit) dari fasilitas perusahaan. "Tak hanya itu, pajak natura tersebut juga menyasar profesi tertentu yang memiliki banyak fasilitas dari perusahaan. Jadi adil penghasilan besar maka dikenakan pajak,” jelasnya.
Sri Mulyani juga menjabarkan bahwa isu setiap orang yang memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan) akan otomatis harus membayar pajak adalah salah satu informasi yang masuk kategori hoax. “Memang benar bahwa NIK akan menggantikan fungsi NPWP, namun salah jika semua yang punya NIK akan bayar pajak. Tentu lihat lagi asas keadilannya, jika penghasilannya memenuhi syarat baru bayar pajak. Ini semata-mata untuk kemudahan dan konsistensi administrasi,” tandasnya sembari mengatakan bahwa masyarakat dengan penghasilan rendah atau yang tidak berpenghasilan malah akan mendapatkan banyak bantuan dari pemerintah alih-alih diwajibkan jadi pembayar pajak.
Sementara itu Wagub Cok Ace dalam sambutannya mengucapkan terimakasih dan apresiasinya untuk terselenggaranya kegiatan yang juga menghadirkan jajaran Komisi XI DPR RI serta anggota KADIN tersebut. “Saya mewakili Pemerintah Provinsi Bali memberikan apresiasi karena peran besar kegiatan ini untuk menggerakkan perekonomian Bali yang mengalami keterpurukan paling dalam akibat pandemi Covid-19,” ujar Panglingsir Puri Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
Selain itu, UU HPP disebutkan Wagub Cok Ace punya makna strategis dalam pengembangan ekonomi berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, terutama Bali pasca pandemi Covid-19. "Covid-19 adalah momentum dalam membangun kembali perekonomian, termasuk menata ulang sistem perpajakan sehingga lebih kuat dalam menghadapi berbagai tantangan seperti pandemi dan perkembangan dinamika di masa yang akan datang,” kata Wagub Cok Ace.
Di samping itu, menurutnya UU yang juga mencakup administrasi perpajakan tersebut juga merupakan kebijakan fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan pendapatan pajak, yang antara lain dilakukan dengan kebijakan pengikatan kinerja penerimaan pajak dan reformasi administrasi perpajakan. “Dengan diundangkannya UU ini akan memberikan manfaat baik nasional maupun perekonomian Bali khususnya, sesuai dengan yang tertuang dalam visi pembangunan Bali yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” tandasnya lagi.
Wagub Cok Ace juga secara pribadi sangat mendukung beberapa poin dari UU HPP yang menurutnya sudah mengakomodir asas penyederhanaan dalam administrasi perpajakan. “Para pengusaha sebenarnya prinsipnya ingin agar jangan terlalu ribet, jangan terlalu susah, dan yang paling penting juga adalah asas keadilan. Jika sudah sederhana dan berasas keadilan, saya kira semua pengusaha akan menerima dengan baik,” ujar mantan Bupati Gianyar ini. 7 nat
Komentar