Tradisi Mekotek Digelar Tanpa Pembatasan Jumlah Pengayah
Warga Luar Belum Diperbolehkan Nonton, Prokes Diawasi Ketat
MANGUPURA, NusaBali
Krama Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung kembali menggelar Tradisi Mekotek pada Saniscara Kliwon Kuningan atau bertepatan dengan Hari Suci Kuningan, Sabtu (20/11).
Kali ini, seluruh krama diizinkan untuk ngaturang ayah Mekotek. Tidak seperti Kuningan sebelumnya yang dibatasi hanya dilakukan oleh pemuda pemudi saja.
"Untuk kegiatan Mekotek kali ini tidak ada pembatasan. Dalam artian, seluruh krama diizinkan untuk ngayah Mekotek namun tetap dengan memperhatikan prokes ketat. Terutama pemakaian masker yang baik dan benar," ujar Bendesa Adat Munggu, Made Rai Sujana.
Kendati krama sudah diperbolehkan ngayah Mekotek, namun masyarakat luar yang ingin menonton jalannya tradisi unik ini masih belum diperbolehkan untuk menonton. Selaku bendesa adat, Rai Sujana mengaku sudah berkoordinasi dengan Polsek Mengwi untuk kelancaran acara termasuk pelaksanaan dan penerapan protokol kesehatan karena masih dalam situasi pandemi Covid-19.
"Kami sudah membuat surat permakluman kepada Polsek Mengwi. Kami memang membolehkan krama ngayah Mekotek, tapi tetap kami imbau bagi krama yang sedang tidak sehat atau badannya lagi panas, tidak kami izinkan untuk ikut ngayah," kata Rai Sujana sembari menyebut krama Desa Adat Munggu berjumlah 1.136 KK.
Pelaksanaan tradisi Mekotek Sabtu kemarin diguyur hujan. Bahkan hujan sudah turun sejak awal akan dilaksanakan tradisi tersebut. Syukurnya, meski diguyur hujan, pelaksanaan tradisi Mekotek tanpa menemui kendala yang berarti. Siraman hujan yang turun tak menyurutkan semangat krama Desa Adat Munggu untuk menunaikan kewajiban melaksanakan tradisi Mekotek.
Tradisi Mekotek berdasarkan sejarah, kata Rai Sujana, diperkirakan sudah dilaksanakan pada masa jaya Kerajaan Mengwi tahun 1.700 Masehi. Tradisi Mekotek atau Ngerebeg ini mulanya dilaksanakan sebagai simbol kegembiraan atas kemenangan Pasukan Taruna Munggu atau disebut pula Pasukan Guak Selem yang diutus Kerajaan Mengwi untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Kerajaan Mengwi di daerah Blambangan, Jawa Timur.
Menurut kepercayaan krama Desa Adat Munggu, tradisi ini pantang untuk ditiadakan karena diyakini akan terjadi musibah atau hal yang tidak diinginkan bila tidak melaksanakan tradisi tersebut. Hal ini berkaca dari kejadian di masa lalu, yang mana pernah tidak dilaksanakan karena sempat dilarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Larangan ini, karena tradisi Mekotek terdahulu memakai tombak. Sehingga dikira akan melakukan pemberontakan.
"Karena larangan tersebut, krama Desa Adat Munggu sempat mengalami wabah penyakit misterius, susah disembuhkan, hingga banyak yang meninggal dunia. Sehingga sampai saat ini kami tidak berani untuk tidak melaksanakan tradisi Mekotek," katanya.
Karena dilarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang akhirnya berujung masyarakat mengalami kejadian misterius, maka krama Desa Adat Munggu pada waktu itu meminta petunjuk di Pura Dalem Desa Adat Munggu. Didapatlah jawaban bahwa penyebab wabah penyakit merajalela karena tidak melaksanakan tradisi Mekotek. "Para tokoh masyarakat, adat, dan agama kemudian melakukan negosiasi agar Mekotek bisa digelar kembali," imbuh Rai Sujana.
Akhirnya, Mekotek yang semula menggunakan tombak, kemudian diganti dengan kayu jenis pulet dengan panjang 3,5 sampai 4 meter. Kayu pulet dihiasi dengan ujung daun pandan sebagai simbol ujung tombak, serta tamiang sebagai simbol tameng. Tradisi Mekotek menggunakan kayu pulet tersebut berlaku hingga saat ini.
Sejak mendapatkan petunjuk di Pura Dalem Desa Adat Munggu, krama desa adat setempat pun meyakini bahwa tradisi Mekotek adalah sebagai penolak bala. Suara kayu pulet yang ujungnya disatukan kemudian diiringi sorak sorai dari para pengayah diyakini bisa menetralisir atau menjauhkan kawasan Desa Adat Munggu dari aura-aura negatif yang mengganggu kehidupan. Di setiap perempatan dan pertigaan jalan mengelilingi Desa Adat Munggu, maka kayu pulet akan disatukan.
"Ada beberapa titik yang akan dilakukan penyatuan kayu pulet atau Mekotek ini, yakni setiap ketemu perempatan dan pertigaan. Posisinya mengelilingi Desa Adat Munggu. Terakhir penyatuan kayu pulet dilakukan di depan Pura Puseh," tandas Rai Sujana sembari menyebut tradisi Mekotek juga sebagai media pemersatu pemuda di Desa Adat Munggu. 7 ind
1
Komentar