Lurah Srikandi Pertama di Denpasar, Sukses Bikin Bank Sampah
Ketika I Gusti Ayu Made Suryani dilantik menjadi Lurah Dauh Puri tahun 2011 silam, warga setempat awalnya sempat meragukan kemampuannya. Namun, sang Lurah Srikandi malah sukses membawa Dauh Puri sebagai Kelurahan Terbaik se-Denpasar
I Gusti Ayu Made Suryani SE MAP, Lurah Dauh Puri, Kecamatan Denpasar Utara
DENPASAR, NusaBali
Keberadaan perempuan kini sudah cukup diperhitungkan untuk menduduki jabatan penting di Kota Denpasar. Faktanya, dari 16 kelurahan yang ada di Denpasar, 5 kawasan di antaranya dipimpin oleh Lurah Perempuan. I Gusti Ayu Made Suryani SE MAP, 49, yang kini menjabat Lurah Dauh Puri, Kecamatan Denpasar Utara, merupakan wanita pertama yang memimpin kelurahan di Denpasar.
I Gusti Ayu Made Suryani sudah selama 6 tahun menjabat sebagai Lurah Dauh Puri, sejak dilantik pada 4 Januari 2011 silam. Sedangkan empat Lurah perempuan lainnya di Denpasar saat ini masing-masing Luh Oka Ayu Arya Tustani, Ade Indah Sari Putri, Dewa Ayu Istri Idayati, dan Ni Ketut Sri Karyawati.
Luh Oka Ayu Arya Tustani susah selama 5 tahun menjabat sebagai Lurah Renon, Kecamatan Denpasar Selatan, sejak dilantik pada 2012. Sedangkan Ade Indah Sari Putri menjabat sebagai Lurah Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, sejak dilantik pada 28 Januari 2014. Sementara Dewa Ayu Istri Idayati baru 2 tahun menjabat sebagai Lurah Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, sejak dilatik 2 Januari 2017. Terakhir, Ni Ketut Sri Karyawati dikukuhkan menjadi Lurah Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, 12 Januari 2017, menggantikan suaminya, I Nyoman Agus Mahardika SKM MKes.
Sebagai penyandang ‘Lurah Perempuan Pertama di Denpasar’, IGA Made Suryani mengakui kepercayaan pegang jabatan untuk memimpin wilayah kelurahan merupakan sekaligus tantangan. Pasalnya, jabatan ini menjadi tolok ukur kemampuan perempuan dalam memimpin.
Ditemui NusaBali di ruang kerjanya, Kantor Kelurahan Dauh Puri, Denpasar Utara, Kamis (19/1) lalu, IGA Made Suryani mengaku tak pernah menyangka akan menduduki posisi Lurah. PNS yang mengawali kariernya tahun 1992 di Bagian Kepegawaian Pemkab Klungkung mengatakan, saat awal menjadi Lurah, dirinya diragukan oleh warga Kealurahan Dauh Puri.
"Saat itu, terjadi kebingungan. Ada yang khawatir keluragan dipimpin perempuan, karena kaum hawa dianggap belum mampu. Sebagai Lurah perempuan pertama, saya rasakan cukup berat tantangan saat itu," kenang birokrat kelahiran Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Badung, 1 November 1968 ini.
Seiring berjalannya waktu, kepemimpinan IGA Suryani tidaklah mengecewakan. Bahkan, dia cukup berprestasi. Kepemimpinan IGA Suryani kemudian menjadi tolok ukur terhadap penunjukan Lurah perempuan selanjutnya di Denpasar. Maka, IGA Suryani pun selalu mencoba untuk berbuat maksimal.
Dalam tahun awal kepemimpinannya sebagai Lurah, IGA Suryani langsung sukses membawa Kelurahan Dauh Puri menjadi juara lomba Kelurahan se-Kota Denpasar. Berkat prestasinya ini, Kelurahan Dauh Puri otomatis maju ke ke lomba tingkat provinsi. Sayangnya, di tingkat Provinsi Bali, Kelurahan Dauh Puri harus puas berada di tangga runner-up, karena diungguli wakil dari Kabupaten Badung.
"Sudah dua kali Kelurahan Dauh Puri menjadi yang terbaik se-Kota Denpasar. Dan, dua kali pula kami sebagai runner up Lomnba Kelurahan tingkat Provinsi Balidi, yakni tahun 2011 dan 2014. Untuk tahun 2017 ini, kami belum dapat kabar kelurahan mana yang menjadi juara," tutur ibu dua anak dari pernikahannya dengan Gus Manca ini.
Banyak terobosan yang dilakukan IGA Suryani dalam kepemimpinannya. Salah satunya, membentuk ‘Bank Sampah’ tahun 2014 lalu. Namun, pembentukan Bank Sampah terkendala terbatasnya lahan kosong, sehingga terpaksa dipakai halaman Kantor Lurah Dauh Puri.
"Bank Sampah di sini cukup terbatas. Hanya buka di hari Minggu mulai pukul pagi pukul 09.00 Wita hingga siang pukul 14.00 Wita. Sistemya datang angkut, warga yang datang bawa sampah, langsung kita data. Sorenya, langsung diangkut oleh pengepul, sehingga halaman kantor kembali bersih," jelas Suryani.
Menurut Suryani, dipilihnya halaman Kantor Lurah Dauh Puri sebagai Bank Sampah, juga karena keberadaan lahan kosong termasuk Bale Banjar di wilayah Kelurahan Dauh Puri sudah habis. "Banyak Bale Banjar yang sudah alih fungsi, disewakan untuk bisnis, entah itu toko atau mini market. Di sini tidak ada lagi lahan kosong untuk Bank Sampah. Sementara di sisi lain, kami berkeinginan untuk ikut menjaga kebersihan Kota Denpasar dan meminimalkan pembuangan sampah ke TPA Suwung," katanya.
Jumlah nasabah (anggota) Bank Sampah Dauh Puri hingga saat ini mencapai 140 orang. Tabungan dari hasil mengumpulkan sampah ini, kata Suryani, biasa dimanfaatkan oleh warganya untuk kepentingan hari raya keagamaan. "Bagi yang beragama Hindu, tabungan Bank Sampah biasanya ditarik menjelang Hari Raya Galungan-Kuningan. Sedangkan yang Muslim, biasa narik menjelang Hari raya Idul Fitri. Mereka selalu berhari raya berkat sampah," terang jebolan S2 Administrasi Pelayaran Universitas Ngurah Rai Denpasar ini. * nvi
DENPASAR, NusaBali
Keberadaan perempuan kini sudah cukup diperhitungkan untuk menduduki jabatan penting di Kota Denpasar. Faktanya, dari 16 kelurahan yang ada di Denpasar, 5 kawasan di antaranya dipimpin oleh Lurah Perempuan. I Gusti Ayu Made Suryani SE MAP, 49, yang kini menjabat Lurah Dauh Puri, Kecamatan Denpasar Utara, merupakan wanita pertama yang memimpin kelurahan di Denpasar.
I Gusti Ayu Made Suryani sudah selama 6 tahun menjabat sebagai Lurah Dauh Puri, sejak dilantik pada 4 Januari 2011 silam. Sedangkan empat Lurah perempuan lainnya di Denpasar saat ini masing-masing Luh Oka Ayu Arya Tustani, Ade Indah Sari Putri, Dewa Ayu Istri Idayati, dan Ni Ketut Sri Karyawati.
Luh Oka Ayu Arya Tustani susah selama 5 tahun menjabat sebagai Lurah Renon, Kecamatan Denpasar Selatan, sejak dilantik pada 2012. Sedangkan Ade Indah Sari Putri menjabat sebagai Lurah Tonja, Kecamatan Denpasar Utara, sejak dilantik pada 28 Januari 2014. Sementara Dewa Ayu Istri Idayati baru 2 tahun menjabat sebagai Lurah Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, sejak dilatik 2 Januari 2017. Terakhir, Ni Ketut Sri Karyawati dikukuhkan menjadi Lurah Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, 12 Januari 2017, menggantikan suaminya, I Nyoman Agus Mahardika SKM MKes.
Sebagai penyandang ‘Lurah Perempuan Pertama di Denpasar’, IGA Made Suryani mengakui kepercayaan pegang jabatan untuk memimpin wilayah kelurahan merupakan sekaligus tantangan. Pasalnya, jabatan ini menjadi tolok ukur kemampuan perempuan dalam memimpin.
Ditemui NusaBali di ruang kerjanya, Kantor Kelurahan Dauh Puri, Denpasar Utara, Kamis (19/1) lalu, IGA Made Suryani mengaku tak pernah menyangka akan menduduki posisi Lurah. PNS yang mengawali kariernya tahun 1992 di Bagian Kepegawaian Pemkab Klungkung mengatakan, saat awal menjadi Lurah, dirinya diragukan oleh warga Kealurahan Dauh Puri.
"Saat itu, terjadi kebingungan. Ada yang khawatir keluragan dipimpin perempuan, karena kaum hawa dianggap belum mampu. Sebagai Lurah perempuan pertama, saya rasakan cukup berat tantangan saat itu," kenang birokrat kelahiran Desa Mambal, Kecamatan Abiansemal, Badung, 1 November 1968 ini.
Seiring berjalannya waktu, kepemimpinan IGA Suryani tidaklah mengecewakan. Bahkan, dia cukup berprestasi. Kepemimpinan IGA Suryani kemudian menjadi tolok ukur terhadap penunjukan Lurah perempuan selanjutnya di Denpasar. Maka, IGA Suryani pun selalu mencoba untuk berbuat maksimal.
Dalam tahun awal kepemimpinannya sebagai Lurah, IGA Suryani langsung sukses membawa Kelurahan Dauh Puri menjadi juara lomba Kelurahan se-Kota Denpasar. Berkat prestasinya ini, Kelurahan Dauh Puri otomatis maju ke ke lomba tingkat provinsi. Sayangnya, di tingkat Provinsi Bali, Kelurahan Dauh Puri harus puas berada di tangga runner-up, karena diungguli wakil dari Kabupaten Badung.
"Sudah dua kali Kelurahan Dauh Puri menjadi yang terbaik se-Kota Denpasar. Dan, dua kali pula kami sebagai runner up Lomnba Kelurahan tingkat Provinsi Balidi, yakni tahun 2011 dan 2014. Untuk tahun 2017 ini, kami belum dapat kabar kelurahan mana yang menjadi juara," tutur ibu dua anak dari pernikahannya dengan Gus Manca ini.
Banyak terobosan yang dilakukan IGA Suryani dalam kepemimpinannya. Salah satunya, membentuk ‘Bank Sampah’ tahun 2014 lalu. Namun, pembentukan Bank Sampah terkendala terbatasnya lahan kosong, sehingga terpaksa dipakai halaman Kantor Lurah Dauh Puri.
"Bank Sampah di sini cukup terbatas. Hanya buka di hari Minggu mulai pukul pagi pukul 09.00 Wita hingga siang pukul 14.00 Wita. Sistemya datang angkut, warga yang datang bawa sampah, langsung kita data. Sorenya, langsung diangkut oleh pengepul, sehingga halaman kantor kembali bersih," jelas Suryani.
Menurut Suryani, dipilihnya halaman Kantor Lurah Dauh Puri sebagai Bank Sampah, juga karena keberadaan lahan kosong termasuk Bale Banjar di wilayah Kelurahan Dauh Puri sudah habis. "Banyak Bale Banjar yang sudah alih fungsi, disewakan untuk bisnis, entah itu toko atau mini market. Di sini tidak ada lagi lahan kosong untuk Bank Sampah. Sementara di sisi lain, kami berkeinginan untuk ikut menjaga kebersihan Kota Denpasar dan meminimalkan pembuangan sampah ke TPA Suwung," katanya.
Jumlah nasabah (anggota) Bank Sampah Dauh Puri hingga saat ini mencapai 140 orang. Tabungan dari hasil mengumpulkan sampah ini, kata Suryani, biasa dimanfaatkan oleh warganya untuk kepentingan hari raya keagamaan. "Bagi yang beragama Hindu, tabungan Bank Sampah biasanya ditarik menjelang Hari Raya Galungan-Kuningan. Sedangkan yang Muslim, biasa narik menjelang Hari raya Idul Fitri. Mereka selalu berhari raya berkat sampah," terang jebolan S2 Administrasi Pelayaran Universitas Ngurah Rai Denpasar ini. * nvi
Komentar