Busuk Buah Gagalkan Panen, Petani Cabai Menjerit
GIANYAR, NusaBali
Petani cabai di Subak Laud dan Subak Abasan, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, menjerit.
Karena petani mengalami gagal panen akibat buah cabai yang masih muda membusuk. "Saya jalan lihat banyak sekali buah cabai busuk. Para petani mengeluh, gagal panen," ungkap Kelian Dinas Banjar Gelumpang, Desa/Kecamatan Sukawati, Wayan Metra, saat ditemui Selasa (23/11). Dalam kondisi gagal panen ini, sepengetahuan Metra, belum ada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang terjun.
"Biasanya dulu ada PPL, entah kenapa sekarang tidak pernah kelihatan ada petugas ke sawah," ujarnya. Busuknya buah cabai diduga karena faktor kelembaban udara yang rendah, cenderung ada jamur menyerang tanaman cabai. Di Banjar Gelumpang sendiri, dari 437 KK sebagian besar yakni 80 persen petani. "Belum ada pihak pemerintah dalam hal ini campur tangan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh petani cabai. Kalau dilihat dari cuaca saat ini dengan curah hujan dan kelembaban yang sangat rendah, kemungkinan penyakit ini disebabkan oleh cendawan atau jamur, penyakit ini menurut referensi yang saya baca dikenal dengan penyakit antroksa atau patek," ujar Wayan Metra.
Salah seorang petani, I Komang Mulastra,45, mengatakan panen cabai tidak lagi menjanjikan sejak pandemi COVID-19. Diperparah kini dengan faktor cuaca, petani tidak lagi berharap banyak dari cabai. "Buah cabai agak busuk, karena musim hujan, lagi panas berpengaruh pada hasil di sawah," jelasnya. Harga petik saat pandemi kisaran Rp 7.000 sampai maksimal Rp 15.000. "Harganya tidak pernah baik. Terus anjlok, padahal Agustus sampai Desember ini musim panen," jelas Mulastra. Sebelumnya, harga cabai saat dipetik bisa kisaran Rp 30.000 sampai Rp 50.000. Namun justru ketika memasuki musim panen, harga anjlok disertai buah busuk menyebabkan gagal panen. "Paling murah saat ini Rp 6.000 per kg," ungkapnya yang memiliki lahan cabai seluas 50 are ini. Petani terakhir mendapatkan keuntungan cukup besar dua tahun terakhir. Dalam situasi normal bisa panen 150 sampai 200 kg sekali petik. Pemetikan dilakukan maksimal 5 kali sebulan. Namun kini, hanya kisaran 25 kg sekali petik. "Metiknya pun harus dipilih-pilih. Karena kebanyakan busuk," jelasnya. Selain gagal panen dan harga anjlok, petani juga dihadapkan pada berkurangnya subsidi pupuk dari pemerintah. "Subsidi berkurang gak seperti dulu, pupuk NPK dan urea," imbuhnya. *nvi
Komentar