Antara Melawan Takdir dan Keselamatan
“Kita orang Bali kan percaya anak uli di kedituane suba ngaba dewasa palekadan (dari alam niskala sudah membawa hari kelahiran, Red)”.
Tren Melahirkan Anak Suputra Melalui Caesar
Perempun Bali melahirkan bayinya pada hari baik yang diinginkan, dan melalui operasi caesar, makin jadi tren di Bali. Pencarian hari lahir pada dewasa ayu itu dengan harapan anak mereka kelak jadi anak suputra, serta terhindar dari sifat-sifat hari buruk. Toh, mereka juga lebih nyaman melahirkan melalui operasi tersebut. Bagaimana menurut sastra Hindu Bali?
Melahirkan bayi melalui operasi caesar oleh ibu hamil, tak perlu dengan nyakit atau sakit ngilu berat sebagai tanda awal akan melahirkan. Mungpung yakin melahirkan dengan operasi caesar, ibu-ibu tentuingin menentukan hari lahir anaknya berdasarkan dewasa ayu tertentu yang dianggap baik dan cocok.
Namun pegiat sastra Hindu di Bali menyarankan melahirkan bayi dengan memilih hari baik seperti itu, semestinya tidak dilakukan. Karena hal itu bisa dipandang sebagai intervensi atau menentang kuasa niskala atau Tuhan Yang Maha Kuasa.
‘’Tapi operasi caesar harus dilakukan demi keselamatan ibu maupun bayinya,’’ jelas Ketua PHDI Bangli I Nyoman Sukra di Bangli, Sabtu (4/2).
Sejauh ini Sukra mengaku belum menemukan rujukan berupa sumber susastra, baik lontar atau referensi lain yang secara gamblang menyinggung pengaturan kelahiran atau persalinan. “Terus terang kalau hal ini memang belum terang benar,” ujar tokoh asal Banjar Blungbang, Kelurahan Kawan, Bangli.
Ia berpendapat jika percaya dengan hukum karma, dimana kelahiran seseorang ditentukan karma masa lalu yang menjadi takdirnya. Oleh karena itu semestinya intervensi kelahiran model itu jangan dilakukan. “Kita orang Bali kan percaya anak uli di kedituane suba ngaba dewasa palekadan (dari alam niskala sudah membawa hari kelahiran, Red),” ujar Sukra. Jika palekadan (kelahiran) dipaksakan, sama dengan menentang karma (kewajiban) anak yang lahir.
Sukra kemudian menyebut kisah dalam Mahabrata, soal kelahiran Satus Korawa yang kelahirannya diatur, yang bermotif perebutan tahta Hastinapura dengan Pandawa. “Dampaknya kan tidak baik. Itu gambaran dari epos Mahabrata,” tandas Sukra. Kecuali dengan pertimbangan kesehatan dan keselamatan, kata dia, barulah tidak masalah penanganan medis (caesar) dilakukan.
Pandangan serupa dilontarkan I Made Rijasa dari Majelis Madya Bendesa Pakraman Kabupaten Bangli. “Memang dengan keterampilan medis, semua bisa diatur,” ujar Rijasa, tokoh adat asal Desa Selat, Kecamatan Susut, Bangli ini. Termasuk, kemungkinan memaju mundurkan hari kelahiran dengan dalih memilih hari kelahiran atau pawetonan yang dianggap subhadewasa. “Ini sama dengan menentang kodrat,” tegas Rijasa.
Jika orang percaya dengan hukum karma, dimana setiap kelahiran sudah ditentukan dari ‘sono’nya, memilih hari kelahiran bayi dengan mengatur waktu kelahiran, perilaku yang tidak perlu. “Dewa Surya saja demikian disiplin, mengapa manusia yang ngendah pelag (bebas menentukan keadaan),” tegas Rijasa. Ia menggambarkan tata edar matahari yang setia terbit di ufuk timur dan surup di ufuk barat. Kata Rijasa, alam sesungguhnya sudah berjalan sesuai dengan kodratnya, semestinya tak perlu ditentang. “Coba apa mungkin kita memperpendek waktu,” lanjutnya.
Karena itulah, Rijasa mengaku tak sependapat dengan fenomena pengaturan kelahiran lewat Caesar dengan tujuan memiilh hari baik kelahiran. “Kalau paham Kala Tatwa dan Karma Tatwa, yakni ajaran dan filsafat ruang dan waktu dan hukum karma, tidak ada pemikiran yang aneh-aneh,” tandasnya. Hanya saja karena hal ini menyangkut hak individu, pandangan tersebut jelas Rijasa, tak bisa dipaksakan pada orang lain. Apalagi, masing-masing punya alasan pembenar. “Namun dari sisi hukum karma, semestinya jangan lakukan itu. Kecuali dengan alasan keselamatan,” tegasnya.
Penekun spiritual dan pamangku asal Desa Akah, Klungkung, Jro Mangku Made Kasta mengatakan, pola penentuan hari kelahiran bayi melalui operasi caesar, sejauh ini belum ditemukan dalam sastra/lontar. Karena kelahiran caesar ini merupakan dampak dari kecanggihan teknologi, dan perkembangan zaman. “Kalau dulu ibu hamil melahirkan dengan cara alami,” ujarnya.
Mangku Kasta yang sering nganteb ritual mabayuh inipun mengakui, kalau dirinya pernah ditanyakan oleh rekannya yang hendak melahirkan. Setelah dicek berdasarkan kalender memang ada hari baik itu, namun dia tetap menyarankan agar si anak lahir secara alami.
Ia tidak menampik kini makin banyak perempuan membuatkan hari baik pada anak dengan melahirkan bayi melalui operasi caesar. Pihaknya tidak mengetahui, apakah sifat-sifat sang bayi nanti akan mengikuti sifat-sifat hari baik sebagaimana diinginkan orangtua mereka.
Menganai hari kelahiran anak, juga tecantum di dalam Lontar Wraspati Kalpa. Sastra ini mencantumkan, bahwa kelahiran anak berdasarkan waktu hari maupun tahunnya juga membawa garis kehidupannya masing-masing. Baik keberuntungan, hambatan/penyakit yang menyertai. Untuk menetralisir hal-hal negatif itu, bisa ditempuh dengan ritual mabayuh.
Direktur RSUD Klungkung dr Nyoman Kesuma tidak menampik tren tersebut. Kata dia, karena keyakinan terhadap pada dewasa ayu, ibu yang akan melahirkan tak hanya mencari hari baik, bahkan sampai pada jam atau waktu lahir. “Memang ada beberapa yang seperti itu, biasanya mereka meminta petujuk terlebih dahulu dengan orang pintar,” ujarnya, kepada NusaBali, saat ditemui Jumat (3/2).
Tak hanya itu, bahkan ada ibu hamil didampingi sang suami untuk menghindari hari-hari kelahiran tertentu. Karena dianggap cukup membebani dari segi upacara dalam kurun waktu panjang. Seperti halnya bayi yang lahir saat Tumpek Wayang, Wuku Sungsang dan lainnya. “Kalau tidak bisa dimajukan mereka ingin hari kelahiran anaknya bisa diundur, yang jelas tidak sampai lahir di hari tersebut (hari yang dihindari),” ujarnya.
Kendati demikian pihaknya tidak serta merta melayani keinginan orang tua tersebut. Karena secara prosedur di rumah sakit pemerintah, kelahiran caesar hanya bisa dilakukan apabila calon ibu yang bersangkutan ada indikasi persoalan secara medis. Atau operasi caesar dilakukan secara wajar, bukan atas permintaan sang ibu bayi. “Kalau tidak ada indikasi persoalan medis, kita tetap sarankan untuk melahirkan secara normal,” kata pejabat berkumis tipis ini.
Maka dari itu bagi ibu hamil yang ngotot melakukan operasi caesar karena berpatokan dengan dewasa ayu, pihaknya menyarakankan untuk melakukannya di rumah sakit swasta. Karena rumah sakit pemerintah tidak boleh melakukan hal ini. “Kita melakukan tugas berdasarkan SOP, terlebih RSUD Klungkung kini sudah naik berstatus B,” tegasnya.
dr Kesuma yang didampingi dokter di bidang kebidanan dan kandungan dr I Gede Sudiarta, menyampaikan, risiko melahirkan dengan caesar lebih berat ketimbang lewat rahim yang normal, serta biaya lebih tinggi. Disamping itu proses sembuh lahir yang normal juga lebih cepat, bahkan dalam hitungan 24 jam sang ibu bisa beraktivitas serta bisa langsung memberikan air susu ibu. Sedangkan operasi caesar sang ibu baru bisa beraktivitas normal setelah 3 hari. “Itupun sang ibu belum boleh menyusui anaknya karena dalam tubuhnya masih terdapat kandungan obat bius,” sebutnya.
Kata dia, dokter yang akan melakukan operasi caesar juga mesti mempertimbangkan matang dan menyesuaikan umur kandungan si bayi. Karena jika hal ini tidak diperhatikan bisa berakibat fatal.
Di sisi lain, dr Kesuma, meyakini dan merasakan saat bayi lahir dalam kondisi normal ikatan kasih sayang antara si ibu dan anaknya lebih erat. Mengingat keduanya sama-sama berjuang melewati fase-fase yang sangat menentukan. “Kalau para orangtua dulu, menyebutnya melahirkan ibarat megantung bok akatih (tergantung pada sehelai rambut),” pungkasnya. * k17, wa
Komentar