Bali Diminta Genjot Ekspor
Eksporter agar meningkatkan daya asing dan diversifikasi produk ekspor
DENPASAR,NusaBali
Bali, terutama para pelaku usaha diminta menggenjot ekspor. Walaupun eksportasi Bali dalam 5 tahun terakhir sudah cukup baik. Cuma ke depan nanti dari komoditas- omoditas utama seperti ikan, udang, funiture, jewelery harus lebih banyak lagi diekspor.
Direktur Perundingan ASEAN Kementerian Perdagangan RI Dina Kurniasari, mengatakan Selasa (23/11) di Hotel Arya Duta, Kuta, Badung.
Hal tersebut disampaikan Dina Kurniasari, dalam kegiatan Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA (ASEAN Trade In Goods Agreement), Coaching Clincic ASSIST(ASEAN Solutions Investment Services and Trade) dan Utilisasi e-Form D yang diikuti kalangan pelaku usaha maupun eskporter di Bali.
Walaupun devisa terbesar dari sektor pariwisata, namun lanjut Dina Kurniasari dengan pandemi Covid-19 dan ‘ditutup’nya Bali, sudah seharusnya eskpor digenjot. “Walaupun dalam 5 tahun terakhir catatan eksportasi Bali cukup bagus,” ucap Dina Kurniasari.Dikatakan banyak sekali produk-produk lain yang bisa dioptimalkan. Diantaranya pisang. Contohnya pisang dari Bali, yang bibitnya pernah diambil dari Lampung. Itu bisa dioptimalkan, karena nilai ekspornya sangat tinggi dan baik. Begitu juga coklat. Karena pembuatan coklat di Eropa, bahan baku utamanya dari Bali bukan dari provinsi lain.
“Seharusnya kita bisa meningkatkan daya saing produk kita, jangan hanya menjual produk mentah atau low material. Tetapi juga kita harus bisa mengolah,” ajak Dina Kurniasari.
Jangan malah Bali punya barang utama, namun pihak lain yang mengambil namanya. “Padahal sebenarnya kita yang punya barangnya,” ujarnya mengingatkan.
Singkatnya eksportasi dan daya saing ditingkatkan dan lebih banyak diversifikasi produk ekspor dari Bali. Dina berharap Bali bukan hanya sebagai pusat pariwisata, tetapi juga pusat ekspor dunia.
Sementara program Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA, Coaching Clinic -ASSIST dan Utilisasi e-Form D bertujuan mensosialisasikan ASEAN Trade In Goods Agrement (ATIGA). Perjanjian tersebut lanjut Dina Kurniasari, sudah berlangsung sejak tahun 2010. “Namun kami merasa belum dioptimalkan secara maksimal,” ujarnya.
Diantaranya penggunaan SKA(Surat Keterangan Asal) barang Form D. Untuk Provinsi Bali, penggunaan SKA Form D kisarannya 40-50 persen. “Harapan kami ke depan masih bisa dioptimalkan kembali,” ujarnya.
Kemudian mensosialisasikan suatu mekanisme fasilitasi perdagangan di internal ASEAN Solutions Investment Services and Trade (ASSIST). ASSIST kata Dina Kurniasari, suatu platform bagi pelaku usaha jika ingin menyampaikan permasalahan dalam melakukan eksportasi, bisa melalui plat form tersebut.
Dari beberapa dialog dengan para pembina sektornya di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi dan Kabupaten/Kota, memang dirasa penggunaan terkait penggunaan SKA Form D masih kurang.
“Di ASEAN sendiri ada beberapa inisiatif baru, seperti electronic SKA Form D, juga ada SKA Mandiri atau sertifikat eksporter. Itu yang belum diketahui secara maksimal oleh para pelaku usaha. Harapannya, hal – hal tersebut bisa lebih tersosialisasi lebih maksimal dan pengusaha bisa.
Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA dihadiri Ketua Umum Kadin Made Ariandi. Menurut Ariandi, sesungguhnya tidak ada kendala dengan pengusah/eksporter Bali.
“Namun perlu disentuh,” ujar Ariandi.
Dikatakan Ariandi Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA, salah satu bentuk sentuhan tersebut. Kegiatan berlangsung selama 2 hari, 23-24 November. *k17
Direktur Perundingan ASEAN Kementerian Perdagangan RI Dina Kurniasari, mengatakan Selasa (23/11) di Hotel Arya Duta, Kuta, Badung.
Hal tersebut disampaikan Dina Kurniasari, dalam kegiatan Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA (ASEAN Trade In Goods Agreement), Coaching Clincic ASSIST(ASEAN Solutions Investment Services and Trade) dan Utilisasi e-Form D yang diikuti kalangan pelaku usaha maupun eskporter di Bali.
Walaupun devisa terbesar dari sektor pariwisata, namun lanjut Dina Kurniasari dengan pandemi Covid-19 dan ‘ditutup’nya Bali, sudah seharusnya eskpor digenjot. “Walaupun dalam 5 tahun terakhir catatan eksportasi Bali cukup bagus,” ucap Dina Kurniasari.Dikatakan banyak sekali produk-produk lain yang bisa dioptimalkan. Diantaranya pisang. Contohnya pisang dari Bali, yang bibitnya pernah diambil dari Lampung. Itu bisa dioptimalkan, karena nilai ekspornya sangat tinggi dan baik. Begitu juga coklat. Karena pembuatan coklat di Eropa, bahan baku utamanya dari Bali bukan dari provinsi lain.
“Seharusnya kita bisa meningkatkan daya saing produk kita, jangan hanya menjual produk mentah atau low material. Tetapi juga kita harus bisa mengolah,” ajak Dina Kurniasari.
Jangan malah Bali punya barang utama, namun pihak lain yang mengambil namanya. “Padahal sebenarnya kita yang punya barangnya,” ujarnya mengingatkan.
Singkatnya eksportasi dan daya saing ditingkatkan dan lebih banyak diversifikasi produk ekspor dari Bali. Dina berharap Bali bukan hanya sebagai pusat pariwisata, tetapi juga pusat ekspor dunia.
Sementara program Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA, Coaching Clinic -ASSIST dan Utilisasi e-Form D bertujuan mensosialisasikan ASEAN Trade In Goods Agrement (ATIGA). Perjanjian tersebut lanjut Dina Kurniasari, sudah berlangsung sejak tahun 2010. “Namun kami merasa belum dioptimalkan secara maksimal,” ujarnya.
Diantaranya penggunaan SKA(Surat Keterangan Asal) barang Form D. Untuk Provinsi Bali, penggunaan SKA Form D kisarannya 40-50 persen. “Harapan kami ke depan masih bisa dioptimalkan kembali,” ujarnya.
Kemudian mensosialisasikan suatu mekanisme fasilitasi perdagangan di internal ASEAN Solutions Investment Services and Trade (ASSIST). ASSIST kata Dina Kurniasari, suatu platform bagi pelaku usaha jika ingin menyampaikan permasalahan dalam melakukan eksportasi, bisa melalui plat form tersebut.
Dari beberapa dialog dengan para pembina sektornya di Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi dan Kabupaten/Kota, memang dirasa penggunaan terkait penggunaan SKA Form D masih kurang.
“Di ASEAN sendiri ada beberapa inisiatif baru, seperti electronic SKA Form D, juga ada SKA Mandiri atau sertifikat eksporter. Itu yang belum diketahui secara maksimal oleh para pelaku usaha. Harapannya, hal – hal tersebut bisa lebih tersosialisasi lebih maksimal dan pengusaha bisa.
Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA dihadiri Ketua Umum Kadin Made Ariandi. Menurut Ariandi, sesungguhnya tidak ada kendala dengan pengusah/eksporter Bali.
“Namun perlu disentuh,” ujar Ariandi.
Dikatakan Ariandi Konsultasi Publik Perkembangan ATIGA, salah satu bentuk sentuhan tersebut. Kegiatan berlangsung selama 2 hari, 23-24 November. *k17
Komentar