Golkar Dorong Keseimbangan Sosial Politik di Bali
DENPASAR, NusaBali
Golkar mendorong keseimbangan kekuatan sosial politik di Bali untuk upaya mengontrol jalannya pemerintahan supaya tidak terjadi tindakan-tindakan menabrak aturan dan mekanisme perundang-undangan khususnya dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Hal itu disuarakan Ketua DPD I Golkar Bali Nyoman Sugawa Korry dalam Webinar ‘Meningkatkan Indeks Demokrasi di Bali’ yang digelar secara hybrid di Kantor DPD I Golkar Bali, Jalan Surapati Nomor 9 Denpasar, Minggu (28/11) siang.
Webinar kemarin menghadirkan secara langsung Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Hanif Yahya, Ketua KPU Bali I Dewa Gede Agung Lidartawan, Anggota Bawaslu Bali I Ketut Sunadra, Pengamat Politik yang juga akademisi dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Dr Nyoman Subanda, Plt Kesbangpol Pemprov Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi. Sementara Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace hadir secara virtual.
Dalam Webinar kemarin Ketua DPD I Golkar Bali mengungkap adanya pengesahan APBD di salah satu kabupaten di Bali yang menabrak mekanisme penyusunan APBD, karena adanya praktek kekuatan mayoritas tunggal gaya baru. "Kesejahteraan masyarakat tidak bisa diwujudkan tanpa adanya stabilitas, keseimbangan sosial politik. Golkar mendorong keseimbangan sosial politik melalui pemikiran elemen masyarakat dalam Webinar ini," ujar politisi asal Desa Banyuatis Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Menurut Sugawa Korry, Bali kondisinya saat ini dari Indeks Demokrasi yang diungkap BPS Bali sudah menurun. "BPS Bali mengungkapkan indeks demokrasi kita menurun. Bagi Partai Golkar Bali, keseimbangan demokrasi dan sosial politik harus dijaga secara bermartabat. Pandangan kita keseimbangan kekuatan politik mesti terwujud di Bali," tegas Wakil Ketua DPRD Bali ini.
Sugawa mencontoh di Amerika Serikat dan Eropa, demokrasinya sangat maju. Dalam kehidupan demokrasi masyarakat sudah pintar memilih pemimpin dalam upaya menjaga keseimbangan sosial politik. Sehingga ada yang ada adalah adu gagasan dan ide. "Di Amerika ketika Partai Demokrat punya presiden, masyarakat akan memilih tokoh Partai Republik sebagai anggota dewan atau anggota kongres. Sehingga terjadi check and balance dalam sistem demokrasi dan pemerintahan," ujar mantan Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Sugawa mengatakan sejak reformasi tahun 1998, sudah dicetuskan tidak boleh ada mayoritas tunggal dalam demokrasi di Indonesia. "Dulu tak ada yang setuju dengan mayoritas tunggal di era Orde Baru. Sekarang di Bali ada mayoritas tunggal gaya baru. Di kabupaten dan kota ada penetapan APBD yang tidak sesuai mekanisme. Karena dengan mendominasinya kekuatan mayoritas," sergah Sugawa Korry.
Sementara Kepala BPS Bali Hanif Yahya dalam Webinar kemarin mengungkap adanya penurunan IDI (Indeks Demokrasi Indonesia) di Bali. Hanif mengatakan pada Tahun 2019, IDI Bali mencapai 81,38 atau berada pada posisi tertinggi nomor 4 secara nasional, setelah DKI Jakarta (88,29), Kalimantan Utara (83,45), Kepulauan Riau (81,64). Namun pada 2020, IDI Bali melorot menjadi 77,59, berada pada posisi nomor 8 secara nasional, di bawah Provinsi DKI Jakarta, Gorontalo, Kalimantan Timur, Jogjakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara.
Hanif Yahya mengatakan partai politik sangat berperan dalam penyusunan IDI dengan indikator-indikatornya. "Selain variabel lainnya, seperti peran DPRD, birokrasi pemerintahan, peradilan independen dan pemilu yang bebas adil," ujar Hanif Yahya seraya menyebutkan untuk mengukur IDI di Bali juga menggunakan wawancara dan FGD serta review surat kabar yakni Koran NusaBali. *nat
1
Komentar