Rektor Dwijendra: Perlu Ada Kajian Dinamik terhadap Potensi Banjir
DENPASAR, NusaBali.com – Hujan ekstrem yang mengakibatkan banjir di wilayah Kuta dan Denpasar meninggalkan pekerjaan rumah (PR) buat kita semua, khususnya masyarakat di Bali.
Banjir yang terjadi di kampung turis dan ibukota Bali tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja tanpa dicari akar permasalahannya, sehingga bencana lebih besar bisa dihindari. Musim penghujan merupakan suatu keadaan yang pasti terjadi dan dapat diprediksi intensitas curah hujannya, sehingga potensi terjadinya banjir juga dapat diketahui, seperti yang terjadi di beberapa kota termasuk di Denpasar dan kawasan Kuta.
“Pemerintah perlu memiliki kajian dinamik terhadap potensi terjadinya banjir di beberapa titik atau daerah. Kajian ini akan menunjukkan identifikasi dan potensi banjir berdasarkan dinamika curah hujan yang diprediksi,” ujar Rektor Universitas Dwijendra, Dr Ir Gede Sedana MSc MMA, Rabu (8/12/2021).
FOTO: Rektor Universitas Dwijendra, Dr Ir Gede Sedana MSc MMA .-IST
Pemerhati lingkungan asal Buleleng mengatakan, kajian dinamik tersebut juga dapat menjadi pedoman untuk melakukan pencegahan, pengelolaan, dan pengendalian banjir di dalam suatu titik-titik tertentu, seperti di kawasan Kuta dan Kota Denpasar.
Rutinitas banjir harus segera diatasi oleh pemerintah dan seluruh komponen masyarakat, baik di kawasan hulu maupun hilir, guna menghindari adanya dampak dari daya rusak banjir tersebut.
Pemerintah agar senantiasa melakukan pengawasan dan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berkenaan dengan terjadi potensi banjir, seperti pembangunan fisik pada lokasi-lokasi di hulu, wilayah daerah aliran sungai, ataupun kawasan tangkapan air.
“Tujuannya yang paling sederhana adalah guna menjamin tersedianya kawasan hijau dan kawasan penyerapan air. Perlindungan terhadap kawasan konservasi di hulu agar dikawal dengan law enforcement, termasuk juga pengelolaan tata guna lahan,” ujar Sedana yang juga Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Bali.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pembangunan prasarana dan sarana fisik di kawasan hilir pun harus mengikuti penataan tata ruang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Secara fisik pemerintah agar memperhatikan bangunan pengendali banjir di sungai, dan di daerah luar kawasan sungai. Bangunan-bangunan drainase dan sejenisnya harus dikelola sesuai dengan standar operasi dan pemeliharaannya, sehingga dijamin tidak ada kerusakan, hambatan aliran air, dan kesesuaian daya tampung air hujan.
Pada akhirnya, Sedana berharap warga masyarakat di pemukiman juga menjaga lingkungannya untuk mengurangi kontribusi terhadap banjir. “Misalnya membuat taman sederhana dan mini di halamannya yang dilengkapi dengan biopori, tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan saluran air di sekitar pemukimannya, dan turut serta secara cepat dalam pengendalian banjir bersama-sama petugas pemerintah,” tandas Sedana. *adi
“Pemerintah perlu memiliki kajian dinamik terhadap potensi terjadinya banjir di beberapa titik atau daerah. Kajian ini akan menunjukkan identifikasi dan potensi banjir berdasarkan dinamika curah hujan yang diprediksi,” ujar Rektor Universitas Dwijendra, Dr Ir Gede Sedana MSc MMA, Rabu (8/12/2021).
FOTO: Rektor Universitas Dwijendra, Dr Ir Gede Sedana MSc MMA .-IST
Pemerhati lingkungan asal Buleleng mengatakan, kajian dinamik tersebut juga dapat menjadi pedoman untuk melakukan pencegahan, pengelolaan, dan pengendalian banjir di dalam suatu titik-titik tertentu, seperti di kawasan Kuta dan Kota Denpasar.
Rutinitas banjir harus segera diatasi oleh pemerintah dan seluruh komponen masyarakat, baik di kawasan hulu maupun hilir, guna menghindari adanya dampak dari daya rusak banjir tersebut.
Pemerintah agar senantiasa melakukan pengawasan dan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berkenaan dengan terjadi potensi banjir, seperti pembangunan fisik pada lokasi-lokasi di hulu, wilayah daerah aliran sungai, ataupun kawasan tangkapan air.
“Tujuannya yang paling sederhana adalah guna menjamin tersedianya kawasan hijau dan kawasan penyerapan air. Perlindungan terhadap kawasan konservasi di hulu agar dikawal dengan law enforcement, termasuk juga pengelolaan tata guna lahan,” ujar Sedana yang juga Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Bali.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pembangunan prasarana dan sarana fisik di kawasan hilir pun harus mengikuti penataan tata ruang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Secara fisik pemerintah agar memperhatikan bangunan pengendali banjir di sungai, dan di daerah luar kawasan sungai. Bangunan-bangunan drainase dan sejenisnya harus dikelola sesuai dengan standar operasi dan pemeliharaannya, sehingga dijamin tidak ada kerusakan, hambatan aliran air, dan kesesuaian daya tampung air hujan.
Pada akhirnya, Sedana berharap warga masyarakat di pemukiman juga menjaga lingkungannya untuk mengurangi kontribusi terhadap banjir. “Misalnya membuat taman sederhana dan mini di halamannya yang dilengkapi dengan biopori, tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan saluran air di sekitar pemukimannya, dan turut serta secara cepat dalam pengendalian banjir bersama-sama petugas pemerintah,” tandas Sedana. *adi
Komentar