KPK Akan Sebar Penempatan Napi Koruptor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan prihatin dengan peristiwa narapidana kasus korupsi bisa pelesiran ke luar Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat.
Prihatin Napi Pelesiran
JAKARTA, NusaBali
KPK tidak akan tinggal diam, meski itu kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum di bidang korupsi juga akan memikirkan efek jera bagi para koruptor yang sudah divonis pengadilan.
"(Plesiran napi korupsi) itu menjadi keprihatinan kami, karena efek jera yang kami inginkan tidak terjadi. Karena itu, kami sedang mengkaji langkah yang paling cepat adalah disebar, tidak jadi satu. Seperti penjara lain, yang dinikmati teman-teman narapidana lain, mungkin itu yang pertama," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (9/2).
Agus juga menyoroti mudahnya para napi kejahatan luar biasa itu memiliki rumah di sekitar lapas. Karena itu, dia meminta pihak lapas berbenah diri. Jika tidak, kata Agus, lembaganya akan masuk lebih jauh untuk menindaknya.
"Kami prihatin sekali dengan kejadian itu, yang dipenjara hampir semua punya rumah di sekitar itu. Kedua, kami minta teman-teman di lapas, termasuk Pak Dirjen untuk memperbaiki. Ini masalah besar bagi kita, korupsi dan narkoba harus diperbaiki," kata Agus.
Menurut anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Jamil, pemerintah perlu memperbaiki manajemen lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Sebab, kehidupan Lapas saat ini seperti kerajaan tersendiri sehingga bisa mengatur plesiran napi dan sebagainya. “Manajemen Lapas harus diperbaiki menjadi badan otonom. Jangan membiarkan kehidupan Lapas seperti kerajaan tersendiri yang bisa mengatur keluar-masuk atau plesiran napi sehingga yang memiliki banyak uang bisa bebas plesiran,” ujar Nasir di Gedung Nusantara III, Kompleks Nusantara, Kamis (9/2).
Nasir menilai, KPLP (Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan) menjadi yang berwenang untuk mengatur keluar-masuknya napi tersebut. Padahal, kalau Lapas otonom, maka akan ada pengelolaan yang serius, baik, dan professional. “Kalau kerajaan itu dibiarkan, maka akan menghancurkan Lapas,” ucapnya.
Ia mengibaratkan, hal tersebut sama halnya dengan membiarkan orang yang menempati lahan di pinggiran sungai, pinggiran rel kereta api, di bawah jalan tol dan lainnya yang harus diatasi dengan aturan. “Jadi, harus ada sistem atau SOP (standar operasional) yang harus berjalan dengan baik. Disamping fasilitas, infrastruktur dan gaji yang terbatas,” imbuh Nasir.
Seperti diberitakan, sejumlah kasus pelesiran napi kembali terjadi. Wali Kota Palembang Romi Herton diketahui keluar Lapas Sukamiskin pada 29 Desember 2016. Tak berbeda, terpidana kasus korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo juga dilaporkan sering keluar masuk lapas. Ada juga mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin yang kepergok ke rumah kontrakan di Kompleks Panorama Alam Parahyangan pada akhir Desember 2016 lalu. k22
JAKARTA, NusaBali
KPK tidak akan tinggal diam, meski itu kewenangan Kementerian Hukum dan HAM. KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum di bidang korupsi juga akan memikirkan efek jera bagi para koruptor yang sudah divonis pengadilan.
"(Plesiran napi korupsi) itu menjadi keprihatinan kami, karena efek jera yang kami inginkan tidak terjadi. Karena itu, kami sedang mengkaji langkah yang paling cepat adalah disebar, tidak jadi satu. Seperti penjara lain, yang dinikmati teman-teman narapidana lain, mungkin itu yang pertama," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (9/2).
Agus juga menyoroti mudahnya para napi kejahatan luar biasa itu memiliki rumah di sekitar lapas. Karena itu, dia meminta pihak lapas berbenah diri. Jika tidak, kata Agus, lembaganya akan masuk lebih jauh untuk menindaknya.
"Kami prihatin sekali dengan kejadian itu, yang dipenjara hampir semua punya rumah di sekitar itu. Kedua, kami minta teman-teman di lapas, termasuk Pak Dirjen untuk memperbaiki. Ini masalah besar bagi kita, korupsi dan narkoba harus diperbaiki," kata Agus.
Menurut anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Jamil, pemerintah perlu memperbaiki manajemen lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Sebab, kehidupan Lapas saat ini seperti kerajaan tersendiri sehingga bisa mengatur plesiran napi dan sebagainya. “Manajemen Lapas harus diperbaiki menjadi badan otonom. Jangan membiarkan kehidupan Lapas seperti kerajaan tersendiri yang bisa mengatur keluar-masuk atau plesiran napi sehingga yang memiliki banyak uang bisa bebas plesiran,” ujar Nasir di Gedung Nusantara III, Kompleks Nusantara, Kamis (9/2).
Nasir menilai, KPLP (Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan) menjadi yang berwenang untuk mengatur keluar-masuknya napi tersebut. Padahal, kalau Lapas otonom, maka akan ada pengelolaan yang serius, baik, dan professional. “Kalau kerajaan itu dibiarkan, maka akan menghancurkan Lapas,” ucapnya.
Ia mengibaratkan, hal tersebut sama halnya dengan membiarkan orang yang menempati lahan di pinggiran sungai, pinggiran rel kereta api, di bawah jalan tol dan lainnya yang harus diatasi dengan aturan. “Jadi, harus ada sistem atau SOP (standar operasional) yang harus berjalan dengan baik. Disamping fasilitas, infrastruktur dan gaji yang terbatas,” imbuh Nasir.
Seperti diberitakan, sejumlah kasus pelesiran napi kembali terjadi. Wali Kota Palembang Romi Herton diketahui keluar Lapas Sukamiskin pada 29 Desember 2016. Tak berbeda, terpidana kasus korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo juga dilaporkan sering keluar masuk lapas. Ada juga mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin yang kepergok ke rumah kontrakan di Kompleks Panorama Alam Parahyangan pada akhir Desember 2016 lalu. k22
Komentar