Gubernur Koster Minta Baleg DPR RI Lindungi Arak Bali
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster menerima kunjungan kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Senin (13/12) pagi.
Kunjungan Baleg DPR RI ini dalam rangka serap aspirasi terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol (Mikol). Momen ini pun dimanfaatkan Gubernur Koster untuk meminta Baleg DPR RI melindungi produk lokal, termasuk Arak Bali.
Rombongan wakil rakyat yang berkunjung ke kantor Gubernur Bali, Senin kemarin, dipimpin langsung Ketua Baleg DPR RI Dr Supratman Andi Agtas. Pertemuan kemarin dihadiri pula Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, jajaran Forkopimda Provinsi Bali, serta para perajin arak di Bali.
Pertemuan dengan Baleg DPR RI ini dijadikan Gubernur Koster sebagai ajang untuk membela keberadaan Mikol tradisional Arak Bali. Gubernur Koster memberikan apresiasi kepada Baleg DPR RI yang telah turun langsung ke Bali, menyerap informasi dan aspirasi terkait Mikol. "Dengan begitu, regulasi atau Undang-undang yang nantinya dihasilkan DPR RI dapat membawa peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat," ujar Gubernur Koster.
Mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini pun meminta Baleg DPR RI agar dalam penyusunan RUU Mikol, memperhatikan penguatan sumber daya lokal yang dimiliki masyarakat. Pasalnya, pemanfaatan sumber daya lokal memperkuat ekonomi masyarakat di daerah dan mengurangi ketergantungan pada produk luar.
“Saya minta untuk menjadi masukan bagi anggota Baleg DPR RI agar benar-benar memperhatikan potensi lokal daerah dalam penyusunan regulasi. Bukan malah sebaliknya, regulasi yang dibuat justru mematikan dan menjauhkan masyarakat dari sumber daya yang ada di daerah,” tegad Gubernur yang uiuga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Gubernur yang getol mempromosikan Arak Bali hingga ke tingkat Duta Besar ini ini mencontohkan terkait keberadaan minuman beralkohol arak, yang oleh masyarakat Bali dijadikan sebagai minuman tradisional dan sarana persembahyangan. Jika dilihat dari segi alamnya, kata Koster, di Bali khususnya Karangasem sangat banyak terdapat pohon kelapa, pohon lontar, dan pohon enau, yang secara tradisional dari zaman dahulu sudah diolah oleh masyarakat setempat menjadi minuman fermentasi.
Namun, kata Koster, dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi, minuman khas Bali termasuk arak menjadi salah satu yang dilarang dan tidak boleh dikonsumsi. Padahal, dengan didukung potensi alam yang ada, masyarakat di pedesaan hidup dari kegiatan ini.
"Di samping itu, sebagai daerah tujuan pariwisata dunia, kebutuhan minuman beralkohol di Bali itu sangat tinggi. Hampir 70 persen dari kebutuhan tersebut justru diisi dengan minuman beralkohol impor,” sesal Koster seraya mengatakan hal ini sangatlah disayangkan, mengingat kualitas arak tradisional Bali tidak kalah dengan minuman alkohol dari luar negeri.
Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali, mengatakan peluang pasar minuman beralkohol untuk pariwisata seharusnya menjadi kekuatan ekonomi. Jangan sampai potensi sumber daya dan pasar yang ada justru tidak bisa dimanfaatkan, karena adanya regulasi yang tidak berpihak.
“Jadi, sekali lagi, saya minta jangan sampai regulasi yang dibuat mematikan sumber daya lokal dan memberi peluang bagi produk impor lebih berkembang,” tegas politisi senior PDIP asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.
Koster pun menegaskan pihaknya telah mengeluarkan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Pergub ini bertujuan untuk mengatur produk khas Bali dari hulu hingga ke hilir. Di samping itu, terbitnya Pergub ini juga bertujuan untuk memanfaatkan minuman khas Bali sebagai sumber daya ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan krama Bali.
Menurut Koster, di Bali arak tidak diproduksi di pabrik atau industri besar, tetapi dibuat oleh IKM/UMKM bersinergi dengan koperasi. Dengan demikian, masyarakat sendiri yang mengelola sumber daya lokal yang dimiliki. Hasilnya juga dinikmati lagi oleh masyarakat, sehingga kesejahteraan otomatis akan meningkat.
Sementara itu, ahli farmasi dari Unud, Prof Dr Gelgel Wirasuta, mendukung paparan Gubernur Koster. Prof Gelgel menyampaikan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 bukan bertujuan untuk melegalkan peredaran arak di masyarakat secara sembarangan. Pergub terkait Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali ini dikeluarkan untuk mengatur, agar peredaran arak di masyarakat lebih terstandarisasi dan aman untuk dikonsumsi.
“Saya sudah sering turun langsung ke tengah masyarakat dan melakukan penelitian terkait minuman khas Bali (arak, red). Minuman yang diproduksi secara tradisional ini tidak kalah kualitasnya dengan minuman beralkohol lainnya yang marak di pasaran," papar Prof Gelgel.
Selain itu, kata Prof Gelgel, arak juga memilki kekuatan ekonomi yang cukup besar dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Untuk itu, saya memohon kepada Baleg DPR RI agar regulasi terkait minuman beralkohol ini benar-benar disusun dengan baik dan melihat kearifan lokal serta potensi daerah yang ada di Indonesia, khususnya Bali,” pintanya.
Sementara, Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ibnu Multazam, mengatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam penyusunan regulasi terkait minuman beralkohol. "Supaya tidak mematikan sumber daya lokal dan malah menyuburkan produk impor. Adanya masukan dari masyarakat dan stakeholder terkait diperlukan dalam penyusunan regulasi ini, sehingga dapat melindungi sumber daya lokal," tegas Multazam. *nat
Komentar