Diusulkan Komisi Anti Mafia Tanah untuk Berantas Mafia Tanah
JAKARTA, NusaBali.com - Maraknya kasus-kasus tanah melibatkan para mafia, membuat desakan pembentukan ‘Komisi Anti Mafia Tanah’ bergulir.
Usulan itu muncul dalam seminar bertema 'Refleksi Akhir Tahun: Memutus Ekosistem dan Episentrum Mafia Tanah’ di Gedung MPR RI, Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Dalam seminar yang digelar secara hybrid (online dan offline) itu hasilnya direkomendasikan untuk dibawa langsung kepada Presiden RI Joko Widodo.
Seminar yang diselenggarakan Prodi Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini, menghadirkan Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah sebagai pembicara kunci, Menteri ATR/BPN Sofyan Jalil, Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus, Sekjen MPR RI Maruf Cahyono, Brigjen Pol Agus Suharnoko, dari Bidang Tindak Pidana Umum Mabes Polri, pakar hukum agraria UKI Dr Aartje Tehupeiory SH MH, Guru Besar Hukum Tata Negara UKI Prof Dr Jhon Pieris, dan Ketua Umum Forum Korban Mafia Tanah, Budiarjo.
Dalam seminar yang dihadiri para pakar hukum, aktivis anti korupsi, advokat, mahasiswa pasca sarjana, diadakan juga testimoni dari korban mafia tanah dari Indonesia timur, tengah dan barat, termasuk Bali yang diundang hadir oleh panitia seminar.
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyatakan kejahatan atas tanah menjadi kejahatan berjamaah yang terstruktur, sistematis, juga masif, "Sehingga penanganannya juga harus dilakukan secara lintas sektoral dan menyeluruh, baik dari tingkat satuan pemerintahan terkecil, PPAT/notaris, BPN, penegak hukum, hingga pengadilan,’’ ujar politisi senior PDIP ini.
Ahmad Basarah memaparkan data, ada sekitar 125 pegawai BPN terlibat mafia tanah di seluruh Indonesia. Ini jumlah yang baru terungkap. Mafia tanah ini ibarat orang buang angin, wujudnya tidak terlihat, namun aromanya bisa dirasakan. Kata dia, sebaik apa pun sistem yang dibuat, jika tidak didukung dengan semangat penyelenggara negara untuk pelayanan publik yang baik dan profesional, mafia tanah akan tetap merajalela. Jika mereka bermental penjahat dan korup, maka permasalahan mafia tanah di tanah air tidak akan pernah ada habisnya,” tegas Ahmad Basarah.
Sementara testimoni yang disampaikan Ketua Bali Corruption Watch (BCW), Putu Wirata Dwikora, yang selama ini mengadvokasi korban-korban mafia tanah di Bali mengagetkan. Wirata Dwikora mengatakan gerakan mafia tanah sudah sangat kronis dan parah merusak tatanan. Sehingga sangat mendesak dibentuk Badan Anti Mafia sekuat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). ‘’Karena pola gerak mafia tanah ini sudah kronis, diperlukan satu badan yang sekuat KPK untuk melawannya," ujar advokat senior yang mantan wartawan ini.
Wirata Dwikora mencontohkan kasus di Makassar yang tidak mendapatkan hak atas tanahnya yang diserobot Pemerintah Daerah, walaupun sudah ada putusan pengadilan yang memenangkannya dan berkekuatan hukum tetap, di Bali ada kasus mirip dan persis,’’ papar Wirata Dwikora.
Wirata Dwikora menyebut contoh kasus petani Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Made Sirta (alm), Ketut Nulung dan kawan-kawan. Bersama leluhurnya, Sirta dan kawan-kawan sudah menguasai tanah warisan selama ratusan tahun. Belakangan, tanah diklaim sebagai hak Pemerintah Provinsi Bali. Akhirnya Sirta dan Ketut Nulung menggugat ke pengadilan dan menang sampai Mahkamah Agung. Saat itu digugat juga pihak BPN yang tidak mau menerbitkan sertifikat hak milik atas nama Sirta, Ketut Nulung dan kawan-kawan.
"Mereka menang di PTUN Denpasar sampai Mahkamah Agung dalam putusan tahun 2001. Namun, aneh dan ajaib, tahun 2021 ini ketahuan kalau ternyata BPN menerbitkan sertifikat atas nama Pemprov Bali, yang notabena kalah dalam gugatan di PTUN. "Siapa yang mampu menggerakkan lembaga negara yang punya kewenangan, untuk menerbitkan sertifikat tanah atas nama pihak yang kalah dan itu putusan pengadilan, kalau bukan ada mafia?” terang Wirata Dwikora.
Wirata Dwikora menegaskan dari kasus yang bergulir menunjukkan, bahwa mafia tanah itu memang ada. "Kalau aparat berkomitmen, semuanya pasti tuntas. Tapi, karena nyatanya berlarut sampai sekarang, maka Satgas Anti Mafia Tanah itu bagus, karena sangat kronis melebihi korupsi, kami setuju dibentuk Komisi Pemberantasan Mafia Tanah sekuat KPK,’’ ujar Wirata Dwikora.
Dukungan membentuk Komisi Pemberantasan Mafia Tanah disampaikan juga oleh Wayan Ariawan. Advokat yang sudah puluhan tahun mengadvokasi korban mafia tanah di Bali mendukung penuh semangat peserta seminar maupun UKI, yang berkomitmen menindaklanjuti dan membawa rumusan seminar ke Presiden Joko Widodo.
"Kalau melihat kronisnya masalah, dan nasib korban yang seumur hidup sampai meninggal belum mendapat keadilan, sanksi hukum bagi aktor-aktor mafia tanah harus dengan gebrakan besar. Seret gembong kakapnya, jangan cuma yang kelas teri," kata Ariawan. *nat
Komentar