Luhut Ungkap Ancaman Omicron cs ke Ekonomi RI
JAKARTA, NusaBali
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjatan mengungkap, varian Omicron menjadi kunci pemulihan ekonomi tahun depan.
Penyebaran varian ini bisa membuat pemulihan ekonomi Indonesia menjadi lebih lambat. Luhut menjelaskan, varian Omicron menimbulkan ketakutan bagi banyak negara sejak ditemukan pada November lalu.
“Kita tahu ada ketakutan berupa varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan pada akhir November,” katanya dalam acara Indonesia’s Rebound Economic Outlook 2022, Kamis (16/12/2021).
Dia mengatakan, kehadiran varian Omicron membuat banyak negara termasuk Indonesia menjadi waspada. Apalagi, perkiraan awal varian ini lebih cepat menular.
“Varian membuat setiap negara di dunia termasuk Indonesia waspada. Berdasar perkiraan awal Omicron berpotensi lebih menular dan memiliki karakteristik kekebalan dari vaksinasi,” kata Luhut seperti dilansir detikfinance.
Luhut juga menuturkan, gejala varian Omicron sejauh ini ringan hingga sedang. Lanjutnya, varian ini menjadi kunci pemulihan ekonomi di tahun depan.
“Pengembangan varian Omicron akan menjadi kunci pemulihan ekonomi pada 2022,” ujarnya.
Luhut menuturkan, jika varian Omicron meningkatkan rawat inap, maka pemulihan akan lebih lambat dari yang diperkirakan. Meski begitu, menurut Luhut, dalam historisnya, virus akan menjadi lebih jinak seiring berjalannya waktu. Begitu juga Covid-19, meski lebih menular diperkirakan memiliki gejala yang minimal.
“Jika ini terjadi, kita bisa mengharapkan pemulihan yang lebih cepat karena kita dapat hidup bersama virus lebih aman,” katanya.
Varian omicron bukan satu-satunya sumber ketidakpastian di tahun 2022. Ada tiga ancaman lain yang bakal berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Sebut Luhut, pertama, inflasi global yang meningkat termasuk di Amerika Serikat (AS). Hal ini mendorong Bank Sentral AS atau The Fed serta bank sentral negara lain mengurangi stimulusnya. Kondisi ini berarti likuiditas akan berkurang dan berpengaruh terhadap negara berkembang termasuk Indonesia.
“Ini akan menghasilkan ketersediaan likuiditas yang lebih rendah untuk emerging market seperti Indonesia,” katanya.
Kedua, ekonomi domestik China yang menghadapi masalah di mana sektor propertinya terancam gagal bayar (default). Hal ini berpotensi berdampak pada Indonesia karena China merupakan salah negara tujuan ekspor. “Situasi akan lebih buruk jika hubungan AS-China memburuk seperti di era perang dagang,” ujar Luhut.
Ketiga, terkait ancaman perubahan iklim. Kondisi ini menyebabkan banyak negara menerapkan carbon pricing. “Seperti halnya Covid-19, kita tidak bisa mengelak ketidakpastian, kita hanya bisa mempersiapkan ekonomi Indonesia untuk menahan tekanan dari berbagai guncangan ini,” tutur Luhut. *
Komentar