Kelola Ikan Sidat Secara Berkelanjutan
KKP Gandeng FAO
JAKARTA, NusaBali
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dalam mengelola ikan sidat secara berkelanjutan karena tingkat keberlangsungan hidup benih sidat dinilai tergolong sangat rendah.
"Sumber daya ikan di Indonesia, termasuk sidat yang beragam ini perlu dikelola secara bertanggung jawab agar lestari dan memberi kemakmuran bagi masyarakat nelayan sidat," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam siaran pers di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu.
Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan penerapan prinsip-prinsip konservasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya sidat diharapkan dapat memberikan jaminan bagi keberlanjutan sumber daya sidat di Indonesia.
Ia mengemukakan saat ini sekitar 80 persen konsumsi ikan sidat dunia berasal dari hasil budidaya, namun bibitnya diketahui masih berasal dari tangkapan alam. Di samping itu, tingkat kelangsungan hidup benih sidat tergolong sangat rendah, sehingga pemanfaatannya secara komersial dapat menekan kestabilan populasi sidat di alam.
Kondisi dinilai tersebut tentunya dapat mengancam populasi sidat di Indonesia, seperti yang telah terjadi di Jepang dan Eropa. Di Indonesia, salah satu daerah pengembangan budidaya sidat berada di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di muara Sungai Cimandiri.
Pengembangan budi daya sidat dengan memperbaiki tingkat kelangsungan hidup sidat pada fase kritis dari benih ke anakan itu merupakan bagian dari kerja sama FAO, KKP, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, melalui Proyek IFish. Proyek yang menerima bantuan finansial dari Global Environment Fund (GEF) tersebut menjadikan Balai Benih Ikan (BBI) Tonjong di Sukabumi sebagai lokasi demonstrasi pembesaran anakan sidat.
Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan), Yayan Hikmayani menyatakan bahwa dari upaya yang telah dilakukan sebelumnya diketahui berhasil meningkatkan tingkat kelangsungan hidup benih ke fase anakan hingga 60 persen.
"Semakin tinggi survival rate (tingkat kelangsungan hidup), semakin sedikit benih yang perlu diambil dari alam, sehingga dapat mengurangi tekanan pada populasi sidat," papar Yayan.
Ia menyampaikan bahwa kerja sama proyek IFish dengan FAO dan Kabupaten Sukabumi, telah berlangsung sejak tahun 2018. Fokus utama dari kerja sama tersebut adalah pengarusutamaan prinsip konservasi keanekaragaman hayati perairan darat ke dalam kebijakan, melalui kegiatan demonstrasi dan pemanfaatan berkelanjutan, khususnya untuk spesies ikan sidat (Anguilla spp).
National Project Manager proyek FAO-IFish Sudarsono mengatakan proyek IFish bakal berlanjut kerja sama dengan Kabupaten Sukabumi pada tahun 2022 untuk menyusun sejumlah kebijakan strategis, seperti peraturan daerah Pengelolaan Perikanan Darat dan Masterplan Pengelolaan Perikanan Sidat di Kabupaten Sukabumi. *
Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan penerapan prinsip-prinsip konservasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya sidat diharapkan dapat memberikan jaminan bagi keberlanjutan sumber daya sidat di Indonesia.
Ia mengemukakan saat ini sekitar 80 persen konsumsi ikan sidat dunia berasal dari hasil budidaya, namun bibitnya diketahui masih berasal dari tangkapan alam. Di samping itu, tingkat kelangsungan hidup benih sidat tergolong sangat rendah, sehingga pemanfaatannya secara komersial dapat menekan kestabilan populasi sidat di alam.
Kondisi dinilai tersebut tentunya dapat mengancam populasi sidat di Indonesia, seperti yang telah terjadi di Jepang dan Eropa. Di Indonesia, salah satu daerah pengembangan budidaya sidat berada di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di muara Sungai Cimandiri.
Pengembangan budi daya sidat dengan memperbaiki tingkat kelangsungan hidup sidat pada fase kritis dari benih ke anakan itu merupakan bagian dari kerja sama FAO, KKP, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, melalui Proyek IFish. Proyek yang menerima bantuan finansial dari Global Environment Fund (GEF) tersebut menjadikan Balai Benih Ikan (BBI) Tonjong di Sukabumi sebagai lokasi demonstrasi pembesaran anakan sidat.
Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan), Yayan Hikmayani menyatakan bahwa dari upaya yang telah dilakukan sebelumnya diketahui berhasil meningkatkan tingkat kelangsungan hidup benih ke fase anakan hingga 60 persen.
"Semakin tinggi survival rate (tingkat kelangsungan hidup), semakin sedikit benih yang perlu diambil dari alam, sehingga dapat mengurangi tekanan pada populasi sidat," papar Yayan.
Ia menyampaikan bahwa kerja sama proyek IFish dengan FAO dan Kabupaten Sukabumi, telah berlangsung sejak tahun 2018. Fokus utama dari kerja sama tersebut adalah pengarusutamaan prinsip konservasi keanekaragaman hayati perairan darat ke dalam kebijakan, melalui kegiatan demonstrasi dan pemanfaatan berkelanjutan, khususnya untuk spesies ikan sidat (Anguilla spp).
National Project Manager proyek FAO-IFish Sudarsono mengatakan proyek IFish bakal berlanjut kerja sama dengan Kabupaten Sukabumi pada tahun 2022 untuk menyusun sejumlah kebijakan strategis, seperti peraturan daerah Pengelolaan Perikanan Darat dan Masterplan Pengelolaan Perikanan Sidat di Kabupaten Sukabumi. *
1
Komentar