MGPSSR Gandeng Desa Adat Tista Bangun Krematorium
SINGARAJA, NusaBali
Sebuah krematorium yang berlokasi di areal Setra Desa Adat Tista, Desa Baktiseraga, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, akhirnya resmi dibuka pada Sukra Wage Krulut, Jumat (24/12).
Tempat upacara pitra yadnya ini dibangun oleh Yayasan Santha Yana yang bernaung di bawah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Kabupaten Buleleng bekerjasama dengan Desa Adat Tista.
Ketua Yayasan Santha Yana, I Wayan Rama Yasa mengatakan pembangunan krematorium oleh warga pasek Buleleng ini sebenarnya sudah lama dicita-citakan. Hanya saja baru mendapatkan restu dengan bersedianya Desa Adat Tista bekerjasama. Rama Yasa menyebutkan, pembangunan krematorium tersebut karena melihat situasi dan perkembangan umat Hindu Bali terkini.
Perubahan mata pencarian yang dulunya fokus di sektor pertanian menjadi sektor industri, membuat tidak sedikit umat mengalami keterbatasan waktu dan ekonomi dalam melaksanakan yadnya. Salah satunya upacara pitra yadnya saat anggota keluarga meninggal dunia. “Tujuan kami membangun krematorium ini untuk membantu umat, menyederhanakan upacara tanpa mengurangi makna dan intisarinya,” ungkap Rama Yasa. Setelah beroperasi, krematorium ini masih bekerjasama dengan Ida Pandita untuk penyiapan banten atau sarana upakaranya.
Namun yayasan disebutnya sudah merencanakan akan mulai mempersiapkan tapeni (tukang banten) yang akan berkegiatan di sekretariat MGPSSR Buleleng. Sebagai yayasan yang tidak memprioritaskan keuntungan, krematorium ini membuka tiga paket upacara pitra yadnya dengan harga sangat terjangkau. “Kita perlu mengubah mindset ke depan. Dengan biaya upacara yang terjangkau yang meninggal dapat menuju sunia, yang ditinggalkan masih bisa hidup menyekolahkan anak dan bakti kepada orang tua,” imbuh dia.
Ketua Pengelola krematorium, Putu Murtiasa menambahkan untuk paket pertama adalah paket pengabenan sampai nganyut di segara dengan biaya Rp 11 juta. Kemudian paket kedua pengabenan sampai nyekah dikenakan tarif Rp 19 juta, sedangkan paket ketiga paket mekingsan ring gni dengan biaya Rp 7,5 juta. Murtiasa menyebut meskipun milik krama pasek, namun krematorium ini dibuka untuk semua umat Hindu. Bahkan yayasan membebaskan bagi umat lain yang ingin membawa sulinggih sendiri untuk muput (memimpin) upacaranya.
“Kalau kami di pasek menggunakan Mpu. Tapi kemarin ada dari krama pande kami akan carikan sulinggih. Kalau memang sudah mempersiapkan sulinggih dari rumah kami juga persilahkan,” jelas Murtiasa. Sementara itu Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana yang meresmikan langsung Yayasan Santha Yana mengharapkan, Krematorium Yayasan Santha Yana dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat. Dia juga mengharapkan keberadaan fasilitas ini dapat memudahkan umat Hindu dalam melaksanakan upacara yadnya.
“Saya selaku pimpinan daerah sangat mengapresiasi dengan adanya prakarsa masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan kepada umat khususnya umat Hindu dalam rangka prosesi upacara pitra yadnya (pengabenan), melalui adanya krematorium ini,” ungkap Bupati Buleleng dua periode ini.
Mantan Ketua Komisi III DPRD Bali ini juga menyatakan keberadaan krematorium sudah sesuai dengan konsep Tri Mandala di Bali. “Tentu keberadaan krematorium ini sangat membantu. Terlebih pada saat hari baik memang di sejumlah tempat kewalahan. Tetapi membuat fasilitas seperti ini tidak mudah. Ini bukan bisnis tapi pengabdian umat,” tegas dia. *k23
1
Komentar