Tumpek Klurut Harmonisasi Umat Hindu Bali terhadap Gamelan
GIANYAR, NusaBali.com - Gamelan di Bali memegang peranan di setiap
kegiatan upacara keagamaan. Sehingga wajar ada penghormatan berupa hari
Tumpek Klurut yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Klurut, Sabtu
(25/12/2021).
Gamelan tak sekadar alat music tradisional. Di Bali, pemanfaatan gamelan dilakukan untuk mengiringi prosesi piodalan di pura, mengiringi tarian suci, mengiringi kidung (alunan syair) suci, mengiringi upacara pernikahan, potong gigi hingga pengabenan.
Maka dari itu penting bagi masyarakat Bali untuk mengamalkan hari Tumpek Klurut sebagai penghargaan terhadap alat musik tradisional selain sebagai wujud bakti, pelaksanaan hari Tumpek Klurut juga secara tidak lngsung berupaya melestarikan keberadaan gamelan di tengah gempuran budaya asing, globalisasi, modernisasi dan digitalisasi.
Hari Tumpek Klurut atau yang biasa disebut hari otonan (peringatan hari jadi) gamelan, diperingati dengan pemujaan terhadap Dewa Iswara yang merupakan salah satu manifestasi dari Ida Sang Hyang WIdhi yang memberikan anugrah kepada suara atau alunan nada kehidupan manusia di dunia.
Salah satu sanggar musik yang mengamalkan nilai-nilai dari hari Tumpek Klurut yakni Sanggar Gita Semara yang berlokasi di Banjar Tengah, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
I Wayan Sudiarsa, Ketua Sanggar Gita Semara, menyatakan bahwa keberadaan gamelan tidak hanya erat kaitannya dengan berbagai kegiatan keagamaan yang ada di Bali namun juga dekat dengan berbagai kegiatan acara peresmian, pernikahan, hingga kegiatan yang bersifat hiburan.
"Pada saat mengembangkan Sanggar Gita Semara di tahun 2010 awalnya kami hanya ngayah ke pura saja. Namun seiring berjalannya waktu kami sering diundang ke acara pernikahan maupun ke acara peresmian sesuatu," ujar pria yang akrab disapa Wayan Pacet tersebut.
Lebih lanjut Wayan Pacet mengatakan bahwa Sanggar Gita Semara yang berfokus dalam gamelan suling sangat mengamalkan hari Tumpek Klurut dalam berbagai gending (lagu) kreasi yang dicipakan, sebagai wujud bakti dan penghormatan kepada Sang Pencipta.
"Instrumen suling menitik beratkan pada teknik pengolahan nafas jadi kami selalu menghayati di setiap nafas alunan nada suling ini terdapat nafas Tumpek Klurut di dalamnya," terang suami Pande Putu Hernawati.
Lebih lanjut Wayan Pacet menceritakan alasannya memilih gamelan suling yang notabene berbeda dari gamelan-gamelan yang ada di Bali. "Karena bahan membuat suling itu mudah didapat," katanya yang juga seorang Dosen di Fakultas Pendidikan Agama dan Seni UNHI Denpasar.
Berkat kegigihan anggota sanggar dan anugrah yang diberikan oleh Dewa Iswara saat ini Sanggar Gita Semara telah menciptakan 25 gending yang tak jarang juga dimainkan oleh sekaa gamelan suling lainnya yang ada di Bali. "Mudah-mudahan di tahun 2022 diberikan lagi kesempatan untuk membuat album gamelan suling," ucap Wayan Pacet.
Wayan Pacet lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam memainkan gamelan suling setidaknya harus terdapat sebanyak 15 orang pemain yang memainkan berbagai instrumen seperti suling, reong, kendang dan lainnya. "Lebih banyak pemain alunannya akan lebih semarak," ujar pria kelahiran 2 Juli 1985 tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, Wayan Pacet berharap agar eksistensi dari alat musik tradisional dan berbagai kesenian yang ada di Bali dapat terjaga dan lestari didukung dengan adanya keberadaan hari-hari suci Hindu salah satunya Tumpek Klurut sebagai moment renungan masyarakat Bali.
Maka dari itu penting bagi masyarakat Bali untuk mengamalkan hari Tumpek Klurut sebagai penghargaan terhadap alat musik tradisional selain sebagai wujud bakti, pelaksanaan hari Tumpek Klurut juga secara tidak lngsung berupaya melestarikan keberadaan gamelan di tengah gempuran budaya asing, globalisasi, modernisasi dan digitalisasi.
Hari Tumpek Klurut atau yang biasa disebut hari otonan (peringatan hari jadi) gamelan, diperingati dengan pemujaan terhadap Dewa Iswara yang merupakan salah satu manifestasi dari Ida Sang Hyang WIdhi yang memberikan anugrah kepada suara atau alunan nada kehidupan manusia di dunia.
Salah satu sanggar musik yang mengamalkan nilai-nilai dari hari Tumpek Klurut yakni Sanggar Gita Semara yang berlokasi di Banjar Tengah, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
I Wayan Sudiarsa, Ketua Sanggar Gita Semara, menyatakan bahwa keberadaan gamelan tidak hanya erat kaitannya dengan berbagai kegiatan keagamaan yang ada di Bali namun juga dekat dengan berbagai kegiatan acara peresmian, pernikahan, hingga kegiatan yang bersifat hiburan.
"Pada saat mengembangkan Sanggar Gita Semara di tahun 2010 awalnya kami hanya ngayah ke pura saja. Namun seiring berjalannya waktu kami sering diundang ke acara pernikahan maupun ke acara peresmian sesuatu," ujar pria yang akrab disapa Wayan Pacet tersebut.
Lebih lanjut Wayan Pacet mengatakan bahwa Sanggar Gita Semara yang berfokus dalam gamelan suling sangat mengamalkan hari Tumpek Klurut dalam berbagai gending (lagu) kreasi yang dicipakan, sebagai wujud bakti dan penghormatan kepada Sang Pencipta.
"Instrumen suling menitik beratkan pada teknik pengolahan nafas jadi kami selalu menghayati di setiap nafas alunan nada suling ini terdapat nafas Tumpek Klurut di dalamnya," terang suami Pande Putu Hernawati.
Lebih lanjut Wayan Pacet menceritakan alasannya memilih gamelan suling yang notabene berbeda dari gamelan-gamelan yang ada di Bali. "Karena bahan membuat suling itu mudah didapat," katanya yang juga seorang Dosen di Fakultas Pendidikan Agama dan Seni UNHI Denpasar.
Berkat kegigihan anggota sanggar dan anugrah yang diberikan oleh Dewa Iswara saat ini Sanggar Gita Semara telah menciptakan 25 gending yang tak jarang juga dimainkan oleh sekaa gamelan suling lainnya yang ada di Bali. "Mudah-mudahan di tahun 2022 diberikan lagi kesempatan untuk membuat album gamelan suling," ucap Wayan Pacet.
Wayan Pacet lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam memainkan gamelan suling setidaknya harus terdapat sebanyak 15 orang pemain yang memainkan berbagai instrumen seperti suling, reong, kendang dan lainnya. "Lebih banyak pemain alunannya akan lebih semarak," ujar pria kelahiran 2 Juli 1985 tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, Wayan Pacet berharap agar eksistensi dari alat musik tradisional dan berbagai kesenian yang ada di Bali dapat terjaga dan lestari didukung dengan adanya keberadaan hari-hari suci Hindu salah satunya Tumpek Klurut sebagai moment renungan masyarakat Bali.
"Di hari itu sanggar atau sekaa gamelan hendaknya mengucapkan terima kasih kepada gamelan beserta peranannya dalam melaksanakan berbagai kegiatan budaya yang ada di Bali," tutupnya.
1
Komentar