Virolog Unud Sebut Pandemi Mungkin Berakhir Maret 2022
DENPASAR, NusaBali.com - Virolog Universitas Udayana, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menyatakan pandemi Covid-19 bisa berakhir pada bulan Maret 2022. Hal itu terjadi jika jumlah kasus Covid-19 masih berada pada level seperti saat ini sampai bulan ketiga tahun depan.
Dikatakan Prof Mahardika, yang harus diwaspadai saat ini adalah potensi penularan Covid-19 varian Omicron. Menurut virolog alumnus univeritas di Jerman, varian Omicron tidak lebih dahsyat penularannya dibandingkan varian sebelumnya, varian Delta, namun tetap perlu diwaspadai penyebarannya.
“Kita dalam fase melihat dampak vaksin dan tabiat Omicron. Kalau dampak vaksin bagus, dan tabiat Omicron tidak ganas, maka mestinya tidak ada letupan kasus pada bulan Desember, Januari, Februari yang akan datang,” ujar Prof Mahardika, Senin (27/12/2021).
Prof Mahardika menambahkan, sejauh ini tingkat hunian rumah sakit akibat Covid-19, di Bali khususnya, masih rendah menunjukkan vaksin Covid-19 berjalan efektif dan varian Omicron dapat dikendalikan. “Saya asumsikan varian Omicron kemungkinan besar sudah masuk ke Bali,” sebut Prof Mahardika.
Prof Mahardika mengungkapkan, dalam pengamatannya tingkat penyebaran varian Omicron dalam komunitas masih lebih rendah dibandingkan dengan varian Delta. Pemberitaan yang menyebut cepatnya penyebaran varian Omicron merupakan dalam artian penyebaran antarnegara yang terjadi akibat mobilitas manusia antarnegara yang sekarang lebih longgar kebijakannya.
“Saya belum melihat Omicron lebih cepat menyebar, dia lebih cepat menyebar antarnegara bukan penyebaran di komunitas, itu beda lho,” beber Prof Mahardika.
Dikatakan persentase kasus Covid-19 pada sejumlah negara yang sudah melaporkan adanya varian Covid-19 belum ada yang jumlah kasusnya melebihi 20 persen. “Penyebaran antarnegara itu hanya menunjukkan mobilitas manusia, bukan menunjukkan daya tularnya dalam komunitas. Tetapi di negara yang tertular masih persentasenya di bawah 20 persen, artinya begitu masuk suatu negara kalau memang daya tularnya besar, mestiya persentasenya sudah berada di atas 50 persen,” terang Prof Mahardika.
Dalam konteks Bali menjadi tuan rumah KTT G20, yang pelaksanaanya sudah dimulai pada Desember 2021, Prof Mahardika yakin protokol kesehatan yang diterapkan mampu menepis masuknya varian Omicron ke Bali. Berlapisnya protokol kesehatan yang diterapkan, menggunakan tes berbasis PCR, diyakini mampu mendeteksi keberadaan varian Omicron lebih awal.
“Yang berbahaya adalah penapisan di dalam negeri yang sangat tidak sensitif, karena banyak menggunakan rapid antigen, ini sensitifitasnya rendah sekali,” kata Prof Mahardika.
Prof Mahardika bersyukur di tengah keterbatasan kemampuan tracing di Indonesia, jumlah kasus Covid-19 masih rendah. Dikatakan rata-rata tracing di Bali hanya sebanyak 5 orang dari jumlah satu kasus, padahal kata Prof Mahardika, minimal jumlah tracing sebanyak 15 orang dari satu kasus terkonfirmasi Covid-19.
Untuk itu Prof Mahardika berharap, meski letupan kasus Covid-19 jauh menurun saat ini, pemerintah dan masyarakat diharapkan terus waspada. Rumah sakit, kata Prof Mahardika, jangan kendor mengantisipasi jika tiba-tiba terjadi peningkatan jumlah kasus Covid-19.
Komentar