Aturan Impor Akhirnya Direvisi
Meski belum berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan no 87 tahun 2015 (Permendag) tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu hingga awal 2016 sudah banyak menuai protes, mulai dari kalangan pengusaha hingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Sebagai informasi, dalam Permendag 87/2015 ini Lembong menghapus ketentuan penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu. Produk Tertentu yang dimaksud adalah kosmetik, pakaian jadi, makanan dan minuman, obat tradisional, elektronik, alas kaki, mainan anak. Berdasarkan Permendag 87/2015, impor produk-produk tersebut tidak memerlukan IT lagi, hanya perlu Angka Pengenal Importir Umum (API-U).
Selain itu produk kosmetik dikecualikan dari ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis impor. Dengan begitu, kosmetik impor bisa langsung masuk tanpa perlu diverifikasi dulu.
Aturan ini dinilai terlalu liberal oleh para pelaku usaha di sektor-sektor industri yang ketentuan impornya diperlonggar. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Pehimpunan Pengusaha Kosmetik Indonesia (PPKI), Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel), dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memprotes keras aturan ini.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga ikut mengkritik aturan ini. Susi menyoroti kemudahan impor produk olahan ikan yang diberikan Lembong melalui aturan ini. Apalagi, pihaknya tidak diikutsertakan dalam penggodokan aturan tersebut.
Tak Perlu Khawatir MEA
Di sisi lain, Mendag menilai tak ada yang perlu dikhawatirkan dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang resmi akan dimulai pada 1 Januari 2016. Dengan adanya MEA, arus barang antar negara anggota ASEAN plus China, Jepang, dan Korea Selatan semakin bebas karena tak lagi dihambat tarif.
Menurut Thomas Lembong, MEA sebenarnya sudah dimulai sejak 2013 ketika 80% tarif sudah dihapuskan. Artinya, pemberlakuan MEA pada 1 Januari 2016 tak lebih dari sebuah seremoni saja.
"Buat saya, 1 Januari 2016 itu cuma seremonial saja, cuma pengakuan resmi kalau kita sudah mencapai 92%. Tapi pada kenyataannya dari 2 tahun lalu kita sudah menjadi 1 pasar," ungkap Lembong.
Dia menambahkan, nyatanya perekonomian Indonesia baik-baik saja sejak 2013, tidak ada dampak berarti dari pemberlakuan pasar bebas di ASEAN.
"Sebetulnya MEA itu sudah berlaku dari 2 tahun lalu. 2 tahun lalu sudah tercapai integrasi kira-kira 80% dari ekonomi ASEAN, semua perusahaan kita sudah bersaing. Yang terjadi dalam 2 tahun hanya meningkatkan integrasi dari 80 menjadi 92%, itu saja," tandasnya.
Berdasarkan hasil 'blusukan' ke berbagai daerah di Indonesia, Lembong menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM), sudah siap bersaing di MEA. MEA justru peluang bagi Indonesia untuk menguasai pasar di ASEAN.
Untuk semakin menambah daya dobrak UKM Indonesia di era MEA, pihaknya akan terus berupaya memangkas perizinan ekspor. Sebab, perizinan merupakan salah satu kendala utama bagi UKM untuk bisa melakukan ekspor.
"Perizinan yang banyak itu yang paling sulit untuk UKM. Kalau korporasi besar mungkin bisa mempekerjakan 4-5 orang untuk urus ngisi begitu banyak formulir, kalau UKM kan nggak mungkin. Harapan kita deregulasi bisa meringankan UKM kita," tutupnya. N
1
2
Komentar