Desa Adat Sampalan Gelar Ngadegang
SEMARAPURA, NusaBali
Krama Banjar Adat Sampalan, Desa Adat Dalem Setra Batununggul, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, menggelar upacara Ngadegang.
Ritual ini diawali prosesi Melasti di segara (pantai) setempat, Buda Wage Merakih, Rabu (29/12) pagi.
Ngadegang digelar setiap tahun sekali menjelang Tilem Sasih Kapitu, berbarengan dengan Buda Cemeng Merakih.
Usai Melasti, pelawatan Barong Bangkal dan pelawatan lainnya menuju perempatan desa adat. Prosesi di perempatan, Jero Pamangku menghaturkan banten Segehan Agung selama 45 menit. Selama prosesi itu, para pecalang sigap mengatur arus lalu lintas.
Dalam upacara itu, krama nedunang pelawatan Ida Bhatara Tirta. Selanjutnya, Ida Bhatara katuran nyejer selama 11 hari pada Penyimpangan Pura Gunung Hyang, di Banjar Sampalan. Saat panyineban Ida Batara, krama mendapatkan bagian tirta untuk disiratkan di parahyangan, pawongan, dan pelemahan masing-masing.
Kelian Banjar Sampalan I Dewa Made Suarjana menyampaikan Ngadegang bertujuan untuk keharmonisasi bhuana agung dan bhuana alit. Upacara ini setara dengan Paneduh Jagat, sebagaimana umunya di Bali. Jelasnya, ritual Ngadegang berasal dari kata ngadeg yang dapat diartikan menampakkan atau agar pelawatan Ida Bhatara ngadeg/nyejer selama 11 hari.
Ngadegang, kata Dewa Suarjana, juga memiliki makna untuk mengingatkan umat atau krama agar tetap menjaga keharmonisasi. "Keharmonisan itu antara manusia, sang maha pencipta, dan alam itu sendiri," kata Suarjana.
Perlengkapan upakara dan persiapan lainnya secara gotong royong dilakukan baik oleh krama maupun sekaa teruna. Rasa kebersamaan pun sangat kental meskipun di tengah globalisasi.
Bendesa Adat Dalem Setra Batununggul I Dewa Ketut Anom Astika menyampaikan upacara ini sebagai wujud terima kasih atas karunia yang sudah diberikan oleh Sang Penguasa Alam. "Awal tahun pada musim penghujan, upacara ini digelar, hal dimaksudkan agar jagat landuh, teduh dan rahayu serta terciptanya kedamaian," kata Dewa Anom. *wan
Usai Melasti, pelawatan Barong Bangkal dan pelawatan lainnya menuju perempatan desa adat. Prosesi di perempatan, Jero Pamangku menghaturkan banten Segehan Agung selama 45 menit. Selama prosesi itu, para pecalang sigap mengatur arus lalu lintas.
Dalam upacara itu, krama nedunang pelawatan Ida Bhatara Tirta. Selanjutnya, Ida Bhatara katuran nyejer selama 11 hari pada Penyimpangan Pura Gunung Hyang, di Banjar Sampalan. Saat panyineban Ida Batara, krama mendapatkan bagian tirta untuk disiratkan di parahyangan, pawongan, dan pelemahan masing-masing.
Kelian Banjar Sampalan I Dewa Made Suarjana menyampaikan Ngadegang bertujuan untuk keharmonisasi bhuana agung dan bhuana alit. Upacara ini setara dengan Paneduh Jagat, sebagaimana umunya di Bali. Jelasnya, ritual Ngadegang berasal dari kata ngadeg yang dapat diartikan menampakkan atau agar pelawatan Ida Bhatara ngadeg/nyejer selama 11 hari.
Ngadegang, kata Dewa Suarjana, juga memiliki makna untuk mengingatkan umat atau krama agar tetap menjaga keharmonisasi. "Keharmonisan itu antara manusia, sang maha pencipta, dan alam itu sendiri," kata Suarjana.
Perlengkapan upakara dan persiapan lainnya secara gotong royong dilakukan baik oleh krama maupun sekaa teruna. Rasa kebersamaan pun sangat kental meskipun di tengah globalisasi.
Bendesa Adat Dalem Setra Batununggul I Dewa Ketut Anom Astika menyampaikan upacara ini sebagai wujud terima kasih atas karunia yang sudah diberikan oleh Sang Penguasa Alam. "Awal tahun pada musim penghujan, upacara ini digelar, hal dimaksudkan agar jagat landuh, teduh dan rahayu serta terciptanya kedamaian," kata Dewa Anom. *wan
Komentar