Objek Wisata Tradisional Pengotan Perlu Ditangani Lebih Intensif
Kabupaten Bangli sejatinya memiliki beberapa potensi objek wisata desa tradisional. Tetapi penanganannya kurang maksimal. Sebut saja Daya Tarik Wisata Tradisional Desa Pakraman/Desa Pengotan, Kecamatan Bangli.
BANGLI, NusaBali
Saking lamanya tidak mendapat sentuhan tangan pemerintah, kini kondisinya sangat memprihatinkan.
Objek wisata yang berada paling ujung Kecamatan Bangli ini, berbatasan langsung dengan Kecamatan Kintamani. Sehingga udara di daerah ini, hampir sama dengan di Kintamani, yakni suhunya rata-rata 28 derajat Celcius.
Tata ruang pemukiman di Desa Pengotan berjejer linier utara-selatan, hampir sama dengan di Desa Penglipuran, Bangli dan Desa Bayung Gede, Kintamani.
Objek wisata ini sempat mendapat perhatian serius di era kepepimpinan bupati Bangli, Ida Bagus Agung Ladip, sekitar 20 tahun lalu. Saat itu pemerintah menggelontorkan bantuan untuk penataan objek wisata Desa Pengotan, berupa pemasangan paving sepanjang 600 meter. Namun, seiring berjalannya waktu dan bergantinya kepemimpinan, desa tradisional itu tidak mendapat perhatian oleh pemerintah, bahkan kini seperti diabaikan.
Bendesa Pakraman Pengotan I Wayan Kopok, saat dikonfirmasi, Senin (7/12), membenarkan hal tersebut. Padahal dukungan dari krama adat sangat tinggi untuk pengembangan objek wisata dimaksud. Dia sangat menyayangkan sikap pemerintah yang hingga kini tidak ada tindaklanjutnya.
“Di sini sudah tersedia akses jalan dan lahan parkir yang memadai. Tetapi sudah hampir 20 tahun tidak ada lagi tindak lanjut dari pemerintah,” ujarnya didampingi Prajuru Adat Pengotan I Wayan Nyarka.
Dijelaskannya, Desa Pakraman Pengotan terdiri dari 8 banjar adat dan 1.300 kepala keluarga (KK). Kedelapan banjar adat itu adalah Banjar Adat Dajan Umah, Delod Umah, Sunting, Padpadan, Penyebeh, Besenge, Yoh, dan Banjar Adat Tiying Desa. Dari sekian banjar tersebut, sebanyak 206 KK memiliki rumah adat tradisional, yang berada di sepanjang jalur paving.
“Namun, karena warga merasa kecewa terhadap pemerintah, kini hampir setengah dari 206 rumah tradisional itu, sudah diganti menggunakan dinding permanen (batako),” bebernya.
Meskipun demikian isi di dalam rumah masih tetap seperti sebelumnya, hanya dindingnya saja yang diganti. Pasalnya, kondisi rumah yang terbuat dari bedeg (dinding bambu) itu, mulai termakan usia. Bahkan ketika musim hujan, air hujan kerap masuk ke tempat tidur warga. “Kalau memang tempat ini benar-benar ingin dijadikan objek wisata desa tradisional, kami siap mengembalikan kondisi rumah seperti sediakala (tradisional),” tegasnya.
Kata dia, jika tempat ini serius digarap, selain bisa mengangkat perekonomian masyarakat setempat, juga akan mampu mendongkrak PAD Bangli dari sektor pariwisata. “Wisatawan domestik maupun manca negara sewaktu-waktu juga sering mampir ke sini. Namun, karena situasi seperti ini kami sama sekali tidak memungut retribusi,” akunya.
Sementara Kabid Bina Objek Disbudpar Bangli I Wayan Bona, saat dikonfirmasi membenarkan realita tersebut. Kata dia memang di Bangli memiliki potensi objek wisata yang cukup banyak. “Kami akan terus melakukan penataan dan pengelolaan, terutama objek wisata yang cukup potensial. Namun hal itu juga tidak terlepas karena terbenturnya anggaran,” ujarnya. 7 w
1
Komentar