Haru Biru Tahun Baru
Bagi perempuan itu tak ada tahun baru ia rasa seharu tahun ini. Putri sulungnya menikah, dua hari menjelang akhir tahun, diboyong lelaki dari kota yang berjarak lebih seratus kilo meter dari ia tinggal.
Ia peluk putrinya nyaris semalaman sebelum menjadi mempelai. Perasaannya campur aduk: antara bahagia dan derita, sedih dan gembira, antara senyum dan tangis.
Kemudian ia masuk kamar, merenung dalam gelap, membiarkan pikiran dan hatinya berkelana, dan memanggil-manggil ruh suaminya agar hadir nanti di hari pernikahan putri mereka.
Ia merenung khusuk, memusatkan dan menyatukan rasa dengan pikiran, seakan membiarkan tangannya melambai-lambai memanggil suami yang sangat ia cintai, meninggal tepat di malam pergantian tahun setahun lalu karena terpapar Covid-19.
“Datanglah sayang, saksikan putri kita menjadi mandiri, menempuh hidup bersama lelaki pilihan yang sudah kau kenal baik. Datanglah…..” pintanya dalam doa yang sarat harapan. Tiba-tiba ia mendengar pintu diketuk, putri satu-satunya masuk, terkejut menyaksikan ibunya bersimpuh bersamadi.
“Ke sini Nak, mohon restu pada Papa,” ajaknya sembari menyeka air mata.
Si anak tercenung, khawatir sesuatu berakibat gawat terjadi pada ibunya.
Banyak kisah tentang pasaangan yang tidak siap ditinggal mati, dirundung kesedihan tanpa henti, suka berhubungan dengan ruh, memanggil-manggil seperti penderita sakit ingatan. Akhirnya memilih mati mengikuti yang ia sayangi, karena khayalan merajuk dia, akan bertemu dengan orang terkasih di alam sana.
“Mama baik-baik saja kan?’ tanya si putri. Perempuan itu mengangguk.
“Sini, Nak, peluk Mama.” Dua wanita itu bertangisan. Si anak terharu karena ia akhirnya bisa membangun rumah tangga kendati dengan perasaan berat, namun mencoba lega. Jika tidak karena dorongan terus menerus dari bundanya, ia tak ingin menikah. Ia ingin menjaga si ibu yang pasti sendiri sepeninggal ia kawin. Si ibu terharu, akhirnya kuat juga melepas buah hati. Ia terus berusaha merapikan perasaan untuk terbiasa sendiri.
Bagi perempuan itu, keharuan adalah kekuatan, suasana hati yang membuat seseorang menjadi teguh. Dan ia pasti akan selalu terharu di tahun baru, karena harus kehilangan suami dan ditinggal anak. Ia dengan sekuat perasaan akan menjaga suasana haru itu agar tidak berbiak menjadi haru biru. Sebuah keadaan haru biru adalah kekacauan, mengaduk-aduk jiwa, pertanda kerusuhan dalam hati. Itu mungkin yang dikhawatirkan putrinya dan banyak orang, mereka yang mengalami haru biru perangainya seperti penderita sakit ingatan.
Di tahun baru banyak orang terharu karena bisa menyelami waktu dan usia bertambah. Mereka terharu karena bisa menikmati tahun yang lama hilang, tahun baru tiba, bunga-bunga mekar, dan hati pun tersenyum riang. Tapi, pasti banyak orang hatinya haru biru di tahun baru. Perasaannya seperti dilanda huru hara, kacau, riuh, seakan hendak diterkam bencana. Mereka yang bisnisnya terpuruk, kehilangan pendapatan, menjadi pengangguran, adalah mereka yang dilanda haru biru. Hari-hari akan datang adalah waktu yang gelap, dingin dan kelam.
Tahun-tahun baru sebelumnya disambut penuh girang banyak orang, karena bisa tamasya bersama keluarga dan pacar. Tapi tidak tahun ini, karena tak cukup uang, dan cuti kerja ditiadakan. Mereka di rumah saja, hanya dengan keluarga inti, karena banyak orang memutuskan tidak berkunjung ke mana pun. Jika dulu tahun-tahun baru orang-orang miskin tidak ke mana-mana karena tak ada cukup uang, sekarang orang yang punya cukup uang juga tidak ke mana pun, karena ada sekian peraturan melarang bepergian. Yang kaya dan miskin pun menjadi tak beda: sama-sama tidak ke mana-mana.
Begitulah senantiasa pergantian tahun: ada banyak orang terharu karena diberi kenikmatan, tapi sangat banyak yang dalam bekapan haru biru, karena keinginan tak tercapai, hasrat tidak terpenuhi.
Pandemi Covid-19 menjadikan gaya pergantian tahun jauh berbeda dari sebelumnya. Tapi, seperti biasa, semua orang mengaku bersyukur, mencoba untuk riang. Semua orang mencoba untuk haru, berusaha sekuat mungkin menghindari haru biru, dan berusaha menyimpan harapan-harapan besar, semoga bisa melalui tahun depan penuh kegemilangan. Begitulah cara manusia menghibur diri: menabung harapan dan janji-janji dalam hati.
Selamat tahun baru. 7
Aryantha Soethama
1
Komentar