Jaksa 'Gadungan' Minta Keadilan
”Pengembalian kerugian korban dan perdamaian sudah lakukan sebelum kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan,”
DENPASAR, NusaBali
Jaksa gadungan, Setiadji Munawar yang akan menjalani sidang tuntutan hari ini, Selasa (4/1) dalam kasus penipuan meminta keadilan. Pasalnya, selain sudah berdamai dengan korban, terdakwa Setiadji ternyata sudah mengembalikan seluruh kerugian korban.
“Kami sangat memohon, baik kepada jaksa maupun yang mulai majelis hakim untuk memberikan rasa keadilan kepada terdakwa Setiajdi,” ujar Irma yang merupakan adik kandung terdakwa Setiadji.
Apa yang dimohonkan oleh keluarga terdakwa cukup beralasan. Sebab antara terdakwa dan juga korban Liana Rosita Irawan sebenarnya sudah tidak ada masalah setelah pihaknya mengembalikan kerugian. Selain mengembalikan kerugian, antara korban dan terdakwa juga sudah ada perdamaian.”Pengembalian kerugian korban dan perdamaian sudah lakukan sebelum kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan,” terangnya.
Dijelaskannya, pengembalian kerugian yang diderita korban ini dibuktikan dengan adanya bukti transfer ke rekening atas nama korban pada tanggal 23 dan 24 Agustus 2021. “Dua kali transfer dengan nilai total Rp 200 juta, sedangkan sisahnya dibayar dengan uang tunai,” ungkapnya sembari menunjukkan bukti transfer dan surat perdamaian antara terdakwa dan korban yang ditandatangani tanggal 24 Agustus 2021.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa sebenarnya korban juga sudah mencabut laporannya di Polisi. ”Surat permohonan pencabutan laporan dibuat pada tanggal 24 Agustus 2021,” ungkap sembari memperlihatkan surat pencabutan laporan polisi yang juga ditandatangani oleh korban.
Sementara soal terdakwa yang disebut sebut mengaku sebagai jaksa, tidak dibenarkan oleh keluarga terdakwa. Dikatakannya, terdakwa selama ini tidak pernah mengaku sebagai jaksa. Hal ini juga dibenarkan oleh terdakwa saat diperiksa di depan pengadilan. “Jadi selama ini terdakwa sering membantu orang yang sedang bermasalah dengan hukum, mungkin karena itu dia dikira jaksa,” tegasnya.
Yang terakhir, dia mewakili keluarga terdakwa menyampaikan pemohonan maaf kepada semua pihak yang merasa tersakiti atau dirugikan atas apa yang dilakukan oleh terdakwa.” Kami mohon agar semua pihak mau memaafkan terdakwa,” pungkasnya.
Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa Setiadji melancarkan aksi kejahatannya dengan mengaku sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus Bidang Politik Keamanan Kejaksaan Agung Indonesia. Korban lalu curhat kepada SM yang dikenal dari temannya. Korban curhat sedang berhadapan dengan kasus perdata di Jakarta.
Dengan percaya diri, terdakwa langsung menawarkan diri membantu menyelesaikan masalah hukumnya. "Untuk meyakinkan terdakwa mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Kejaksaan Jakarta dan menunjukkan Surat Keterangan Perjalanan yang tertera sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus Bidang Politik Keamanan.
Terdakwa lalu meminta uang penanggganan perkara kepada korban senilai Rp 256,51 juta. Setelah mentransfer uang tersebut, korban mendatangi Kantor Kejagung di Jakarta untuk memeriksa identitas terdakwa. Ternyata tak ada jaksa yang bernama Setiadji Munawar. Kartu dan surat perjalanan terdakwa juga dipastikan palsu.
Berdasarkan informasi tim intelejen Kejagung terdakwa diburu dan ditangkap di sebuah penginapan di Denpasar. Dia lalu ditetapkan sebagai tersangka dan diserahkan pihak ke Polresta Denpasar untuk diproses lebih lanjut.
Atas perbuatannya, terdakwa yang sejatinya berprofesi sebagai dokter ini dijerat dengan pasal 372 KUHP atau pasal 378 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun. *rez
“Kami sangat memohon, baik kepada jaksa maupun yang mulai majelis hakim untuk memberikan rasa keadilan kepada terdakwa Setiajdi,” ujar Irma yang merupakan adik kandung terdakwa Setiadji.
Apa yang dimohonkan oleh keluarga terdakwa cukup beralasan. Sebab antara terdakwa dan juga korban Liana Rosita Irawan sebenarnya sudah tidak ada masalah setelah pihaknya mengembalikan kerugian. Selain mengembalikan kerugian, antara korban dan terdakwa juga sudah ada perdamaian.”Pengembalian kerugian korban dan perdamaian sudah lakukan sebelum kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan,” terangnya.
Dijelaskannya, pengembalian kerugian yang diderita korban ini dibuktikan dengan adanya bukti transfer ke rekening atas nama korban pada tanggal 23 dan 24 Agustus 2021. “Dua kali transfer dengan nilai total Rp 200 juta, sedangkan sisahnya dibayar dengan uang tunai,” ungkapnya sembari menunjukkan bukti transfer dan surat perdamaian antara terdakwa dan korban yang ditandatangani tanggal 24 Agustus 2021.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa sebenarnya korban juga sudah mencabut laporannya di Polisi. ”Surat permohonan pencabutan laporan dibuat pada tanggal 24 Agustus 2021,” ungkap sembari memperlihatkan surat pencabutan laporan polisi yang juga ditandatangani oleh korban.
Sementara soal terdakwa yang disebut sebut mengaku sebagai jaksa, tidak dibenarkan oleh keluarga terdakwa. Dikatakannya, terdakwa selama ini tidak pernah mengaku sebagai jaksa. Hal ini juga dibenarkan oleh terdakwa saat diperiksa di depan pengadilan. “Jadi selama ini terdakwa sering membantu orang yang sedang bermasalah dengan hukum, mungkin karena itu dia dikira jaksa,” tegasnya.
Yang terakhir, dia mewakili keluarga terdakwa menyampaikan pemohonan maaf kepada semua pihak yang merasa tersakiti atau dirugikan atas apa yang dilakukan oleh terdakwa.” Kami mohon agar semua pihak mau memaafkan terdakwa,” pungkasnya.
Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa Setiadji melancarkan aksi kejahatannya dengan mengaku sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus Bidang Politik Keamanan Kejaksaan Agung Indonesia. Korban lalu curhat kepada SM yang dikenal dari temannya. Korban curhat sedang berhadapan dengan kasus perdata di Jakarta.
Dengan percaya diri, terdakwa langsung menawarkan diri membantu menyelesaikan masalah hukumnya. "Untuk meyakinkan terdakwa mengaku sebagai jaksa yang bertugas di Kejaksaan Jakarta dan menunjukkan Surat Keterangan Perjalanan yang tertera sebagai Direktur Tindak Pidana Khusus Bidang Politik Keamanan.
Terdakwa lalu meminta uang penanggganan perkara kepada korban senilai Rp 256,51 juta. Setelah mentransfer uang tersebut, korban mendatangi Kantor Kejagung di Jakarta untuk memeriksa identitas terdakwa. Ternyata tak ada jaksa yang bernama Setiadji Munawar. Kartu dan surat perjalanan terdakwa juga dipastikan palsu.
Berdasarkan informasi tim intelejen Kejagung terdakwa diburu dan ditangkap di sebuah penginapan di Denpasar. Dia lalu ditetapkan sebagai tersangka dan diserahkan pihak ke Polresta Denpasar untuk diproses lebih lanjut.
Atas perbuatannya, terdakwa yang sejatinya berprofesi sebagai dokter ini dijerat dengan pasal 372 KUHP atau pasal 378 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun. *rez
1
Komentar