Mengenal Huruf Braille yang Digunakan Difabel Netra Membaca Bhagawad Gita hingga Geguritan
DENPASAR, NusaBali.com - Istilah huruf Braille barangkali sudah banyak yang pernah mendengar sebagai ‘tulisan’ yang memudahkan kaum difabel netra memperoleh informasi tertulis.
Namun, mungkin banyak yang belum tahu bagaimana huruf Braille digunakan difabel netra hingga mampu menangkap maksud yang ingin disampaikan oleh pemberi informasi.
Huruf Braille merupakan kombinasi dari 6 titik yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat mewakili sebuah abjad, angka, atau tanda baca dalam satu bahasa tertentu. Awalnya digunakan dalam mengkonversi huruf latin, kini huruf Braille sudah dikembangkan dalam menulis huruf Arab, Mandarin, bahkan Hanacaraka Bali.
“Huruf Braille terdiri dari 6 titik, dengan posisi yang berbeda memberi arti simbol angka atau huruf,” terang praktisi huruf Braille, I Ketut Sumartawan, Selasa (4/1/2022).
Sumartawan menuturkan, penempatan enam titik tersebut masing-masing tiga titik di bagian kiri dan tiga titik di bagian kanan. Misalnya jika satu titik terisi pada bagian paling atas bagian kiri merupakan simbol huruf A. Sedangkan jika dua titik teratas pada bagian sebelah kiri terisi maka itu merupakan simbol huruf B.
Sumartawan mengatakan, huruf Braille dikembangkan oleh Louis Braille berkebangsaan Prancis yang merupakan difabel netra pada sekitar tahun 1834. Louis Braille mengalami kecelakaan ketika masih muda terkena peralatan kerja ayahnya yang merupakan pembuat pelana kuda.
Sejak pertama kali dikembangkan oleh Louis Braille, huruf Braille terus diadaptasi ke dalam berbagai macam bahasa di dunia, dan telah digunakan untuk mengkonversi berbagai jenis buku atau literatur agar bisa dibaca oleh para difabel netra.
“Kita di Bali sudah dibuat Bhagawad Gita atau Sarasamuschaya menggunakan huruf Braille,” ucap Sumartawan yang juga Kepala Sekolah SLB Negeri 1 Denpasar.
Sumartawan mengungkapkan, para praktisi Braille di Bali saat ini sedang merevitalisasi penggunaan huruf Braille ke dalam huruf Bali (hanacaraka). Dikatakan huruf Braille dalam bahasa Bali sebenarnya sudah dikembangkan sebelumnya, namun seiring perkembangan teknologi sudah mulai ditinggalkan oleh generasi saat ini.
Karena sudah sempat dikembangkan ke dalam Bahasa Bali, difabel netra bahkan bisa membaca geguritan yang tersedia dalam huruf Braille. “Itu dikonsumsi oleh teman-teman tuna netra karena banyak yang ikut pesantian,” terang Sumartawan yang merupakan lulusan University of Norway bidang Special Need Education.
Dunia memperingati Hari Braille setiap 4 Januari bertepatan hari lahir Louis Braille 4 Januari 1809. Hari Braille sedunia diinisiasi oleh PBB sejak tahun 2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai peran penting Braille sebagai alat komunikasi, terutama bagi penyandang disabilitas netra. *adi
1
Komentar