GUPBI Minta Syarat Diperlonggar
Pengiriman Babi ke Luar Daerah
DENPASAR,NusaBali
Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) meminta syarat pengiriman babi ke luar daerah diperlonggar.
Terutama syarat uji lab sample darah, kalau bisa agar ditiadakan. Atau kalau memang wajib, GUPBI berharap pengambilan sample dilakukan secara acak atau random. Ketua GUPBI Bali Ketut Hary Suyasa mengatakan Selasa(4/1).
Hal itu disampaikan Suyasa terkait kendala-kendala dalam bisnis, terutama pengiriman babi. “Pasar di luar sangat terbuka,” ujar Hary Suyasa.
Kata dia permintaan babi cukup tinggi dengan harga yang lumayan menguntungkan. Hary Suyasa mencontohkan Jakarta. Harga perkilo babi hidup pada saat ini Rp 65.000. “Itu cukup menggairahkan,” ungkap Hary Suyasa.
Hanya saja untuk pengiriman babi ke luar daerah tidak gampang. Pertama untuk bisa mengirim, minimal jumlahnya 70-80 ekor babi. Yang kedua babi yang dikirim harus uji sample darah hanya di satu tempat.
Persyaratan ini dikatakan Hary Suyasa, cukup memberatkan. Khususnya bagi peternak kecil, dengan peliharaan misalnya 10 atau 20 ekor. Secara teknis, kata Hary Suyasa sulit bagi peternak kecil untuk membawa ternak mereka ke suatu tempat untuk dicek darahnya.
Padahal diharapkan, produksi peternak skala kecil bisa juga diperdagangkan dikirim ke luar daerah. Karena memang harganya lebih menguntungkan.
Karena kendala persyaratan tersebut, kata Hari Suyasa yang bisa mengirim babi ke luar daerah peternak perusahaan besar saja. Sedang peternak kecil susah. Alasan itulah, GUPBI kata Hary Suyasa meminta Pemerintah bisa memberi kelonggaran persyaratan pengiriman babi ke luar daerah. Uji sample darah agar ditiadakan. “Cukup dengan cek klinis fisik saja,” kata Hary Suyasa.
Karena test klinis fisik, yakni mengamati kondisi fisik ternak sudah cukup untuk mengetahui, sehat atau tidaknya ternak.
“Ciri-ciri fisik ternak sehat bagaimana. Kami kira sudah cukup,” ujar dia. Atau kalua harus test darah, Hary Suyasa meminta dilakukan secara acak saja. “Agar peternak kecil bersama peternak besar bisa juga menjual babi ke luar daerah,” ucapnya.
Harapan tersebut, kata Hary Suyasa juga sudah disampaikan kepada Dewan (DPRD Bali). “Kami sudah menghadap Komisi V (DPRD Bali) sebelum tahun baru,” ungkap Hary Suyasa.
Sementara serapan babi di Bali saat ini menurun. Hal itu disebabkan sudah lewat hari Galungan dan sasih atau musim upacara, baik upacara di pura seperti odalan, upacara keluarga diantaranya upacara perkawinan.
“Memang ada industri kuliner, namun belum cukup kuat menyerap produksi babi,” jelas Hary Suyasa. Populasi babi saat ini diperkirakan 60 persen dari perkiraan populasi sebelumnya. “Kalau dulu sekitar 1 juta ekor, sekarang sekitar 60 persen. Itu menurut kami GUPBI,” ujar Hary Suyasa. *K17
Komentar