Diyakini Jadi Sthana Gajah Mada, Lokasi Favorit untuk Mohon Berkah
Pura Petilasan Cempaka Majapahit di Tengah Hutan Kawasan Desa Beresela, Kecamatan Payangan
Ada pohon cempaka yang disucikan di Petilasan Cempaka Majapahit. Anehnya, pohon cempaka keramat tersebut tidak kunjung membesar sejak puluhan tahun silam
GIANYAR, NusaBali
Pura Petilasan Cempaka Majapahit yang berada di tengah hutan kawasan Banjar/Desa Beresela, Kecamatan Payangan, Gianyar mulai ramai didatangi pemedek dari berbagai pelosok Bali. Mereka tangkil ke Petilasan Cempaka Majapahit untuk mohon berkah kesembuhan, naik jabatan, hinga sukses dalam usaha, karena Ida Bhatara yang bersthana di pura ini diyakini bares (pemurah). Pura ini diyakini menjadi sthata dari Mahapatih Gajah Mada.
Kelian Pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit, I Gusti Ngurah Agus Supriadi, mengatakan pura ini baru mulai dikenal luas oleh krama Bali sejak 3 tahun terakhir. Sebelumnya, pura ini hanya diketahui oleh segelintir orang.
Awalnya, kata IGN Agus Supriadi, tidak banyak orang tahu keberadaan Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Apalagi, palinggih yang ada di pura ini hanya berupa asagan atau susunan batu-batu. Selain itu, suasana suci dan nuansa sakral di lokasi membuat krama takut tangkil ke pura ini.
"Saat itu, lokasi berdirinya pura ini sangat ditakuti masyarakat karena dianggap angker, terutama malam hari. Sebab, di sini kerap terdengar adanya suara-suara menyeramkan," ungkap Agus Supriadi kepada NusaBali, Selasa (4/1) lalu.
Meski demikian, lokasi Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini dari dulu sangat disucikan krama setempat. Lokasi pura ini berada di tempat lapang kawasan hutan. Sesuai namanya, ada pohon cempaka yang disucikan di pura ini. "Anehnya, pohon cempaka ini tidak kunjung membesar sejak puluhan tahun silam. Dari dulu ada semacam asagan atau tempat orang sembahyang di sini," jelas Agus Supriadi.
Namun, kata Agus Supriadi, Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini berangsur-angsur mendapatkan perhatian sejak krama pangempon bersama Perguruan Tenaga Dalam Bambu Kuning menggelar kegiatan di sana. Saat itu, Agus Supriadi cs membuat pendopo, kamar mandi, dan dapur.
"Alasan kami ke sana (lokasi pura) karena tidak ada tempat yang representatif untuk latihan pernapasan. Jadi, kami latihan di sana, sehingga dibuatlah kamar mandi dan dapur. Ada juga bak sampah. Sebelumnya di sana susah ada wantilan yang murni dibangun oleh pangempon pura," terang Agus Supriadi yang juga anggota Fraksi Gerindra DPRD Gianyar dua kali periode (2014-2019, 2019-2024).
Lambat laun, kata Agus Supriadi, pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit ingin melestarikan kawasan suci ini. Kemudian, puing-puing bangunan suci (palinggih) yang terbengkalai dari dulu coba diperbaiki kembali. Saat itu, puing bangunan dikumpulkan, lalu dicarikan undagi (arsitek tradisional) terbaik agar bisa menyusun puing-puing tersebut kembali utuh seperti aslinya.
"Puranya saat ini ala Majapahit. Namun, karena berada di Bali, maka ada unsur-unsur ornamen Balinya juga. Menurut kepercayaan orangtua, dulu tempat ini adalah lokasi Mahapatih Gadjah Mada (Patih Kerajaan Majapahit) mohon pawisik atau petunjuk niskala untuk strategi perang," tegas Agus Supriadi.
Menurut Agus Supriadi, palinggih di pura diperkirakan sudah hampir 500 tahun tidak diperbaiki. Lambat laun tempat suci umat Hindu yang diberi nama Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini mulai ditata. Setelah dibangun palinggih, tahun 2019 lalu ada seorang sulinggih dari Jembrana tangkil ke pura ini.
Ida Pedanda dari Griya Sigaran, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana itu saat tangkil konon mendapat pawisik bahwa Patih Gadjah Mada bersthana di Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Atas pawisik tersebut, kata Agus Supriadi, sulinggih tersebut kemudian menyumbangkan biaya untuk menyucikan pura lewat upacara mendem pedagingan, mecaru, lan rsi gana.
"Biaya yang dihabiskan untuk upacara mencapai sekitar Rp 150 juta. Namun, karena marasa tidak enak, maka saya bersama pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit ikut nyumbangkan Rp 45 juta," beber Agus Supriadi.
Agus Supriadi menyebutkan, setelah pembangunan dan upacara penyucian, banyak umat yang tangkil sembahyang ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit. Pamedek bukan hanya dari kawasan Gianyar, namun seluruh Bali. "Sebagian besar dari mereka tahu pura ini melalui pawisik. Kedatangan mereka ada yang mohon berkah rezeki, jabatan, dan ada pula mohon kesembuhan," katanya.
Disebutkan, krama yakin Ida Bhatara Sesuhunan yang bersthana di Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini bares atau pemurah. Buktinya, banyak pamedek yang permohonannya terkabulkan setelah kangkil ke pura ini.
Versi Agus Supriadi, pernah ada seorang kepala desa (Perbekel) yang tangkil bersama timnya jelang Pemilihan Perbekel (Pilkel) serentak. Saat itu, Pilkel di desanya sangat berat, karena lawan-lawan sang incumbent rata-rata calon kuat. “Setelah memohon di Pura Petilasan Cempaka Majapahit, calon incumbent ini berhasil menang Pilkel dengan selisih hanya satu suara,” beber Agus Supriadi.
“Saya sendiri juga memohon di Pura Petilasan Cempaka Majapahit agar bisa menang dalam tarung Pileg. Astungkara, kini saya bisa dua periode menjabat sebagai anggota DPRD Gianyar," imbuhnya.
Selain itu, kata Agus Supriadi, pernah juga ada pamedeg yang tangkil ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit setelah kondisi usahanya bangkrut. Setelah tangkil, permohonannya terkabulkan.
“Pernah juga ada krama dari Bangli yang mau operasi ginjal tangkil ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Karena tidak punya uang untuk operasi, yang bersangkutan mohon berkah di pura ini. Sekarang orangnya sudah sembuh dari sakit," kidah Agus Supriadi.
Itu sebabnya, informasi soal baresnya Ida Bhatara yangh bersthaa di Pu-ra Petilasan Cempaka Majapahit semakin menyebar luas di masyarakat. Pamedek yang tangkil pun semakin padat. *nvi
Kelian Pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit, I Gusti Ngurah Agus Supriadi, mengatakan pura ini baru mulai dikenal luas oleh krama Bali sejak 3 tahun terakhir. Sebelumnya, pura ini hanya diketahui oleh segelintir orang.
Awalnya, kata IGN Agus Supriadi, tidak banyak orang tahu keberadaan Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Apalagi, palinggih yang ada di pura ini hanya berupa asagan atau susunan batu-batu. Selain itu, suasana suci dan nuansa sakral di lokasi membuat krama takut tangkil ke pura ini.
"Saat itu, lokasi berdirinya pura ini sangat ditakuti masyarakat karena dianggap angker, terutama malam hari. Sebab, di sini kerap terdengar adanya suara-suara menyeramkan," ungkap Agus Supriadi kepada NusaBali, Selasa (4/1) lalu.
Meski demikian, lokasi Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini dari dulu sangat disucikan krama setempat. Lokasi pura ini berada di tempat lapang kawasan hutan. Sesuai namanya, ada pohon cempaka yang disucikan di pura ini. "Anehnya, pohon cempaka ini tidak kunjung membesar sejak puluhan tahun silam. Dari dulu ada semacam asagan atau tempat orang sembahyang di sini," jelas Agus Supriadi.
Namun, kata Agus Supriadi, Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini berangsur-angsur mendapatkan perhatian sejak krama pangempon bersama Perguruan Tenaga Dalam Bambu Kuning menggelar kegiatan di sana. Saat itu, Agus Supriadi cs membuat pendopo, kamar mandi, dan dapur.
"Alasan kami ke sana (lokasi pura) karena tidak ada tempat yang representatif untuk latihan pernapasan. Jadi, kami latihan di sana, sehingga dibuatlah kamar mandi dan dapur. Ada juga bak sampah. Sebelumnya di sana susah ada wantilan yang murni dibangun oleh pangempon pura," terang Agus Supriadi yang juga anggota Fraksi Gerindra DPRD Gianyar dua kali periode (2014-2019, 2019-2024).
Lambat laun, kata Agus Supriadi, pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit ingin melestarikan kawasan suci ini. Kemudian, puing-puing bangunan suci (palinggih) yang terbengkalai dari dulu coba diperbaiki kembali. Saat itu, puing bangunan dikumpulkan, lalu dicarikan undagi (arsitek tradisional) terbaik agar bisa menyusun puing-puing tersebut kembali utuh seperti aslinya.
"Puranya saat ini ala Majapahit. Namun, karena berada di Bali, maka ada unsur-unsur ornamen Balinya juga. Menurut kepercayaan orangtua, dulu tempat ini adalah lokasi Mahapatih Gadjah Mada (Patih Kerajaan Majapahit) mohon pawisik atau petunjuk niskala untuk strategi perang," tegas Agus Supriadi.
Menurut Agus Supriadi, palinggih di pura diperkirakan sudah hampir 500 tahun tidak diperbaiki. Lambat laun tempat suci umat Hindu yang diberi nama Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini mulai ditata. Setelah dibangun palinggih, tahun 2019 lalu ada seorang sulinggih dari Jembrana tangkil ke pura ini.
Ida Pedanda dari Griya Sigaran, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana itu saat tangkil konon mendapat pawisik bahwa Patih Gadjah Mada bersthana di Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Atas pawisik tersebut, kata Agus Supriadi, sulinggih tersebut kemudian menyumbangkan biaya untuk menyucikan pura lewat upacara mendem pedagingan, mecaru, lan rsi gana.
"Biaya yang dihabiskan untuk upacara mencapai sekitar Rp 150 juta. Namun, karena marasa tidak enak, maka saya bersama pangempon Pura Petilasan Cempaka Majapahit ikut nyumbangkan Rp 45 juta," beber Agus Supriadi.
Agus Supriadi menyebutkan, setelah pembangunan dan upacara penyucian, banyak umat yang tangkil sembahyang ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit. Pamedek bukan hanya dari kawasan Gianyar, namun seluruh Bali. "Sebagian besar dari mereka tahu pura ini melalui pawisik. Kedatangan mereka ada yang mohon berkah rezeki, jabatan, dan ada pula mohon kesembuhan," katanya.
Disebutkan, krama yakin Ida Bhatara Sesuhunan yang bersthana di Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini bares atau pemurah. Buktinya, banyak pamedek yang permohonannya terkabulkan setelah kangkil ke pura ini.
Versi Agus Supriadi, pernah ada seorang kepala desa (Perbekel) yang tangkil bersama timnya jelang Pemilihan Perbekel (Pilkel) serentak. Saat itu, Pilkel di desanya sangat berat, karena lawan-lawan sang incumbent rata-rata calon kuat. “Setelah memohon di Pura Petilasan Cempaka Majapahit, calon incumbent ini berhasil menang Pilkel dengan selisih hanya satu suara,” beber Agus Supriadi.
“Saya sendiri juga memohon di Pura Petilasan Cempaka Majapahit agar bisa menang dalam tarung Pileg. Astungkara, kini saya bisa dua periode menjabat sebagai anggota DPRD Gianyar," imbuhnya.
Selain itu, kata Agus Supriadi, pernah juga ada pamedeg yang tangkil ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit setelah kondisi usahanya bangkrut. Setelah tangkil, permohonannya terkabulkan.
“Pernah juga ada krama dari Bangli yang mau operasi ginjal tangkil ke Pura Petilasan Cempaka Majapahit ini. Karena tidak punya uang untuk operasi, yang bersangkutan mohon berkah di pura ini. Sekarang orangnya sudah sembuh dari sakit," kidah Agus Supriadi.
Itu sebabnya, informasi soal baresnya Ida Bhatara yangh bersthaa di Pu-ra Petilasan Cempaka Majapahit semakin menyebar luas di masyarakat. Pamedek yang tangkil pun semakin padat. *nvi
1
Komentar