Komisi II Sebut Mubazir, Komisi III Bilang Harus Jalan
Pro-Kontra Soal Operasional Bus Metro Dewata Semakin Memanas
DENPASAR, NusaBali
Persoalan operasional Bus Trans Metro Dewata di Jalur Sarbagita (Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan) yang dikeluhkan sopir angkutan pariwisata, semakin memanas.
Komisi III DPRD Bali mengatakan operasional Busa Trans Metro yang untuk kepentingan publik, harus diutamakan. Sebaliknya, Komisi II DPRD Bali sebelumnya minta evaluasi operasional Bus Trans Metro, karena dianggap mubazir dan selama ini caplok penumpang pariwisata.
Ketua Komisi III DPRD Bali (yang antara lain membidangi masalah perhubungan), AA Ngurah Adi Ardhana alias Gung Adhi, mengatakan Bus Trans Metro merupakan program Kementerian Perhubungan dalam menyediakan alternatif kendaraan publik, sebagai upaya melayani masyarakat dalam beraktivitas. "Sebuah kota atau daerah akan dikategorikan kota maju apabila memiliki transportasi publik yang baik dan berkualitas," ujar Gung Adhi di Denpasar, Kamis (6/1).
Politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini menegaskan, transportasi publik wajib diupayakan dalam agenda mengurangi kepadatan dan kemacetan yang terjadi. Biasanya, kemacetan lalulintas terjadi pada pada pusat kegiatan masyarakat. "Di Bali terjadi kemacetan, termasuk juga di dalamnya destinasi-destinasi wisata," tegas politisi yang juga praktisi pariwisata ini.
Menurut Gung Adhi, beroperasinya Bus Trans Metro harus dilihat dalam sudut pandang berbeda. Beroperasinya Bus Trans Metro sejak 9 September 2020 ini bertujuan untuk memberi pelayanan berkualitas bagi wisatawan. Selain itu, juga bertujuan menjaga dan meningkatkan sumber-sumber ekonomi masyarakat yang dikenal dalam bingkai sus-tainable tourism (pariwisata yang berkelanjutan).
Alternatif kendaraan publik, kata Gung Adhi, adalah bagian pelayanan dasar kepada masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mengupayakannya secara maksimal. "Sungguh tidak bijak harus mengalahkan fasilitas masyarakat umum demi kepentingan satu kelompok saja," sodok Gung Adhi.
Versi Gung Adhi, akan lebih bijak apabila stakeholder terkait menganalisa dengan jernih masalah ini. Apalagi, ke depan Bali menuju quality tourism, yang tentunya sektor angkutan pariwisata private menjadi alternatif penting, dengan syarat kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan.
Kalaupun saat ini terjadi kekhawatiran, kata Gung Adhi, tentu harus dilihat dengan jernih. Sebab, saat ini situasi krisis ekonomi. “Kondisi pariwisata di Bali yang menjadi kekhawatiran, tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena memang pandemi Covid-19," katanya.
Wisatawan yang datang ke Bali saat ini, kata Gung Adhi, jumlahnya masih jauh dari kapasitas sebenarnya. Karena itu, desakan untuk menghentikan operasional Bus Trans Metro dianggap terlalu jauh, tanpa kajian matang, serta mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPRD Bali (yang membidangi pariwisata), I Ketut Suwandhi, mengatakan beroperasinya Bus Trans Metro mengakibatkan banyak turis beralih ke angkutan publik yang diluncurkan pemerintah pusat tersebut. Maklum, penumpang Bus Trans Metro digratiskan.
Suwandhi mengaku banyak menerima keluhan para sopir angkutan pariwisata, yang selama ini melayani wisatawan melalui konter-konter hotel menuju kawasan wisata. Namun, sejak beroperasinya Bus Trans Metro yang digratiskan, banyak wisatawan beralih ke angkutan publik tersebut. "Para sopir angkutan pariwisata jadinya banyak kehilangan pelanggan, karena Bus Trans Metro ini menjadi pilihan wisatawan lanteran digratiskan," papar politisi Golkar ini dalam keterangan persnya di Denpasar, Rabu (5/1) siang.
Suwandhi mengingatkan, selama setahun lebih beroperasi, Bus Trans Metro sebenarnya mubazir. Sebab, tidak banyak penumpang umum yang memanfaatkan angkutan publik tersebut. "Karena itu, lebih baik armada Bus Trans Metro ini dihibahkan kepada sekolah-sekolah untuk layanan antar jemput, daripada mematikan angkutan pariwisata," jelas mantan Wakil Ketua DPRD Bali 2009-2014 ini.
Suwandhi menegaskan, para sopir angkutan pariwisata yang biasa mendrop turis dari konter hotel ke tempat wisata, kini kehilangan peluang rezeki di tengah pandemi Covid-19 ini. "Kami berharap Dinas Perhubungan Provinsi Bali melakukan kajian dengan stakeholder terkait. Ada ratusan unit Bus Trans Metro beroperasi mencaplok rezeki sopir angkutan pariwisata. Ada ribuan sopir itu kehilangan rezekinya," katanya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Angkutan Wisata Bali (Pawiba), I Nyoman Sudiarta, mengatakan para pelaku usaha yang tergabung dalam Pawiba sangat dirugikan dengan beroperasinya Bus Trans Metro. Menurut Sudiarta, tidak benar kalau Bus Trans Metro yang merupakan proyek pusat untuk kota besar ini hanya beroperasi di Denpasar. "Bus ini juga beroperasi di Badung, Tabanan, dan Gianyar. Bahkan, sasaran penumpang bukan di halte yang ditentukan lagi, tapi sudah seenaknya ngambil di jalan-jalan kawasan pariwisata seperti Ubud,” sesal Sudiarta di Denpasar, Kamis kemarin.
Sudiarta menyebutkan, kasus serupa juga terjadi di kawasan Bandara Ngurah Rai dan Terminal Mengwi (Badung). Padahal, di kawasan itu sudah ada angkutan yang tergabung dalam koperasi dan UMKM. "Menurut kami, sebaiknya Bus Trans Metro Dewata ini dialihkan ke jalur perintis saja. Misalnya, Kecamatan Petang (Badung), Selemadeg (Tabanan), dan jalur perintis lainnya."
Menurut Sudiarta, keberadaan Bus Trans Metro yang merupakan proyek APBN tidaklah tepat, karena bukan proyek untuk masyarakat Bali. "Ini proyek pusat yang rugikan rakyat. Yang diuntungkan bukan masyarakat. Kami angkutan pariwisata Bali justru harus melawan bisnisnya pemerintah pusat," keluh pria asal Desa Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara ini. *nat
Komentar