Gunakan Teknik Continues Translation, Berangan Jadi Pengacara
Kendala yang sering dihadapi penerjemah terdakwa warga negara asing dalam persidangan adalah manakala tidak bisa mengerti istilah hukum, sehingga sering terjadi mis dengan apa yang diartikan
Chandra Devi Katharina Nutz SH, Penerjemah Terdakwa Warga Negara Asing di PN Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Mencari penerjemah bahasa asing di Bali, mungkin tidak terlalu sulit. Namun, untuk mencari penerjemah khusus terdakwa warga negara asing (WNA) dalam sidang pengadilan, sangatlah sulit. Pasalnya, sang penerjemah tidak hanya dituntut menguasai bahasa asing, namun juga harus mengeri bahasa hukum. Salah satu dari sedikt penerjemah asing di pengadilan itu adalah Chandra Devi Katharina Nutz SH, 29, yang dalam menjalankan profesinya menggunakan teknik ‘continues translation’.
Chandra Devi Katharina Nutz, penerjemah asing yang tinggal di Banjar Lebah Sari, Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Badung, selama ini mendapat kepercayaan dari pihak kejaksaan maupun pengadilan untuk duduk di sebelah terdakwa WNA atau saksi guna menerjemahkan keterangannya dalam sidang di PN Denpasar. Selain Chandra Devi, ada beberapa lagi penerjemah terdakwa asing yang dipercaya kejaksaan dan pengadilan di PN Denpasar.
Perjalanan Chandra Devi sebagai penerjemah dimulai sekitar tahun 2014 lalu. Saat itu, wanita cantik blasteran Austria-Indonesia ini diminta ayahndanya, Gerhard L Nutz, untuk menerjemahkan kasus perceraian salah seorang temannya. Meski tidak jadi digunakan sebagai penerjemah, karena belum memiliki kartu spesial, namum dari sanalah awal ketertarikan perempuan kelahiran 23 September 1988 ini di dunia penerjemah.
Pada 2015, kasus yang melibatkan warga asing di Bali semakin meningkat tajam. Sementara di Bali sendiri hanya ada satu penerjemah khusus yang digunakan kejaksaan dan pengadilan kala itu, yakni Wayan Ana. Bagi Chandra Devi, ini adalah lahan pekerjaan. Dia pun rela meninggalkan pekerjaan terdahulu di bidang retailing dan marketing.
“Waktu itu, saya diminta Pak Wayan Ana dan pihak kejaksaan untuk membantu menjadi penerjemah asing. Dan, saya mulai aktif bersidang sebagai penerjemah,” kenang Chandra Devi kepada NusaBali di PN Denpasar, beberapa hari lalu.
Bermodalkan pendidikan sebagai Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Unud plus belajar secara otodidak, Chandra Devi kemudian langsung kebanjiran tawaran untuk menjadi penerjemah dalam sidang-sidang pengadilan yang melibatkan warga asing. Lagipula, ibu satu anak ini juga merupakan satu-satunya penerjemah yang menguasai Bahasa Jerman. “Mengusai dua bahasa, yaitu Inggris dan Jerman. Untuk Bahasa Jerman, saya satu-satunya di Bali,” beber Chandra devi.
Menurut Chandra Devi, untuk menerjemahkan perkara di pengadilan, sangat berbeda jauh dengan menerjemahkan orang berbicara biasa. Dalam persidangan, Chandra Devi menggunakan teknik continues translation. Intinya, saat orang berbicara, dia hanya bisa memberikan waktu lima detik jeda dan langsung menerjemhkan bahasa tersebut.
“Jadi, saya tidak menunggu sampai kalimat habis. Setiap orang bicara lima detik, langsung saya terjemahkan sambil saya mendengarkan lagi apa yang dikatakan untuk diterjemahkan selanjutnya,” terang Chandra Devi.
Selain mempermudah perangkat pengadilan mengerti, teknik continues translation itu juga bisa memperlihatkan raut wajah orang saat memberi keterangan. Apalagi, dalam persidangan, tidak hanya keterangan yang didengar, melainkan juga raut wajah orang yang memberi keterangan. “Kalau menunggu satu kalimat habis, biasanya apa yang diterangkan dengan raut wajah berbeda. Bisa jadi multi tasking,” jelas Chandra Devi.
Kendala yang sering dihadapi dalam persidangan adalah ketika Chandra Devi tidak bisa mengerti istilah hukum. Sehingga sering terjadi miss dengan apa yang diartikan dan menghambat sidang. Sementara pengalaman yang paling berharga selama menjadi penerjemah terdakwa WNA adalah saat Chandra Devi ditunjuk sebagai penerjemah dalam sidang kasus pembunuhan polisi dengan dua terdakwa pasangan kekasih bule: David James Taylor (asal Inggris) dan Sara Connor (asal Australia), yang kini masih berjalan di PN Denpasar.
Menurut Chandra Devi, selain mendapat penghasilan yang cukup lumayan dari profesinya sebagai penerjemah di persidangan, dirinya juga memperoleh banyak pengalaman dan pelajaran, khusunya dalam bidang hukum. Hanya saja, berapa honor yang diterima dalam setiap perkara, Chandra Devi enggan menyebutkannya. Namun, kata dia, bayaran yang diterima langsung dari klien berbeda dengan saat dirinya diminta oleh institusi kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. “Yang pasti cukuplah,” katanya.
Hingga saat ini, sudah puluhan perkara melibatkan warga asing yang diterjemahkan Chandra Devi di sidang pengadilan. Namun, jadi penerjemah sebetulnya bukanlah cita-citanya. Sejak kecil Chandra Devi bermimpi jadi praktisi hukum dan tetap berharap ke depannya bisa mewujudkannya dengan menjadi pengacara.
Dalam short discription yang ditulis Chandra Devi, juga sangat terkait dengan dunia hukum, khususnya di Indonesia. Itu sebabnya, setelah menyelesaikan pendidikan SMA di Austria dan menguasai Bahasa Jerman, Chandra Devi pilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Unud, untuk menggapai impiannya menjadi praktisi hukum. “Saat ini, saya adalah praktisi hukum yang siap menaklukkan dunia,” tulis Chandra Devi dalam short discription-nya. *rez
DENPASAR, NusaBali
Mencari penerjemah bahasa asing di Bali, mungkin tidak terlalu sulit. Namun, untuk mencari penerjemah khusus terdakwa warga negara asing (WNA) dalam sidang pengadilan, sangatlah sulit. Pasalnya, sang penerjemah tidak hanya dituntut menguasai bahasa asing, namun juga harus mengeri bahasa hukum. Salah satu dari sedikt penerjemah asing di pengadilan itu adalah Chandra Devi Katharina Nutz SH, 29, yang dalam menjalankan profesinya menggunakan teknik ‘continues translation’.
Chandra Devi Katharina Nutz, penerjemah asing yang tinggal di Banjar Lebah Sari, Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Badung, selama ini mendapat kepercayaan dari pihak kejaksaan maupun pengadilan untuk duduk di sebelah terdakwa WNA atau saksi guna menerjemahkan keterangannya dalam sidang di PN Denpasar. Selain Chandra Devi, ada beberapa lagi penerjemah terdakwa asing yang dipercaya kejaksaan dan pengadilan di PN Denpasar.
Perjalanan Chandra Devi sebagai penerjemah dimulai sekitar tahun 2014 lalu. Saat itu, wanita cantik blasteran Austria-Indonesia ini diminta ayahndanya, Gerhard L Nutz, untuk menerjemahkan kasus perceraian salah seorang temannya. Meski tidak jadi digunakan sebagai penerjemah, karena belum memiliki kartu spesial, namum dari sanalah awal ketertarikan perempuan kelahiran 23 September 1988 ini di dunia penerjemah.
Pada 2015, kasus yang melibatkan warga asing di Bali semakin meningkat tajam. Sementara di Bali sendiri hanya ada satu penerjemah khusus yang digunakan kejaksaan dan pengadilan kala itu, yakni Wayan Ana. Bagi Chandra Devi, ini adalah lahan pekerjaan. Dia pun rela meninggalkan pekerjaan terdahulu di bidang retailing dan marketing.
“Waktu itu, saya diminta Pak Wayan Ana dan pihak kejaksaan untuk membantu menjadi penerjemah asing. Dan, saya mulai aktif bersidang sebagai penerjemah,” kenang Chandra Devi kepada NusaBali di PN Denpasar, beberapa hari lalu.
Bermodalkan pendidikan sebagai Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Unud plus belajar secara otodidak, Chandra Devi kemudian langsung kebanjiran tawaran untuk menjadi penerjemah dalam sidang-sidang pengadilan yang melibatkan warga asing. Lagipula, ibu satu anak ini juga merupakan satu-satunya penerjemah yang menguasai Bahasa Jerman. “Mengusai dua bahasa, yaitu Inggris dan Jerman. Untuk Bahasa Jerman, saya satu-satunya di Bali,” beber Chandra devi.
Menurut Chandra Devi, untuk menerjemahkan perkara di pengadilan, sangat berbeda jauh dengan menerjemahkan orang berbicara biasa. Dalam persidangan, Chandra Devi menggunakan teknik continues translation. Intinya, saat orang berbicara, dia hanya bisa memberikan waktu lima detik jeda dan langsung menerjemhkan bahasa tersebut.
“Jadi, saya tidak menunggu sampai kalimat habis. Setiap orang bicara lima detik, langsung saya terjemahkan sambil saya mendengarkan lagi apa yang dikatakan untuk diterjemahkan selanjutnya,” terang Chandra Devi.
Selain mempermudah perangkat pengadilan mengerti, teknik continues translation itu juga bisa memperlihatkan raut wajah orang saat memberi keterangan. Apalagi, dalam persidangan, tidak hanya keterangan yang didengar, melainkan juga raut wajah orang yang memberi keterangan. “Kalau menunggu satu kalimat habis, biasanya apa yang diterangkan dengan raut wajah berbeda. Bisa jadi multi tasking,” jelas Chandra Devi.
Kendala yang sering dihadapi dalam persidangan adalah ketika Chandra Devi tidak bisa mengerti istilah hukum. Sehingga sering terjadi miss dengan apa yang diartikan dan menghambat sidang. Sementara pengalaman yang paling berharga selama menjadi penerjemah terdakwa WNA adalah saat Chandra Devi ditunjuk sebagai penerjemah dalam sidang kasus pembunuhan polisi dengan dua terdakwa pasangan kekasih bule: David James Taylor (asal Inggris) dan Sara Connor (asal Australia), yang kini masih berjalan di PN Denpasar.
Menurut Chandra Devi, selain mendapat penghasilan yang cukup lumayan dari profesinya sebagai penerjemah di persidangan, dirinya juga memperoleh banyak pengalaman dan pelajaran, khusunya dalam bidang hukum. Hanya saja, berapa honor yang diterima dalam setiap perkara, Chandra Devi enggan menyebutkannya. Namun, kata dia, bayaran yang diterima langsung dari klien berbeda dengan saat dirinya diminta oleh institusi kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. “Yang pasti cukuplah,” katanya.
Hingga saat ini, sudah puluhan perkara melibatkan warga asing yang diterjemahkan Chandra Devi di sidang pengadilan. Namun, jadi penerjemah sebetulnya bukanlah cita-citanya. Sejak kecil Chandra Devi bermimpi jadi praktisi hukum dan tetap berharap ke depannya bisa mewujudkannya dengan menjadi pengacara.
Dalam short discription yang ditulis Chandra Devi, juga sangat terkait dengan dunia hukum, khususnya di Indonesia. Itu sebabnya, setelah menyelesaikan pendidikan SMA di Austria dan menguasai Bahasa Jerman, Chandra Devi pilih melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Unud, untuk menggapai impiannya menjadi praktisi hukum. “Saat ini, saya adalah praktisi hukum yang siap menaklukkan dunia,” tulis Chandra Devi dalam short discription-nya. *rez
Komentar