Para Sopir Angkutan Pariwisata dan Sopir Terminal Ancam Demo
Ngotot Minta Evaluasi Bus Trans Metro
DENPASAR, NusaBali
Kalangan sopir angkutan pariwisata dan sopir terminal ancam demo ke DPRD Bali, menyusul respons Ketua Komisi III DPRD Bali AA Ngurah Adi Ardhana yang menyebutkan Bus Trans Metro Dewata tidak mematikan ekonomi masyarakat.
Ngotot minta trayek Bus Trans Metro dievaluasi, para sopir pun ancam demo ke DPRD Bali. Para sopir yang tergabung dalam berbagai koperasi dan UMKM di wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) ini merasa dimatikan rezekinya kalau trayek Bus Trans Metro tidak dievaluasi. Perwakilan sopir angkutan pariwisata dan sopir terminal ini sempat menggelar pertemuan dengan Ketua Persatuan Angkutan Wisata Bali (Pawiba) Bali, I Ketut Sudiarta, di kawasan Niti Mandala Denpasar, Jumat (8/1) siang.
Hadir pula dalam pertemuan kemarin, antara lain, Bendahara Koperasi Kuta Agung Perkasa, I Nyoman Sugita, yang menaungi para sopir angkutan di Terminal Mengwi (Badung) dan sekitarnya. Juga hadir Ketua Asosiasi Sopir Angkutan Pariwisata Freelance Bali (ASAPFB), I Wayan Suata.
Dalam keterangan persnya, para sopir merasa pernyataan Ketua Komisi III DPRD Bali, AA Ngurah Adi Ardhana alias Gung Adhi tidak tepat. Pasalnya, Bus Trans Metro jelas-jelas mematikan nasib para sopir. Apalagi, dalam musim pandemi Covid-19 ini, para sopir angkutan pariwisata dan sopir terminal harus bersaing dengan angkutan yang gratisan.
Bendahara Koperasi Kuta Agung Perkasa, I Nyoman Sugita, yang sudah bertahun-tahun menjadi sopir di Kawasan Mengwi dan sekitarnya, mengatakan Bus Trans Metro jelas-jelas masuk ke dalam terminal mengambil penumpang. Sementara para sopir angkutan di Terminal Mengwi hanya bisa menonton saja.
"Anggota kami di Terminal Mengwi hanya bisa bengong melihat Bus Trans Metro menaikkan penumpang. Ini sudah mematikan nasib kami para sopir. Kami harap wakil rakyat membela kepentingan rakyat," ujar Nyoman Sugita.
Menurut Sugita, dirinya melihat langsung bagaimana Bus Trans Metro di Terminal Mengwi Badung menaikkan penumpang yang diturunkan Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Kemudian, dalam perjalanan tidak terlalu jauh, tepatnya di Kawasan Ubung, Kecamatan Denpasar Utara, penumpang yang sama dikembalikan lagi dari Bus Trans Metro naik ke Bus AKAP.
"Saya tidak tahu dengan pola operasional mereka (Bus Trans Metro). Yang jelas, kawan-kawan kami di terminal dan sekitarnya sangat keberatan. Kasihan mereka punya anak dan keluarga yang perlu makan. Baru mau dapat penumpang, eh diambil Bus Trans Metro di depan mata," protes sopir asal Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung ini.
Sementara, salah seorang perwakilan sopir ASAPFB, Wayan Suata, mengatakan Bus Trans Metro jelas-jelas mengambil rezeki sopir angkutan pariwisata. Masalahnya, Bus Trans Metro masuk ke kawasan objek wisata hingga bandara. Padahal, kata Wayan Suata, di kawasan tersebut sudah ada angkutan yang bergabung dalam UMKM dan koperasi.
"Anggota Koperasi dan UMKM ini pemilik mobil langsung dan sekaligus jadi sopir. Itu ada ribuan orang, mereka punya anak dan keluarga. Dengan trayek Bus Trans Metro sampai ke jalur pariwisata, ini sangat jelas mencaplok rezeki orang," tandas Suata.
Suata juga menyayangkan Bus Trans Metro sepertinya diluncurkan tanpa disertai kajian terlebih dulu. Faktanya, Bus Trans Metro ini tidak banyak peminatnya. "Silakan cek di lapangan, Bus Trans Metro itu hanya diisi sopir saja. Kasihan dengan biaya operasionalnya miliaran rupiah. Mendingan dikasi ke rakyat saja uangnya," sesal pria asal Desa Legian, Kecamatan Kuta, Badung ini.
Suata menegaskan, kalau aspirasi para sopir tidak digubris, mereka siap demo ke gedung DPRD Bali untuk menyampaikan keberatan kepada Komisi III yang membidangi perhubungan dan angkutan. "Kami berharap trayek Busa Trans Metro ini dievaluasi, karena cuma bakar uang negara saja. Mendingan kasi ke sekolah-sekolah, seperti yang disampaikan anggota Komisi II DPRD Bali Pak Ketut Suwandhi," pinta Suata.
Sementara itu, Ketua Pawiba, Nyoman Sudiarta, juga membeber Bus Trans Metro terkesan hanya mengejar okupansi (tingkat keterisian) saja, karena dipantau oleh Kementerian Perhubungan. Kalau tidak memenuhi target okupansi, bisa dievaluasi operasionalnya oleh pemerintah pusat.
"Bisa jadi peristiwa transfer penumpang dari Bus AKAP ke Trans Metro itu sebuah modus untuk mengejar tingkat okupansi saja. Sebab, Kementerian Perhubungan bisa melakukan evaluasi kalau tidak penuhi target," jelas Sudiarta.
Menurut Sudiarta, beroperasinya Bus Trans Metro tidak berdampak langsung terhadap organisasi. Tapi, ini berdampak terhadap para sopir anggota Pawiba yang tergabung dalam koperasi dan UMKM.
“Bus Trans Metro itu jumlahnya 105 unit dan tidak ada peminatnya. Sementara angkutan pariwisata jumlahnya ribuan. Kami rakyat Bali yang juga perlu dapat keadilan. Kalau Komisi III DPRD Bali tidak menggubris ini, ya terpaksa nanti kita tempuh jalur lain, agar pemerintah pusat evaluasi trayek proyek Bus Trans Metro ini," ancam Sudiarta.
Sudiarta juga sepakat dengan ide anggota Komisi II DPRD Bali, Ketut Suwandhi, agar Bus Trans Metro dihibahkan saja ke sekolah-sekolah, sehingga penumpang yang diambil bukan wisatawan. "Kasihan para sopir angkutan pariwisata yang sudah tertib urus izin, sekarang dimatikan oleh program Bus Trans Metro," kritiknya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali AA Ngurah Adi Ardhana alias Gung Adhi mengatakan Bus Trans Metro diluncurkan sebagai program pusat untuk kepentingan masyarakat. "Siapa saja boleh naik Bus Trans Metro. Tidak ada menyaingi sumber-sumber ekonomi rakyat, apalagi kawan-kawan di pariwisata. Kalau ada turis yang mau baik kendaraan pribadi, tidak bercampur dengan orang banyak, itu tergantung wisatawannya. Tinggal pemilik kendaraan menaikkan kualitas dan pelayanan saja," ujar Adi Ardana saat dikonfirmasi terpisah, Jumat kemarin.
Gung Adhi menegaskan siap menerima penyampaian aspirasi para sopir ke DPRD Bali untuk mencari solusi masalah Bus Trans Metro, tentunya dengan cara-cara yang beretika. Gung Ahi juga tidak tahu menahu soal kejadian Bus Trans Metro menaikkan penumpang sembarangan di luar halte.
Menurut Gung Adhi, dirinya tidak ada ngotot bahwa program Bus Trans Metro harus dipaksakan jalan. "Saya tidak mengatakan program Bus Trans Metro harus jalan, tetapi Trans Metro ini adalah program Kementerian Perhubungan untuk kepentingan publik, tentu sudah ada kajiannya. Saya ikut menerima penyerahan Bus Trans Metro ini setahun lalu, ini memang programnya untuk rakyat kok, tidak mematikan ekonomi masyarakat. Kalau mau bicara lagi ayo kita duduk bicara," ujar politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara yang juga praktisi pariwisata ini. *nat
1
Komentar