Perbekel Sampai Akademisi Apresiasi Kebijakan Koster
Bendesa Adat Dapat Insentif Rp 2,5 Juta Per Bulan, Perbekel Rp 1,5 Juta
DENPASAR, NusaBali
Insentif kepada perbekel dan bendesa adat se-Bali yang dikucurkan Gubernur Bali Wayan Koster tahun 2022 ini, mendapat respons positif.
Dari kalangan perbekel sampai akademisi memberikan apresiasi atas kebijakan Gubernur Koster. Namun, insentif tersebut harus dijawab dengan dedikasi dan prestasi di level pemerintah terbawah.
Gubernur Koster sebelumnya memberikan insetif kepada para perbekel sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Sedangkan para bendesa adat se-Bali mendapat kenaikan insentif dari semula Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,5 juta per bulan. Insentif bagi para perbekel dan bendesa adat se-Bali ini sudah dicairkan mulai bulan Januari 2022. Pencairan insentif ini diumumkan Gubenur Koster di Bale Gajah Rumah Jabatan Gubernur Bali, Kompleks Jaya Sabha Denpasar, Minggu (9/1) pagi.
Ketua Forum Perbekel/Lurah se-Kota Denpasar, I Gede Wijaya Saputra, mengatakan kebijakan pemberian insentif kepada perbekel dan bendesa adat merupakan tonggak sejarah bagi kepala desa se-Bali. Kebijakan insentif yang diberikan per bulan untuk perbekel ini membawa kebahagiaan.
"Karena tugas-tugas yang sangat berat, apalagi di masa pandemi Covid-19 sampai dua tahun ini sangat-sangat membebani tugas-tugas dari perbekel dan bendesa adat di Bali," ujar Wijaya Saputra yang juga Perbekel Padangsambian Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Selasa (11/1).
Wijaya Saputra menyebutkan, kebijakan Gubernur Koster juga merupakan suatu kehormatan bagi para perbekel. Sebab, perhatian terhadap aparatur pemerintah paling terbawah sangat nyata. Tetapi, di balik itu, perbekel juga harus mempunyai komitmen mengamankan, mendukung, dan melaksanakan kebijakan Gubernur Bali yang telah disusun untuk dijalankan.
Sebagai Perbekel Padangsambian Kelod dua periode (sejak tahun 2013), Wijaya Saputra mengaku memiliki tugas yang sangat besar. Bukan saja menyangkut persoalan keamanan, namun juga berkewajiban menjaga alam.
Menurut Wijaya Saputra, sekarang sudah ada program Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat, sebagai pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019. Wijaya Saputra berharap Gubernur Koster bisa terus melanjutkan program untuk kepentingan masyarakat Bali dan Pulau Dewata ini. "Mewujudkan ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ Menuju Bali Era Baru, dengan mengimplementasikan Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali ber-dasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi," tandas Wijaya Saputra.
Sedangkan Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem, I Ketut Alit Suardana, mengatakan pemberian insentif adalah salah satu bentuk nyata dan komitmen Pemprov Bali di bawah Gubernur Koster dalam penguatan desa adat di Bali. Menurut Alit Suardana, pemberian insentif kepada perbekel dan bendesa adat adalah bentuk kerjasama atau sinergitas antara Pemprov Bali, desa, dan desa adat (Tri Tunggal) yang saat ini sudah bisa diwujud-nyatakan sesuai dengan cita-cita luhur di Bali.
Alit Suardana mengatakan, desa adat yang sudah ada sejak 1.000 tahun lalu, telah menjadi benteng utama Pulau Bali. Karena itu, sangat beruntung Bali diberikan sosok Wayan Koster sebagai Gubernur yang memiliki komitmen untuk melestarikan, menguatkan keberadaan desa adat di Bali dan desa dinas, sehingga terciptanya sinergi saling membantu dan menguatkan. “Gubernur Koster adalah figur yang tun-jukkan keberpihakan kepada desa adat dan desa dinas di Bali," puji Alit Suardana.
Atas kondisi ini, Alit Suardana mengajak para bendesa adat untuk bersama-sama berkomitmen dan bertanggung jawab melestarikan hingga menguatkan desa adat dengan mensinergikan dan mengimplementasikan visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru, khususnya di desa dan desa adat.
Sementara itu, akademisi yang juga Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah VIII, Prof Dr I Nengah Dasi Astawa, mengatakan perbekel dan bendesa adat harus memiliki kepekaan sosial pasca diberikan insentif oleh Gubernur Koster. "Na-manya insentif, harus dijawab dengan dedikasi dan tanggung jawab. Nanti tetap ada evaluasi dari pemberian insentif ini," ujar Prof Dasi, Selasa (11/1).
Prof Astawa mengatakan, pada prinsipnya insentif yang diberikan kepada perbekel dan bendesa adat telah memiliki dasar hukum yang kuat alias sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian, yang namanya isentif itu diberikan atas prestasi dan dedikasinya.
Prof Dasi berharap insentif ini memberikan upaya bersanding, bersaing, dan bertanding para perbekel di Bali. Hal ini sangat penting, karena insentif yang diberikan oleh Pemprov Bali bersumber dari uang rakyat. Untuk itu, harus jelas ada progress report-nya.
“Harus dipertanggungjawabkan oleh penerima insentif, ini mungkin perlu dipertegas. Ya, supaya insentif yang diberikan Gubernur Bali ada manfaatnya untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu, ke depan insentif harus berdasarkan prestasi hingga dedikasi," tansas Prof Dasi.
Menurut Prof Dasi, biasanya insentif diberikan belakangan, tapi ini malah di awal dicairkan, sehingga sangat bagus selama untuk kesejahteraan dan kualitas pelayanan publik. Sebab, para perbekel dan bendesa adat adalah garda terbawah yang melayani masyarakat. "Jadi, harapan saya, pelayanan terbawah ini jadi meningkat, jadi lebih cepat, dan lebih murah, serta berdampak baik," harapnya.
Para perbekel maupun bendesa adat pun diharapkan memiliki jiwa kepemimpinan dengan cara menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab kepada semua pihak di desa dan desa adat, sehingga kepekaan sosial semakin meningkat. Pemimpin di desa dan desa adat ini harus menciptakan masyarakatnya yang mulai peka terhadap lingkungan, peka terhadap permasalahan sampah, peka terhadap kemiskinan, dan peka terhadap bahaya-bahaya alam.
"Perbekel dan bendesa adat ini harus mengajak masyarakat untuk ikut peduli dengan alam Bali, dengan jiwa gotong royong, dalam rangka memecahkan masalah yang terjadi di desa maupun desa adat," tegas Prof Dasi.
Sebagai pimpinan terbawah, perbekel dan bendesa adat sebenarnya paling tahu cara menyelesaikan masalah sampah dan sebagainya. Pasalnya, mereka hari per hari ada di wilayah desa dan desa adat. "Kalau ada gorong-gorong tersumbat, ada suatu pembangunan yang mungkin menghambat saluran air, kan perbekel dan bendesa adat yang tahu," katanya. *nat
Komentar