Satu Bulan, Dua Kasus Rabies
Temuan dua kasus kuluk rabies tersebut diperkirakan karena belum tersentuh vaksininasi massal.
NEGARA, NusaBali
Pada tahun 2017 ini, Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan-Kesmavet) Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana temukan dua kasus kuluk (anak anjing) positif rabies. Dua kasus kuluk rabies itu ditemukan di Banjar Tulung Agung Sarikuning, Desa Tukadaya Kecamatan Melaya dan Banjar Palunganbatu, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, Jembrana. Kasus ini terjadi hanya dalam kurun waktu satu bulan.
Kepala Bidang Keswan-Kesmavet Dinas Pertanian Jembrana, Anak Agung Ngurah Mahadikara mengatakan, kedua kasus kuluk rabies ini ditemukan pada bulan Februari. Sementara pada bulan Januari nihil kasus. “Kami sempat mengirim 17 sample anjing, 2 positif rabies. Yang positif itu semua anak anjing umur 3 bulan,” terang Ngurah Mahardika belum lama ini. Pada kasus pertama, tanggal 6 Februari 2017, terjadi kasus gigitan anjing di Banjar Tulung Agung Sarikuning, pihaknya sudah turun melakukan vaksinasi serta eliminasi 4 ekor anjing di sekitar lokasi.
Dari scan sample anjing yang dieliminasi melalui Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, semuanya dipastikan menunjukan hasil negatif rabies. Hanya kuluk yang menggigit tiannya di Banjar Tulung Agung Sarikuning positif rabies. “Hasilnya kami terima tanggal 8 Februari dan kuluk itu positif rabies,” terang Ngurah Mahardika didampingi Kasi Pengamat dan Penyidikan, I Wayan Widarsa. Korban gigitan kuluk rabies sudah diberikan VAR oleh petugas kesehatan.
Temuan dua kasus kuluk rabies tersebut diperkirakan karena belum tersentuh vaksin. Mengingat pada tahun 2016, vaksinisasi massal di Jembrana dilakukan pada bulan April dan bulan November. Di samping itu, penyebaran rabies dipengerahui kecenderungan masyarakat pelihara anjing secara liar, sehingga rentan tertular rabies yang bisa didapat dari anjing maupun hewan penyebar rabies (HPR) lainnya. Sejatinya, hewan yang telah terserang rabies, pasti akan mati dalam selang maksimal 10 hari setelah melakukan gigitan. Namun karena kebiasan pelihara anjing secara liar, keberadaan anjing yang mati mendadak akibat terserang rabies sulit terlacak.
Pihaknya mengimbau masyarakat agar tidak selalu menyepelakan binatang peliharaan. Apalagi kuluk lebih sulit diwaspadai karena ketika menggigit sulit dinilai apakah bercanda atau emosi. Jika tergigit anjing, masyarakat diharapkan mengobservasi anjingnya. Begitu anjing menunjukkan gelagat mencurigakan, terlebih mati sekitar 10 hari setelah menggigit, secepatnya melapor ke fasilitas kesehatan terdekat.
Dikatakan, pengaruh gigitan rabies tidak dapat seketika dirasakan. Sehingga periksa lebih dini bisa menyelamatkan dari kematian akibat kasus rabies. Sesuai catatan selama tahun 2016, ditemukan 28 kasus HPR terutama anjing yang positif rabies. Kasus temuan hewan rabies itu menurun dibanding tahun 2015 sebanyak 74 kasus hewan positif rabies. * ode
Pada tahun 2017 ini, Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Keswan-Kesmavet) Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana temukan dua kasus kuluk (anak anjing) positif rabies. Dua kasus kuluk rabies itu ditemukan di Banjar Tulung Agung Sarikuning, Desa Tukadaya Kecamatan Melaya dan Banjar Palunganbatu, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana, Jembrana. Kasus ini terjadi hanya dalam kurun waktu satu bulan.
Kepala Bidang Keswan-Kesmavet Dinas Pertanian Jembrana, Anak Agung Ngurah Mahadikara mengatakan, kedua kasus kuluk rabies ini ditemukan pada bulan Februari. Sementara pada bulan Januari nihil kasus. “Kami sempat mengirim 17 sample anjing, 2 positif rabies. Yang positif itu semua anak anjing umur 3 bulan,” terang Ngurah Mahardika belum lama ini. Pada kasus pertama, tanggal 6 Februari 2017, terjadi kasus gigitan anjing di Banjar Tulung Agung Sarikuning, pihaknya sudah turun melakukan vaksinasi serta eliminasi 4 ekor anjing di sekitar lokasi.
Dari scan sample anjing yang dieliminasi melalui Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, semuanya dipastikan menunjukan hasil negatif rabies. Hanya kuluk yang menggigit tiannya di Banjar Tulung Agung Sarikuning positif rabies. “Hasilnya kami terima tanggal 8 Februari dan kuluk itu positif rabies,” terang Ngurah Mahardika didampingi Kasi Pengamat dan Penyidikan, I Wayan Widarsa. Korban gigitan kuluk rabies sudah diberikan VAR oleh petugas kesehatan.
Temuan dua kasus kuluk rabies tersebut diperkirakan karena belum tersentuh vaksin. Mengingat pada tahun 2016, vaksinisasi massal di Jembrana dilakukan pada bulan April dan bulan November. Di samping itu, penyebaran rabies dipengerahui kecenderungan masyarakat pelihara anjing secara liar, sehingga rentan tertular rabies yang bisa didapat dari anjing maupun hewan penyebar rabies (HPR) lainnya. Sejatinya, hewan yang telah terserang rabies, pasti akan mati dalam selang maksimal 10 hari setelah melakukan gigitan. Namun karena kebiasan pelihara anjing secara liar, keberadaan anjing yang mati mendadak akibat terserang rabies sulit terlacak.
Pihaknya mengimbau masyarakat agar tidak selalu menyepelakan binatang peliharaan. Apalagi kuluk lebih sulit diwaspadai karena ketika menggigit sulit dinilai apakah bercanda atau emosi. Jika tergigit anjing, masyarakat diharapkan mengobservasi anjingnya. Begitu anjing menunjukkan gelagat mencurigakan, terlebih mati sekitar 10 hari setelah menggigit, secepatnya melapor ke fasilitas kesehatan terdekat.
Dikatakan, pengaruh gigitan rabies tidak dapat seketika dirasakan. Sehingga periksa lebih dini bisa menyelamatkan dari kematian akibat kasus rabies. Sesuai catatan selama tahun 2016, ditemukan 28 kasus HPR terutama anjing yang positif rabies. Kasus temuan hewan rabies itu menurun dibanding tahun 2015 sebanyak 74 kasus hewan positif rabies. * ode
Komentar