Minta Kepastian Status Tanah Negara
Desa Adat Sanih Desa Bukti, Kubutambahan, Tolak Petugas Pengukuran Tanah
Bendesa Adat Sanih Jro Made Sukresna menjamin, jika lahan yang dimohon desa adat tersebut diamini, dipastikan hanya akan dimanfaatkan untuk keperluan agama dan adat saja.
SINGARAJA, NusaBali
Petugas pengukuran dari Kantor Pertanahan Buleleng yang akan melakukan pengukuran di tanah negara wewidangan Desa Adat Sanih mendapat penolakan, Senin (17/1). Desa adat setempat menolak pengukuran kembali tanah negara yang saat ini belum jelas statusnya, karena dinilai tidak jelas dan tidak dijelaskan peruntukannya.
Bendesa Adat Sanih Jro Made Sukresna mengatakan pengukuran tanah sudah sempat dilakukan pihak Kantor Pertanahan Buleleng beberapa tahun lalu. “Nah sekarang tahu-tahu ada pengukuran lagi. Tujuannya apa, tidak dijelaskan. Kami jelas menolak, karena secara historis itu sudah kami kuasai. Secara aturan yang kami baca, pemilik HGB (hak guna bangunan) lama juga sudah terlambat mengajukan perpanjangan HGB,” ungkap Sukresna yang akrab disapa Jro Cilik.
Menurutnya tanah negara yang dimaksud berlokasi di pinggir jalan raya Kubutambahan – Karangasem. Tepat di tepi pantai sebelah timur tempat wisata pemandian Air Sanih. Tanah seluas 55 are itu dulu sempat dimohon pihak swasta. Setelah memegang HGB lantas didirikan Penginapan Puri Sanih. Namun penginapan sudah lama tak diurus. Sekitar tahun 2005 lalu dengan kondisi telantar, HGB-nya pun disebut telah berakhir.
Desa Adat Sanih kemudian mengajukan permohonan untuk peralihan status tanah negara tersebut menjadi duwen desa adat pada 2018 lalu. Permohonan itu diajukan kepada Kantor Pertanahan Buleleng. Namun sampai saat ini, belum ada penerbitan sertifikat hak milik atas nama duwen desa pakraman seperti yang dimohonkan.
“Pengajuannya sudah tahun 2018 lalu, sudah sempat ada pengukuran juga. Tetapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Kami mohon agar dari pihak pertanahan segera menerbitkan sertifikat hak milik atas nama duwen desa pakraman,” kata Jro Sukresna.
Pengajuan permohonan peralihan hak milik ini, menurut Jro Sukresna, bukan tanpa alasan. Tanah seluas 55 are yang saat ini terbengkalai ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan adat. Terutama untuk tempat melasti dan panglukatan dengan keberadaan sumber air dan palinggih tirta sudamala. Bahkan lahan yang digunakan sebagai tempat melasti tak hanya dimanfaatkan oleh Desa Adat Sanih dan Desa Adat Bukti di Desa Bukti saja, melainkan ada 5 desa adat lain yang turut melakukan ritual di lahan tersebut.
Jro Sukresna menegaskan dan menjaminkan kepada negara, jika lahan yang dimohon desa adat tersebut diamini, dipastikan hanya akan dimanfaatkan untuk keperluan agama dan adat saja.
Sementara itu, Kantor Pertanahan Buleleng belum dapat dikonfirmasi terkait masalah ini. Kepala Kantor Pertanahan Buleleng Komang Wedana, saat dihubungi melalui telepon, panggilan dialihkan. *k23
Bendesa Adat Sanih Jro Made Sukresna mengatakan pengukuran tanah sudah sempat dilakukan pihak Kantor Pertanahan Buleleng beberapa tahun lalu. “Nah sekarang tahu-tahu ada pengukuran lagi. Tujuannya apa, tidak dijelaskan. Kami jelas menolak, karena secara historis itu sudah kami kuasai. Secara aturan yang kami baca, pemilik HGB (hak guna bangunan) lama juga sudah terlambat mengajukan perpanjangan HGB,” ungkap Sukresna yang akrab disapa Jro Cilik.
Menurutnya tanah negara yang dimaksud berlokasi di pinggir jalan raya Kubutambahan – Karangasem. Tepat di tepi pantai sebelah timur tempat wisata pemandian Air Sanih. Tanah seluas 55 are itu dulu sempat dimohon pihak swasta. Setelah memegang HGB lantas didirikan Penginapan Puri Sanih. Namun penginapan sudah lama tak diurus. Sekitar tahun 2005 lalu dengan kondisi telantar, HGB-nya pun disebut telah berakhir.
Desa Adat Sanih kemudian mengajukan permohonan untuk peralihan status tanah negara tersebut menjadi duwen desa adat pada 2018 lalu. Permohonan itu diajukan kepada Kantor Pertanahan Buleleng. Namun sampai saat ini, belum ada penerbitan sertifikat hak milik atas nama duwen desa pakraman seperti yang dimohonkan.
“Pengajuannya sudah tahun 2018 lalu, sudah sempat ada pengukuran juga. Tetapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Kami mohon agar dari pihak pertanahan segera menerbitkan sertifikat hak milik atas nama duwen desa pakraman,” kata Jro Sukresna.
Pengajuan permohonan peralihan hak milik ini, menurut Jro Sukresna, bukan tanpa alasan. Tanah seluas 55 are yang saat ini terbengkalai ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan adat. Terutama untuk tempat melasti dan panglukatan dengan keberadaan sumber air dan palinggih tirta sudamala. Bahkan lahan yang digunakan sebagai tempat melasti tak hanya dimanfaatkan oleh Desa Adat Sanih dan Desa Adat Bukti di Desa Bukti saja, melainkan ada 5 desa adat lain yang turut melakukan ritual di lahan tersebut.
Jro Sukresna menegaskan dan menjaminkan kepada negara, jika lahan yang dimohon desa adat tersebut diamini, dipastikan hanya akan dimanfaatkan untuk keperluan agama dan adat saja.
Sementara itu, Kantor Pertanahan Buleleng belum dapat dikonfirmasi terkait masalah ini. Kepala Kantor Pertanahan Buleleng Komang Wedana, saat dihubungi melalui telepon, panggilan dialihkan. *k23
Komentar