Bendesa Adat Karangasem Diduga Terpapar Sampradaya
Kemarin, Krama dari 15 Banjar Adat Mengadu ke DPRD Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Krama dari 15 banjar adat se-Desa Adat Karangasem, Kecamatan Karangasem menggelar unjukrasa di Wantilan DPRD Karangasem, Selasa (18/1) siang.
Aksi unjukrasa ini sekaligus untuk mengadukan Bendesa Adat Karangasem, Dr I Wayan Bagiartha SH MHum, yang dituding terpapar Sampradaya, sehingga dituntut mundur dari jabatannya.
Aksi unjukrasa digelar di Wantilan DPRD Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Selasa siang mulai pukul 11.30 Wita, dikoordinasikan oleh Kelian Adat Banjar Wiryasari, Desa Adat Karangasem, I Made Arnawa. Massa pengunjukrasa diterima langsung Ketua DPRD Karangasem I Wayan Suastika (dari Fraksi PDIP), Wakil Ketua DPRD Karangasem I Nengah Sumardi (Fraksi Golkar), dan Ketua Komisi I DPRD Karangasem I Nengah Suparta (Fraksi PDIP).
Unjukrasa di DPRD Karangasem kemarin siang, bukan saja mengadukan Bendesa Adat Karangasem I Wayan Bagiartha yang diduga terpapar Sampradaya. Namun, Wayan Bagiartha juga dituding telah membentuk Paiketan Banjar Murwa yang bertentangan dengan awig-awig, serta terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pengelola LPD Desa Adat Karangasem tanpa sanksi, dan pengaduan lainnya.
Ada pun 15 banjar adat dari Desa Adat Karangasem yang mengadu ke DPRD Karangasem, Selasa kemarin, masing-masing Banjar Kodok Darsana, Banjar Buana Tirta, Banjar Wiryasari, Banjar Rata Dauh Kreteg, Banjar Bayangkara, Banjar Taman Sudarma, Banjar Karya Darma, Banjar Guna Darma, Banjar Jangga Mekar, Banjar Celuk Negara, Banjar Pekandelan, Banjar Swadarma, Banjar Ekacita, Banjar Kerta Raharja, dan Banjar Sidakarya.
Kelian Adat Banjar Wiryasari, I Made Arnawa, mengatakan bahwa sebagai bukti adanya dugaan terpapar Sampradaya itu, antara lain, saat digelarnya upacara di Pura Dalem, Desa Adat Karangasem. Kala itu, kata Made Arnawa, ada ritual khusus ‘agni hotra’. Indikasi lainnya adalah saat piodalan di Pura Buda Ireng, yang dipuput sekelompok orang berpakaian serba hitam.
Di samping itu, menurut Made Arnawa, proses ngadegang Bendesa Adat Karangasem juga bertentangan dengan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat dan Surat Edaran Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Nomor 006/SE/MDA-Prov Bali/VII/2020 per 20 Juli 2020 tentang Proses Ngadegang Bendesa Adat atau Sebutan Lainnya.
"Intinya, Bendesa Adat Karangasem (Wayan Bagiartha, Red) banyak membuat masalah. Dia melanggar Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 dan SE MDA Provinsi Bali Nomor 006. Makanya, dia layak diturunkan (dari jabatan sebagai bendesa adat)," tandas Made Arnawa dalam orasinya.
Menurut Made Arnawa, dirinya sebagai saksi atas dugaan Bendesa Adat Karangasem terlibat Sampradaya. Made Arnawa mengaku menyaksikan adanya ritual agni hotra di Pura Dalem dan piodalan di Pura Buda Ireng yang dipuput sekelompok orang berpakaian serba hitam. “Padahal, dalam dudonan acara tidak tercantum seperti itu,” katanya.
Made Arnawa menyebutkan, kendati muncul SK Panitia Pembentukan Perarem Ngadegang Bendesa Adat Karangasem, hal itu hanyalah akal-akalan Bendesa Adat Karangasem.
Sementara, aspirasi tertulis dari 15 banjar adat se-Desa Adat Karangasem terkiat dugaan bendesa adat terpapar Sampradaya tersebut, kemarin diserahkan oleh Kelian Adat Banjar Buana Tirta, I Gusti Ngurah Susila, kepada Ketua DPRD Karangasem I Wayan Suastika.
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan I Wayan Suastika mengingatkan bahwa ngadegang bendesa adat hendaknya sesuai ketentuan Parda dan Surat Edaran (SE) MDA Provinsi Bali yang berlaku. "Mari sam-sama mengawalnya. Kalau ada yang salah, mari perbaiki sama-sama," pinta politisi PDIP ini.
Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Selasa kemarin, Bendesa Adat Karangasem Wayan Bagiartha membantah keras dirinya terpapar Sampradaya. "Saya tidak terlibat dalam ritual agni hotra. Saya juga tidak ada mengundang sekelompok berpakaian hitam untuk muput piodalan," jelas Bagiartha, yang kemarin ditemui di kediamannya kawasan Jalan Ahmad Yani Amlapura.
Bagiartha pun memperlihatkan kondisi rumahnya, yang tidak ada atribut Sampradaya. Menurut Bagiartha, saat karya pujawali di Pura Dalem, Desa Adat Karangasem, dirinya ikut ngaturang hewan kurban seekor kerbau. "Itu artinya saya tetap menjaga tradisi upacara dengan adanya kurban. Kalau Sampradaya kan tidak mengenal kurban," tegas Bagiartha yang juga seorang advokat.
Mengenai proses ngadegang Bendesa Adat Karangasem, menurut Bagiartha, sempat digelar paruman dengan mengundang 35 kelian banjar adat. Termasuk di antaranya 12 Banjar Adat Murwa.
"Saya sampaikan, 2 bulan lagi masa jabatan saya selaku Bendesa Adat Karangasem akan berakhir. Ternyata, krama spontan memilih saya kembali sebagai bendesa adat, saya pun tidak bisa menolak. Selanjutnya, barulah dibentuk panitia untuk menyusun perarem," papar Bagiartha.
Disinggung mengenai pembentukan Paiketan Banjar Murwa, Bagiartha mengakui hal itu. Banjar Murwa dikenal dalam awig-awig Desa Adat Karangasem pawos 2. "Ini buktinya dikenal adanya Banjar Murwa sebanyak 12 banjar," papar Bagiartha sembari menyodorkan awig-awig. *k16
Komentar