Digelar 5 Tahun Sekali, Simbolik Pemuliaan Benih untuk Kesejahteraan
Tradisi Ritual Saba Muja Binih di Desa Adat Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng
Benih padi dalam bentuk beras yang dibagikan saat upacara pasineb, wajib diletakkan pada pulu tegteg di rumah masing-masing krama Desa Adat Pedawa. Benih ini hanya diletakkan sebagai simbol kesejahteraan, sehingga tidak boleh dimasak atau diolah jadi sesuatu
SINGARAJA, NusaBali
Krama Desa Adat Pedawa, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng kembali melaksanakan tradisi ritual Saba Muja Binih pada Anggara Wage Matal, Selasa (18/1) pagi. Sesuai namanya, tradisi ritual yang digelar 5 tahun sekali di Pura Desa Pedawa ini bermakna sebagai upacara pemuliaan benih untuk kesejahteraan.
Puncak upacara rangkian tradisi ritual Saba Muja Binih di Pura Desa Pedawa ini sudah dilakukan tepat Purnamaning Kaulu pada Soma Pon Matal, Senin (17/1) malam. Dalam upacara tersebut, setiap krama Desa Adat Pedawa wajib membawa banten galih, yang merupakan sarana utama Saba Muja Binih. Banten galih dimaksud terdiri dari benih padi yang dialasi wadah sederhana dan berisikan canang burat wangi.
Balian Desa Adat Pedawa, Jro Mangku Kalam, mengatakan tradisi ritual Saba Muja Binih ini dilakukan secara turun temurun 5 tahun sekali, puncaknya pada Purnamaning Kaulu. Tidak ada catatan sejarah pasti kapan tradisi ini dimulai. Yang pasti, Jro Mangku Kalam merupakan generasi kelima di keluarganya yang meneruskan tugas ngayah sebagai Balian Desa Pedawa.
“Saba Muja Binih adalah upacara pemuliaan benih sarwa tetanduran (tanaman, Red), karena krama di Desa Pedawa ini mata pencahariannya sebagai petani. Benih-benih ini dimohonkan restu agar tidak terserang hama dan hasil panen bagus, hingga membawa kesejahteraan kepada krama,” papar Jro Mangku Kalam saat ditemui NusaBali di rumahnya, Selasa kemarin.
Menurut Jro Mangku Kalam, benih padi dipilih sebagi sarana dalam ritual Saba Muja Binih ini, karena merupakan simbol dari kemakmuran. Seluruh rangkaian tradisi ritual Saba Muja Binih sudah dimulai pada Saniscara Umanis Medangkungan, Sabtu (15/1) lalu.
Saat itu, prajuru Desa Adat Pedawa mulai melakukan persiapan di Pura Desa Pedawa. Diawali dengan proses menurunkan benih padi ikat yang disimpan di lumbung padi pura. Kemudian, benih padi tersebut ditempatkan di tempat yang telah disiapkan untuk diupacarai pada Purnamaning Kaulu, Senin melam.
Krama Desa Adat Pedawa, kata Jro Mangku Kalam, juga wajib membawa banten galih sebagai persembahan saat Purnamaning Kaulu, yang pada rangkaian upacara ini disebut tahapan ‘menek banten’. Krama dibebaskan membawa benih apa saja yang mereka miliki, untuk dimohonkan anugerah melalui banten galih yang dibawa ke Pura Desa Pedawa.
Upacara Muja Binih pun dilaksanakan malam hari pas Puranaming Kaulu, yang dipimpin langsung oleh balian desa, pengulu desa, dan prajuru desa adat. Semua rangkaian upacara ini dsaksikan oleh seluruh krama Desa Adat Pedawa. Puncak perayaan Saba Muja Binih keesokan harinya, Selasa pagi, juga diringi dengan Tari Jejumputan, sebuah tarian sakral di Desa Adat Pedawa yang ditarikan oleh anak-anak.
“Ritual Muja Binih dilakukan pada malam purnama (Senin malam). Benih-benih yang dibawa krama dan yang ada di Pura Desa Pedawa akan dimintakan anugerah agar krama bisa mendapatkan kesejahteraan,” terang Jro Mangku Kalam.
Benih-benih padi yang dimuliakan itu kemudian dikemit (diinapkan) di Pura Desa Pedawa. Rangkaian upacara pun berlanjut pada Anggara Wage Matal, Selasa pagi, yang disebut dengan istilah wayon. Pada rahina wayon ini, krama desa kembali membawa haturan berupa nasi putih ke Pura Desa Pedawa.
Menurut Jro Mangku Kalam, upacara dilanjutkan dengan pementasan tarian-tarian sakral yang ada di Desa Adat Pedawa. Tarian sakral tersebut, mulai dari Tari Baris yang ditarikan teruna (pemuda yang belum menikah) hingga Tari Rejang yang dibawakan oleh kaum teruni (perempuan yang belum menikah). Tarian sakral ini dipentaskan di Madya Mandala Pura Desa Pedawa.
Kemudian, rangkaian Saba Muja Binih baru akan diakhiri pada Buda Kliwon Matal, Rabu (19/1) ini, dengan upacara penyineb. Saat itu, benih-benih yang dimulaikan akan dibagikan kembali kepada krama oleh prajuru desa. Namun, saat dibagikan, benih tersebut sudah berbentuk beras.
Beras ini, kata Jro Mangku Kalam, wajib diletakkan di pulu tegteg (tempat penyimpanan beras dari gentong) yang ada di rumah masing-masing krama Desa Adat Pedawa. Benih yang dibagikan desa adat itu hanya diletakkan sebagai simbol dan diyakini dapat mendatangkan kesejahteraan. “Benih ini tidak boleh dimasak atau diolah menjadi sesuatu,” kata Jro Mangku Kalam.
Sementara itu, prajuru adat I Ketut Mirsu mewakili Kelian Desa Adat Pedawa, I Wayan Sudiastika, mengatakan sebanyak 1.345 kepala keluarga (KK) Krama Ngarep di Desa Adat Pedawa wajib mengikuti ritual Saba Muja Benih ini. Menurut Ketut Mirsu, tradisi unik yang sakral ini dilaksanakan 5 tahun sekali.
Sebelum digelar Sabga Muja Benih, iata Ketut Mirsu, lebih dulu dilihat situasi desa setempat (desa, kala, patra). Ritual Saba Muja Binih ini tidak akan dilaksanakan jika ada kedukaan (kematian) dari keluarga prajuru adat, balian desa, atau pengulu desa. “Tentunya tetap diputuskan melalui upacara nedunang Ida Bhatara hingga paruman desa,” jelas Ketut Mirsu.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Aksara, hadir ke lokasi upacara Saba Muja Benihy di Pura Desa Pedawa, Selasa kemarin. Dody Sukma terjun bersama timnya untuk membuat dokumentasi tradisi ritual dan upacara sakral di Desa Adat Pedawa ini.
Menurut Dody Sukma, dokumentasi salah satu tradisi adat dan budaya unik di Buleleng Barat ini dapat menjadi bahan promosi wisata. "Desa tua ini (Desa Pedawa) memang memiliki banyak sekali tradisi dan upacara sakral yang unik. Upacara sakral ini bisa dikemas sebagai promosi wisata di Buleleng. Hal ini sedang kami kemas dengan pendokumentasian untuk menjadikan Desa Pedawa menjadi Desa Wisa-ta sekaligus Desa Budaya," tandas Dody Sukma. *k23
Puncak upacara rangkian tradisi ritual Saba Muja Binih di Pura Desa Pedawa ini sudah dilakukan tepat Purnamaning Kaulu pada Soma Pon Matal, Senin (17/1) malam. Dalam upacara tersebut, setiap krama Desa Adat Pedawa wajib membawa banten galih, yang merupakan sarana utama Saba Muja Binih. Banten galih dimaksud terdiri dari benih padi yang dialasi wadah sederhana dan berisikan canang burat wangi.
Balian Desa Adat Pedawa, Jro Mangku Kalam, mengatakan tradisi ritual Saba Muja Binih ini dilakukan secara turun temurun 5 tahun sekali, puncaknya pada Purnamaning Kaulu. Tidak ada catatan sejarah pasti kapan tradisi ini dimulai. Yang pasti, Jro Mangku Kalam merupakan generasi kelima di keluarganya yang meneruskan tugas ngayah sebagai Balian Desa Pedawa.
“Saba Muja Binih adalah upacara pemuliaan benih sarwa tetanduran (tanaman, Red), karena krama di Desa Pedawa ini mata pencahariannya sebagai petani. Benih-benih ini dimohonkan restu agar tidak terserang hama dan hasil panen bagus, hingga membawa kesejahteraan kepada krama,” papar Jro Mangku Kalam saat ditemui NusaBali di rumahnya, Selasa kemarin.
Menurut Jro Mangku Kalam, benih padi dipilih sebagi sarana dalam ritual Saba Muja Binih ini, karena merupakan simbol dari kemakmuran. Seluruh rangkaian tradisi ritual Saba Muja Binih sudah dimulai pada Saniscara Umanis Medangkungan, Sabtu (15/1) lalu.
Saat itu, prajuru Desa Adat Pedawa mulai melakukan persiapan di Pura Desa Pedawa. Diawali dengan proses menurunkan benih padi ikat yang disimpan di lumbung padi pura. Kemudian, benih padi tersebut ditempatkan di tempat yang telah disiapkan untuk diupacarai pada Purnamaning Kaulu, Senin melam.
Krama Desa Adat Pedawa, kata Jro Mangku Kalam, juga wajib membawa banten galih sebagai persembahan saat Purnamaning Kaulu, yang pada rangkaian upacara ini disebut tahapan ‘menek banten’. Krama dibebaskan membawa benih apa saja yang mereka miliki, untuk dimohonkan anugerah melalui banten galih yang dibawa ke Pura Desa Pedawa.
Upacara Muja Binih pun dilaksanakan malam hari pas Puranaming Kaulu, yang dipimpin langsung oleh balian desa, pengulu desa, dan prajuru desa adat. Semua rangkaian upacara ini dsaksikan oleh seluruh krama Desa Adat Pedawa. Puncak perayaan Saba Muja Binih keesokan harinya, Selasa pagi, juga diringi dengan Tari Jejumputan, sebuah tarian sakral di Desa Adat Pedawa yang ditarikan oleh anak-anak.
“Ritual Muja Binih dilakukan pada malam purnama (Senin malam). Benih-benih yang dibawa krama dan yang ada di Pura Desa Pedawa akan dimintakan anugerah agar krama bisa mendapatkan kesejahteraan,” terang Jro Mangku Kalam.
Benih-benih padi yang dimuliakan itu kemudian dikemit (diinapkan) di Pura Desa Pedawa. Rangkaian upacara pun berlanjut pada Anggara Wage Matal, Selasa pagi, yang disebut dengan istilah wayon. Pada rahina wayon ini, krama desa kembali membawa haturan berupa nasi putih ke Pura Desa Pedawa.
Menurut Jro Mangku Kalam, upacara dilanjutkan dengan pementasan tarian-tarian sakral yang ada di Desa Adat Pedawa. Tarian sakral tersebut, mulai dari Tari Baris yang ditarikan teruna (pemuda yang belum menikah) hingga Tari Rejang yang dibawakan oleh kaum teruni (perempuan yang belum menikah). Tarian sakral ini dipentaskan di Madya Mandala Pura Desa Pedawa.
Kemudian, rangkaian Saba Muja Binih baru akan diakhiri pada Buda Kliwon Matal, Rabu (19/1) ini, dengan upacara penyineb. Saat itu, benih-benih yang dimulaikan akan dibagikan kembali kepada krama oleh prajuru desa. Namun, saat dibagikan, benih tersebut sudah berbentuk beras.
Beras ini, kata Jro Mangku Kalam, wajib diletakkan di pulu tegteg (tempat penyimpanan beras dari gentong) yang ada di rumah masing-masing krama Desa Adat Pedawa. Benih yang dibagikan desa adat itu hanya diletakkan sebagai simbol dan diyakini dapat mendatangkan kesejahteraan. “Benih ini tidak boleh dimasak atau diolah menjadi sesuatu,” kata Jro Mangku Kalam.
Sementara itu, prajuru adat I Ketut Mirsu mewakili Kelian Desa Adat Pedawa, I Wayan Sudiastika, mengatakan sebanyak 1.345 kepala keluarga (KK) Krama Ngarep di Desa Adat Pedawa wajib mengikuti ritual Saba Muja Benih ini. Menurut Ketut Mirsu, tradisi unik yang sakral ini dilaksanakan 5 tahun sekali.
Sebelum digelar Sabga Muja Benih, iata Ketut Mirsu, lebih dulu dilihat situasi desa setempat (desa, kala, patra). Ritual Saba Muja Binih ini tidak akan dilaksanakan jika ada kedukaan (kematian) dari keluarga prajuru adat, balian desa, atau pengulu desa. “Tentunya tetap diputuskan melalui upacara nedunang Ida Bhatara hingga paruman desa,” jelas Ketut Mirsu.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Aksara, hadir ke lokasi upacara Saba Muja Benihy di Pura Desa Pedawa, Selasa kemarin. Dody Sukma terjun bersama timnya untuk membuat dokumentasi tradisi ritual dan upacara sakral di Desa Adat Pedawa ini.
Menurut Dody Sukma, dokumentasi salah satu tradisi adat dan budaya unik di Buleleng Barat ini dapat menjadi bahan promosi wisata. "Desa tua ini (Desa Pedawa) memang memiliki banyak sekali tradisi dan upacara sakral yang unik. Upacara sakral ini bisa dikemas sebagai promosi wisata di Buleleng. Hal ini sedang kami kemas dengan pendokumentasian untuk menjadikan Desa Pedawa menjadi Desa Wisa-ta sekaligus Desa Budaya," tandas Dody Sukma. *k23
1
Komentar