Krama Liligundi Unjukrasa 'Lengserkan' Bendesa Adat
Dipicu Masalah Perarem, Ancam Bentuk Prajuru Adat Tandingan
AMLAPURA, NusaBali
Inilah klimaks kisruh masalah perarem pemilihan bendesa di Desa Adat Liligundi, Desa Bebandem, Kecamatan Bebandem, Karangasem.
Krama Desa Adat Liligundi menggelar aksi unjukrasa untuk sampaikan mosi tak percaya terhadap Bendesa Adat I Ketut Alit Suardana, Kamis (20/1) pagi. Mereka berencana ambilalih kepemimpinan dengan membentuk prajuru adat tandingan.
Aksi demo untuk sampaikan mosi tak percaya terhadap Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, digelar di jaba Pura Desa kawasan Banjar Adat Liligundi Kelod, Desa Adat Liligundi, Kamis pagi mulai pukul 08.00 Wita. Aksi tersebut dikoordinasikan oleh Kelian Pecalang Desa Adat Liligundi, I Made Sukadana, yang juga Ketua Panitia Pararem Desa Adat Liligundi.
Massa adat semuanya mengenakan busana adat madya. Selain berorasi, mereka juga membentangkan spanduk berisi tulisan ‘Kami Krama Desa Adat Liligundi Sudah Tidak Percaya dengan Prajuru Desa Adat Liligundi’. Aksi penyampaian mosi tak percaya ini digelar sebagai akumulasi kekecewaan terhadap kepemimpinan Ketut Alit Suardana, yang dinilai tidak mampu memimpin Desa Adat Liligundi.
Semua ini berawal dari munculnya perarem di dalamnya memuat syarat-syarat ngadegang bendesa adat. Dalam perarem tersebut, ada syarat bahwa calon Bendesa Adat Liligundi wajib minimal berijazah SMP. Hal ini bertentangan dengan awig-awig.
Selanjutnya, setelah dilakukan enam kali mediasi yang difasilitasi Majelis Desa Adat (MDA) Kecamatan Bebandem, disepakati untuk mencabut perarem tersebut. Namun, Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, tidak kunjung mencabut perarem tersebut melalui paruman.
Sampai akhirnya dibentuk Panitia Perarem Desa Adat Liligundi yang di-ketuai Made Sukadana, untuk menyusun draft perarem yang baru. Namun, saat paruman sosialisasi draft perarem baru yang digelar panitia di jaba Pura Desa, Minggu (16/1), Bendesa Adat Liligundi, Ketut Alit Suardana, menganulir draft perarem tersebut.
Inilah yang membuat emosi krama Desa Adat Liligundi memuncak, sehingga berupaya melengserkan Alit Suardana dari jabatan bendesa melalui gerakan mosi tak percaya. Krama sepakat membentuk prajuru baru dalam waktu dekat. Hal tersebut dideklarasikan dalam aksi unjukrasa di jaba Pura Desa Liligundi, Kamis kemarin.
Deklarasi mosi tak percaya terhadap bendesa adat dan bersiap ambil-alih kepemimpinan yang dikoordinasikan Made Sukadana kemarin, dihadiri pula sejumlah anggota Panitia Perarem Desa Adat Liligundi, seperti I Komang Jana, I Ketut Subrata, I Wayan Oka Maja, dan I Komang Sumetra. Kelian Banjar Adat Liligundi Kaja, I Wayan Santra, juga hadir bersama tokoh Desa Ada Liligundi I Komang Wenten. Mereka berorasi secara bergantian.
"Kami telah 8 kali menggelar pertemuan untuk menyusun draft pararem ngadegang bendesa adat, sesuai awig-awig. Namun, dalam paruman sosialisasi draft perarem (16 Januari 2022, Red), bendesa adat seenaknya menolak. Bahkan, draft perarem belum sempat dibacakan, sudah langsung ditolak. Maka, sekarang giliran kita tolak kepemimpinan bendesa adat, diganti dengan prajuru adat yang baru," teriak Made Sukadana.
Paparan hampir senada juga disampaikan Komang Wenten. Tokoh Desa Adat Liligundi ini merasa gerah dengan kepemimpinan Alit Suardana selaku bendesa adat, yang dinilai terlalu sering menyakiti perasaan krama. "Kepemimpinan bendesa adat tidak transparan soal pertanggungjawaban keuangan. Dia seenaknya menolak draft pararem, maka kita menyatakan sikap mosi tak percaya kepada prajuru pimpinan Alit Suardana," tegas Komang Wenten.
Menurut Komang Wenten, jabatan Alit Suardana selaku Bendesa Adat Liligundi sebenarnya sudah berakhir tahun 2019. Namun, jabatannya diperpanjang dengan cara memanipulasi kehadiran krama sebagai bentuk persetujuan dengan kehadiran 12 krama.
"Dengan mosi tak percaya ini, kita menolak segala kegiatan di bawah kepemimpinan Bendesa Adat Liligundi. Kita agendakan membentuk prajuru adat yang baru sebagai tandingan," jelas Komang Wenten.
Ada 12 butir pernyataan sikap tolak kepemimpinan Alit Suardana, yang dibacakan Ketua Pecalang Desa Adat Liligungi, Made Sukadana, dalam aksi mosi tak percaya kemarin. Pertama, tunda pembayaran upeti pelaba pura. Kedua, tunda pembayaran pengopog (krama yang tinggal di luar desa). Ketiga, tunda pembayaran penyamping.
Keempat, tidak mencari upasaksi prajuru desa adat saat menggelar upacara pawiwahan (pernikahan). Kelima, tidak melakukan permakluman saat menggelar upacara penguburan jenazah. Keenam, tidak mencari upasaksi prajuru adat saat menggelar upacara Panca Yadnya.
Ketujuh, tunda bayar urunan bangunan dan aci-aci lainnya. Kedelapan, tidak menghadiri kegiatan sekaa teruna teruni (STT). Kesembilan, tolak masekaa gong. Kesepuluh, lakukan pengambilalihan pelaksanaan aci-aci di Pura Kahyangan Tiga. Kesebelas, tunda pembayaran air yang dikelola Desa Adat Liligundi. Keduabelas, tolak segala bentuk patedunan yang diputuskan prajuru Desa Adat Liligundi pimpinan Ketut Alit Suardana.
Sementara itu, Bendesa Adat Ketut Alit Suardana menanggapi dingin aksi unjukrasa dan mosi tak percaya krama setempat. "Silakan bentuk prajuru desa adat, sepanjang itu sesuai dengan awig-awig, Perraturan Daerah (Perda), dan Surat Edaran (SE)," tandas Alit Suardana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin.
Ketentuan yang dimaksud Alit Suardana adalah, Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali dan SE MDA Provinsi Bali Nomor 006/SE/MDA-Prov Bali/VII/2020 tertanggal 20 Juli 2020 tentang Proses Ngadegang Bendesa Adat atau Sebutan Lainnya. Alit Suardana menegaskan, untuk ngadegang bendesa adat, lebih dulu harus membentuk panitia penyusunan perarem.
Kemudian, perarem disahkan MDA Provinsi Bali. Dan, perarem itu mesti mengacu awig-awig, Perda, dan SE MDA. "Dalam awig-awig, Perda, dan SE MDA, tidak dikenal namanya ‘mosi tak percaya’. Jadi, keinginan membentuk prajuru adat boleh-boleh saja," sindir Alit Suardana yang juga menjabat Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem.
Sebenarnya, kata Alit Suardana, krama Desa Adat Liligundi harus bersabar, karena solusi untuk ngadegang bendesa adat telah disampaikan sebelumnya dengan cara merevisi perarem yang terbentuk terdahulu dengan mencabut syarat bakal calon bendesa---yang sesuai awig-awig hanya wikan nyurat aksara Bali dan aksara Latin, bukan berijazah SMP. Jadi, menurut Aloit Suardana, hanya syarat berijazah SMP itu saja yang mestinya dihilangkan, bukan mencabut semua isi perarem sebelumnya.
Kalau ngadegang bendesa mulai dari awal, kata Alit Suardana, prosesnya panjang, 6-12 bulan. Kenyataannya, lanjut Alit Suardana, banyak krama belum paham mengenai pembentukan perarem sebagai syarat ngadegang bendesa. "Saya sendiri tidak ada ambisi menjadi bendesa adat lagi. Silakan berproses, asalkan sesuai ketentuan," katanya. *k16
Komentar