nusabali

Pilih Donor Darah Lebih ‘Menantang’

  • www.nusabali.com-pilih-donor-darah-lebih-menantang

Jika donor darah biasanya hanya lima menit saja, namun Donor Apheresis lebih menantang karena bisa memakan waktu hingga dua jam.

Ketut Pringgantara Terima Satyalancana Kebaktian Sosial

DENPASAR, NusaBali
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) memberikan penganugerahan Satyalancana Kebaktian Sosial kepada 846 pendonor darah sukarela yang berasal dari 15 provinsi di Indonesia. Penyerahan penghargaan itu dilakukan di Hotel Millenium Sirih, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (19/2).

Salah satu dari ratusan relawan donor darah asal Bali adalah Ketut Pringgantara. Pria berusia 48 tahun ini dipilih setelah diranking terbanyak melakukan donor darah yakni 148 kali. Yang menarik, Pringgantara tak hanya sebagai relawan donor darah biasa, tapi dia memilih donor darah yang lebih 'menantang', yakni Donor Apheresis. Nah, inilah yang membedakan dia dengan 25 penerima penghargaan lainnya dari Bali.

Sebenarnya penghargaan tersebut hendak diberikan kepada pria asal Banjar Kaja Kauh, Desa Bondalem, Tejakula, Buleleng itu pada tahun 2014. Namun dia menolak. Alasannya, Pringgantara merasa tidak pantas, sebab sukarelawan lainnya juga sangat sering melakukan donor darah. Begitu juga dia tidak ingin terlalu menonjolkan diri untuk soal kemanusiaan. Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan dia akhirnya menerima penghargaan itu bersama 25 orang lainnya.

"Saya menerima ini sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap relawan yang dengan sukarela menyumbangkan darahnya. Sekaligus bagi saya, ini upaya untuk menginspirasi generasi muda bahwa donor darah itu sangat mulia," ungkapnya jelang keberangkatannya ke Jakarta, Sabtu (18/2) lalu.

Pria yang berprofesi sebagai instruktur kepala yoga ini tercatat sudah mendonorkan darah sebanyak 148 kali. Rutinitas itu dimulai pria kelahiran 5 Februari 1969 ini sejak tahun 1989. Awal mulanya, waktu itu dia masih aktif menyenangi beladiri. Sisi kemanusiaannya muncul tatkala pada suatu kompetisi, banyak lawan yang dia temukan mengeluarkan darah. "Dari situ tergerak hati saya untuk berbuat sesuatu. Maka sejak itu, saya rutin donor darah tiga bulan sekali," tuturnya.

Rutinitas itu kemudian berubah sejak beberapa tahun terakhir, dari tiga bulan sekali menjadi dua minggu sekali. Dia memilih donor darah yang lebih 'menantang', yakni Donor Apheresis.  

Donor ini berbeda dengan donor darah biasa. Jika donor darah biasanya hanya lima menit saja, Donor Apheresis bisa memakan waktu dari satu setengah hingga dua jam. Ayah dua anak ini bahkan sudah melakukannya lebih dari 45 kali.

Apheresis adalah penerapan teknologi medis berupa proses pengambilan salah satu komponen darah dari pendonor melalui suatu alat atau mesin apheresis. Karena menggunakan alat khusus, tiap dua minggu sekali dia harus datang langsung ke Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Provinsi Bali yang berlokasi di RSUP Sanglah. Pada prosedur Donor Apheresis, komponen darah yang diambil hanyalah komponen yang diperlukan, kemudian yang lain akan dikembalikan ke tubuh saat itu juga.

"Pada darah, terdapat tiga komponen yakni leukosit, trombosit, dan plasma. Misalnya ingin mengambil trombosit, maka komponen darah lainnya dikembalikan lagi kedalam tubuh donor saat itu juga. Semacam cuci darah menurut saya. Karena darah kita keluar, lalu masuk ke mesin, kemudian difilter, dan waktunya tidak singkat, sampai 2 jam," katanya.

Disinilah tantangannya. Dalam waktu dua jam saat Donor Apheresis, pikiran dan tubuh harus tetap sadar. Tubuh harus tetap merespon keluar masuknya darah. Jika sampai terlelap, maka bisa jadi berakibat fatal. "Pada saat darah kita keluar dan difilter di mesin, itu rasanya dingin di badan. Makanya kita harus tetap terjaga. Kalau terlelap, kita malah yang bisa jadi pasien, atau berakibat fatal. Karena itu, saya kalau donor pasti diajak ngobrol sama dokter atau tim medis, sehingga tetap terjaga," ceritanya.

Tapi pada suatu ketika, dia pernah mengalami kejadian mengerikan. Saat dia melakukan donor darah Apheresis, tiba-tiba listrik mati, dan darahnya masih ada di dalam mesin. Proses donor pun macet, sementara tubuhnya mulai lemas. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang.

Sebagai penekun spiritual dan yoga, Pringgantara percaya akan kekuatan doa. Saat kejadian itu, dia memusatkan pikiran berdoa kepada Tuhan dan memusatkan pikiran pada istri agar turut mendoakannya. Ajaib, saat itu listrik menyala, hanya pada tempatnya melakukan donor darah. "Kejadian ini memang di luar dugaan kita. Mati listrik, salah tusuk (human error) pernah saya alami. Tapi percaya, bahwa apa yang kita lakukan ini adalah pengabdian kepada manusia lainnya, tidak ada kepentingan apapun. Maka Tuhan akan hadir saat kita dalam kondisi mengerikan sekalipun," katanya.

Akhirnya, pria yang akrab disapa Pak Pring ini menjadikan donor darah sebagai pilihan hidup. Lewat pengabdian itu, dia merasa bermanfaat bagi sesama. Ada perasaan bahagia yang tidak akan pernah mampu dibayar dengan apapun.

Sejak menyadari hal ini, Pringgantara pun semakin aktif menjadi pelopor donor darah bagi generasi muda. Banyak anak muda yang telah dia rangkul meskipun tidak menjadi pendonor darah Apheresis. "Banyak yang saya ajak donor darah. Hampir tiga ratusan. Tapi yang aktif donor Apheresis cuma 70-an orang," kata bapak dua putri ini.

Dia pun mengajak generasi muda yang belum pernah donor darah agar mau berdonor darah, minimal donor darah biasa. Selain donor darah menyehatkan tubuh, setetes darah akan sangat membantu manusia lainnya. Karena dengan begitu, nilai pengabdian dan tidak memiliki kepentingan apapun, akan membuat hidup terus bahagia. Dia sangat menyayangkan, bila masyarakat merusak hidupnya dengan berkelahi dan narkoba, ketimbang mendedikasikan hidup untuk berguna bagi orang lain. "Bagi yang belum pernah donor, jangan takut. Intinya, kita harus mengubah mindset, bahwa darah yang kita sumbangkan adalah bentuk melayani manusia lainnya. Dengan demikian, kita tidak akan ada beban karena tidak memiliki kepentingan apapun," tutur pria yang memilih jadi vegetarian ini.* in

Komentar