Kenapa Kekerasan yang Dipilih?
Perilaku kekerasan berulang dari masa ke masa, tidak pernah usai karena dipicu berbagai sebab. Kekerasan dapat membahayakan secara fisik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Secara umum, jenisnya ada empat, yaitu kekerasan terbuka atau kekerasan yang dapat dilihat. Contohnya, perkelahian antar pelajar yang saling baku hantam baik satu lawan satu maupun berkelompok. Kekerasan demikian dipicu oleh persaingan dan perebutan ‘power’, seperti cewek, loyalitas kelompok.
Kekerasan terbuka lainnya, seperti aksi saling dorong antara polisi dengan demonstran, atau pemboman. Jenis ini dipicu oleh perbedaan fungsi dan peran, polisi mengusung visi ketertiban dan keamanan sosial sedangkan demonstran mengusung misi ketidak-berterimaan.
Kekerasan tertutup merupakan kekerasan tersembunyi secara langsung atau tidak langsung dilakukan. Jenis ini dikenal dengan kekerasan psikis atau emosional. Kekerasan ini sifatnya tersembunyi, seperti ancaman, hinaan, atau cemooh yang kemudian menyebabkan korban susah tidur, tidak percaya diri, tidak berdaya, terteror, dan memiliki keinginan bunuh diri.
Contohnya, pengancaman terhadap seseorang menggunakan surat yang tersembunyi di balik topeng, sebuah hasrat membentur benteng. Atau, kekerasan yang berlindung di balik ruang rahasia. Kekerasan agresif merupakan bentuk kekerasan untuk mendapatkan sesuatu seperti, penjambretan, perampokan, aksi begal dan lainnya. Contohnya, kekerasan yang dilakukan dalam bentuk eksploitasi, memanipulasi, dan mengendalikan korban dengan tujuan finansial. Serta memaksa korban bekerja, melarang korban bekerja tapi menelantarkannya, atau mengambil harta seseorang tanpa sepengetahuannya.
Kekerasan defensif adalah bentuk kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan membela diri. Upaya melindungi diri dari kekerasan dengan cara kekerasan adalah kekerasan defensif. Kekerasan defensif dapat ditemui dalam kasus pembegalan atau perampokan yang marak terjadi serta kasus kekerasan dalam rumah tangga. Korban yang mengalami kekerasan dapat membela diri dengan memukul pelaku kejahatan untuk menyelamatkan diri.
Terkadang selama proses kekerasan defensif, pelaku kejahatan terbunuh oleh korbannya atau sebaliknya! Seburuk apapun situasi kekerasan, alangkah lebih baiknya untuk tidak melakukan kekerasan defensif yang dapat menghilangkan nyawa orang lain. Oleh sebab itu, diperlukan ketenangan diri serta kemampuan penguasaan bela diri dalam menghadapi situasi tersebut.
Jika kekerasan defensif dilakukan dan pelaku KDRT memutar balikkan fakta, maka korban dapat melakukan visum di rumah sakit. Visum tersebut digunakan sebagai upaya bukti kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh pelaku sebelumnya. Bentuk KDRT, seperti kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat; kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya; kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar; atau, penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangga.
Bagi korban KDRT undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada pelakunya, antara lain : perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ;pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan, pelayanan bimbingan rohani. Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani.
Sebagai simpulan, Prof Muhadjir menekankan bahwa masalah kekerasan adalah masalah global yang menuntut komitmen dan kesadaran dari semua pihak. Bergantung pada pemerintah saja tidak cukup, melibatkan masyarakat wajib hukumnya, komitmen semua pihak merupakan tindakan konkret. Mencegah kekerasan lebih penting daripada menanggulangi kekerasan. Semoga kekerasan dalam berbagai wujud dan alasan dapat diminimalkan! *
Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D.
Komentar