Walhi Bali: Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung Berpotensi Jadi ‘Kuburan Massal’
DENPASAR, NusaBali.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Bali bersama Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali menghadiri agenda pembahasan Addendum ANDAL dan RKL-RPL Pusat Kebudayaan Bali bertempat di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali pada Senin (24/1/2022).
Sebelum dilakukan pembahasan addendum, acara diawali dengan kegiatan pengecekan lokasi terkait lokasi bahan urugan yang akan ditaruh di seputar pesisir Pantai Tangtu, sebab pada dokumen addendum dikatakan bahwa proyek Pusat Kebudayaan Bali terpadu kekurangan material urugan sebanyak 4,8 juta meter kubik.
Pembahasan Addendum ANDAL dan RKL-RPL Pusat Kebudayaan Bali ini dibuka oleh Kepala Dinas DLHK Provinsi Bali, I Made Teja, dan kemudian dipimpin oleh Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas, Ida Dayu Putri Ary. Dalam pembahasan ini juga hadir dari tim penyusun addendum, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Bali selaku pemrakarsa proyek, PT Pelindo III, MDA, dan instansi terkait.
Walhi Bali yang diwakili oleh Manajer Advokasi dan Kampanye, I Made Krisna ‘Bokis’ Dinata, didampingi oleh Daffa Wiraseno, perwakilan Organisasi Gerakan Mahasiswa Frontier Bali, dalam diskusi ini memberikan tanggapan pada pelaksanaan pembahasan Addendum RKL-RPL Pusat Kebudayaan Bali.
Krisna ‘Bokis’ Dinata menyampaikan bahwa proyek Pusat Kebudayaan Bali merupakan proyek strategis dan berdampak luas. Karena proyek tersebut merupakan proyek strategis dan berdampak luas, maka seharusnya pembahasan tersebut ditunda. Hal itu dikarenakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/XVIII/2020 pada amar Nomor 7 menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Kami meminta kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali untuk menunda pembahasan Addendum Andal RKL-RPL Pusat Kebudayaan Bali karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.
Lebih lanjut Krisna menerangkan proyek Pusat Kebudayaan Bali Terpadu ini dipaksakan dibangun pada kawasan rawan bencana. Ia memaparkan bahwa wilayah dalam kawasan rawan gempa bumi tinggi berpotensi terlanda goncangan gempa bumi dengan intensitas VII-VIII MMI (Modified Mercally Intensity) dapat menimbulkan dampak berupa retakan tanah, peluluhan pada kawasan endapan alluvium (likuifaksi), longsoran pada daerah berlereng terjal serta pergeseran tanah.
Di samping itu, menurut Krisna, berdasarkan list desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami, yang diterbitkan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, menyatakan lokasi proyek Pusat Kebudayaan Bali yang terletak di Desa Tangkas, Desa Gunaksa, Desa Gelgel, dan Desa Jumpai termasuk dalam list bahaya tinggi tsunami, dengan ketinggian lebih dari 3 meter.
Lebih lanjut, Krisna menerangkan, banyaknya fasilitas yang akan dibangun juga potensial menjadi tempat berkumpulnya orang dalam jumlah besar dalam satu waktu, artinya keberadaan Pusat Kebudayaan Bali ini berkontribusi besar dalam meningkatkan risiko bencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami di kawasan tersebut.
Bokis juga menyampaikan apabila bencana tersebut terjadi dan menimbulkan korban jiwa di kawasan Pusat Kesenian Bali, maka Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali yang paling bertanggung jawab karena telah membangun ‘kuburan massal’ di Pusat Kebudayaan Bali.
“Apabila di kemudian hari bencana tersebut terjadi dan memakan korban jiwa, maka saudara yang paling bertanggung jawab karena telah membangun kuburan massal,” tegas Bokis.
Setelah menyampaikan tanggapan, WALHI Bali menyerahkan surat tangapannya kepada ketua pembahas Addendum ANDAL dan RKL-RPL Pusat Kebudayaan Bali. Surat pun diterima oleh Kepala Dinas DLHK Provinsi Bali, I Made Teja.
1
Komentar