Ekspor Handicraft Bali Masih Stagnan
Salah satu penyebabnya tidak berlakunya kebijakan VOA
DENPASAR,NusaBali
Ekspor produk handicraft Bali masih stagnan. Hal itu karena tidak ada buyer yang datang ke Bali, akibat tidak diberlakukannya kebijakan visa on arrival (VOA) yang merupakan bagian dari kebijakan Pemerintah dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Ribuan perajin pelaku UMKM di Bali dipastikan terdampak.
VOA adalah Visa Kunjungan Saat Kedatangan diberikan kepada Warga Negara Asing yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, atau tugas pemerintahan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Esksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Darma Siadja mengatakan, Selasa (25/1).
“Belum.. belum ada perkembangan yang signifikan,” ujar pria asal Desa Mas , Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Dikatakan Darma Siadja, buyer belum ada yang datang ke Indonesia, termasuk ke Bali, salah satunya karena tidak lagi berlakunya VOA. Kalaupun mungkin ada yang datang, misalnya dengan visa bisnis, kemungkinan juga tidak menarik bagi tamu bisnis. Hal itu karena begitu tiba di Indonesia, mereka harus melakukan karantina.
“Barangkali itu dinilai merepotkan, sehingga mereka ogah datang,” jelas Darma Siadja.
Dikatakan Darma Siadja, memang ada pergerakan penjualan khususnya ekspor handicraft, namun volumenya sedikit.
“Hanya beberapa saja. Tidak signifikan,” lanjut Darma Siadja.
Karena itulah kata dia memastikan sangat banyak perajin handicraft Bali yang terdampak.
“ Saya kira jumlahnya sampai ribuan orang lebih,” kata Darma Siadja.
Kata dia hal itu karena handicraft merupakan salah satu dari sektor yang banyak digeluti warga yang tersebar di banyak tempat di Bali. Mulai dari penyediaan bahan baku, proses pembuatan, finishing hingga pemasaran. Juga sektor-sektor terkait.
“Jadi banyak pihak yang bergantung pada handicraft ini,” kata Darma Siadja.
Memang ada penjualan, namun dari volumenya tidak banyak. “Salah satunya dampak pemasaran secara online atau digital,” kata Darma Siadja.
Indikasi stagnan ekspor handcraft ditunjukkan dengan data ekspor dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Provinsi. Pada Januari- November 2020 lalu, nilai ekspor kerajinan Bali senilai 129.288.713,28 dollar.
Jumlah tersebut memberi kontribusi 35,83 persen terhadap total ekspor Bali pada periode Januari - November 2020. Sedang pada Januari- November 2021, ekspor kerajinan Bali hanya mencapai 91.542.747,11 dollar. Kontribusinya terhadap seluruh ekspor turun menjadi 32,70 persen. Atau mengalami penunrunan -29,20 persen antara Januari-November 2020 dibandingkan Januari-November 2021. *K17
VOA adalah Visa Kunjungan Saat Kedatangan diberikan kepada Warga Negara Asing yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, atau tugas pemerintahan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Esksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) Bali I Ketut Darma Siadja mengatakan, Selasa (25/1).
“Belum.. belum ada perkembangan yang signifikan,” ujar pria asal Desa Mas , Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Dikatakan Darma Siadja, buyer belum ada yang datang ke Indonesia, termasuk ke Bali, salah satunya karena tidak lagi berlakunya VOA. Kalaupun mungkin ada yang datang, misalnya dengan visa bisnis, kemungkinan juga tidak menarik bagi tamu bisnis. Hal itu karena begitu tiba di Indonesia, mereka harus melakukan karantina.
“Barangkali itu dinilai merepotkan, sehingga mereka ogah datang,” jelas Darma Siadja.
Dikatakan Darma Siadja, memang ada pergerakan penjualan khususnya ekspor handicraft, namun volumenya sedikit.
“Hanya beberapa saja. Tidak signifikan,” lanjut Darma Siadja.
Karena itulah kata dia memastikan sangat banyak perajin handicraft Bali yang terdampak.
“ Saya kira jumlahnya sampai ribuan orang lebih,” kata Darma Siadja.
Kata dia hal itu karena handicraft merupakan salah satu dari sektor yang banyak digeluti warga yang tersebar di banyak tempat di Bali. Mulai dari penyediaan bahan baku, proses pembuatan, finishing hingga pemasaran. Juga sektor-sektor terkait.
“Jadi banyak pihak yang bergantung pada handicraft ini,” kata Darma Siadja.
Memang ada penjualan, namun dari volumenya tidak banyak. “Salah satunya dampak pemasaran secara online atau digital,” kata Darma Siadja.
Indikasi stagnan ekspor handcraft ditunjukkan dengan data ekspor dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Provinsi. Pada Januari- November 2020 lalu, nilai ekspor kerajinan Bali senilai 129.288.713,28 dollar.
Jumlah tersebut memberi kontribusi 35,83 persen terhadap total ekspor Bali pada periode Januari - November 2020. Sedang pada Januari- November 2021, ekspor kerajinan Bali hanya mencapai 91.542.747,11 dollar. Kontribusinya terhadap seluruh ekspor turun menjadi 32,70 persen. Atau mengalami penunrunan -29,20 persen antara Januari-November 2020 dibandingkan Januari-November 2021. *K17
Komentar