Penyuluh Bahasa Bali Temukan Cakep Lontar Tahun 863 Masehi
Dari 4 cakep lontar yang diidentifikasi Penyuluh Bahasa Bali, satu di antaranya mengarah ke sejarah Desa Sidetapa yakni Lontar Raja Purana Sidetapa
Giliran Lontar Warisan Leluhur di Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar, Buleleng yang Diidentifikasi
SINGARAJA, NusaBali
Setelah melakukan identifikasi ratusan cakep lontar di Desa Pakraman Beratan Samayaji (Kelurahan Beratan, Kecamatan Buleleng) dan Desa Kayu Putih Melaka (Kecamatan Sukasada), Penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Buleleng kembali bergerilya untuk mengidentifikai lontar-lontar di desa lainnya. Kali ini, giliran lontar milik krama di Desa ‘Bali Aga’ Sidetapa, Kecamatan Banjar, Buleleng yang diitentifikasi. Hasilnya, di desa tua ini ditemukan lontar yang diperkirakan ditulis tahun Saka 765 atau 863 Masehi.
Tim Penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Buleleng gerilya ke Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar untuk mengidentifikasi lontar milik krama setempat, Selasa (21/2). Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Nyoman Suka Ardiyasa, bahkan ikut terjun saat identifikasi cakep lontar di Desa Sidetapa kemarin. Suka Ardiyasa didampingi Ketua Tim Konservasi Lontar Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Ida Bagus Ari Wijaya.
Seperti halnya di desa-desa lainnya yang sudah pernah disambangi Penyuluh Bahasa Bali, di Desa Sidetapa juga ditemukan cukup banyak cakep lontar warisan leluhur. Namun, berdasarkan identifikasi awal, dari sekian banyak lontar di Desa Sidetapa, hanya 4 cakep di antaranya yang dapat diidentifikasi Tim Penyuluh Bahasa Bali. Sedangkan sisanya, sudah dalam keadaan rusak.
Kempat cakep lontar yang dapat diidetifikasi tersebut masing-masing Lontar Raja Purana Sidetapa, Lontar Raja Purana, Lontar Kawisesan, dan Lontar Kawisesan. Menurut Ketua Tim Konservasi Lontar Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, IB Ari Wijaya, selain 4 cakep lontar yang dapat teridentifikasi, juga ada pipil pesengan (penyahcah) krama di Desa Sidatapa.
Dari 4 cakep lontar yang bisa diidentifikasi tersebut, salah satunya memang mengarah kepada sejarah Desa Sidetapa, sesuai dengan harapan krama setempat. Lontar yang mengarah ke sejarah desa tua tersebut adalah Lontar Raja Purana Sidetapa. Kondisi Lontar Raja Purana Sidetapa ini sudah tidak utuh.
Meski kondisinya tidak utuh, namun dalam Lontar Raja Purana Sidetapa ini tersurat angka tahun Saka 785 atau 863 Masehi, yang diduga sebagai tahun ditulisnya lontar tersebut. Hanya saja, keraguan menyeruak saat Penyuluh Bahasa Bali menemukan lontar tersebut masih sangat baru.
“Memang ada ketidakpasan yang kami temukan antara angka yang tertera dalam Lontar Raja Purana Sidetapa dengan kondisi lontra yang sanagt baru. Kami belum berani menyatakan isi lontra ini, jika memang dipakai rujukan sejarah Desa Sidetapa. Apalagi, beberapa bagiannya sudah hilang,” ujar IB Ari Wijaya kepada NusaBali di sela kegiatan identifikasi (pembacaan) cakep lontar di Desa Sidetapa, Selasa kemarin.
Ari Wijaya menyebutkan, dengan kondisi tersebut, pihaknya mengharapkan krama Desa Sidetapa mencari sumber-sumber lain untuk memperkuat bahan rujukan sejarah desanya. Hal tersebut dimaksudkan agar ke depannya tidak terjadi kesalahan persepsi, karena Lontar Raja Purana Sidetapa tidak utuh, sehingga tak dapat dibaca secara keseluruhan.
Desa Sidetapa sendiri merupakan salah satu dari 4 desa bertetangga di wilayah Kecamatan Banjar, Buleleng yang masuk Desa Bali Aga. Keempat Desa Bali Aga tersebut selama ini dikenal sebagai Desa SCTP, yakni Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, dan Desa Pedawa.
Sementara itu, Penyarikan Desa Pakraman Sidetapa, I Nyoman Parma, mengatakan lontar-lontar yang dimiliki desanya, masih sangat misterius. Dengan keterbatasan ilmu, lontar tersebut jarang dibaca. Menurut Nyoman Parma, lontar-lontar itu terakhir kali dibaca oleh panglingsir Desa Sidetapa tahun 1992 silam.
Pasca dibaca tahun 1992 sampai sekarang, krama Desa Pakraman Sidetapa tidak mengetahui apa sejatinya isi lontar tersebut. Padahal, kata Nyoman Parma, mereka juga ingin tahu bagaimana sejarah sebenarnya desa yang dijadikan tempat tinggali tersebut.
“Karena kami ingin tahu bagaimana sejarah desa kami, maka kami berharap siapa tahu sejarahnya ada tertuang dalam lontar ini,” ungkap Nyoman Parma yang saat identifikasi lontar kemarin didampingi Kepala Desa Sidetapa, Ulun Desa Sidetapa, dan 22 Kelian Dadia.
Nyoman Parma mengatakan, dengan kondisi lontar yang cukup parah, buat sementara pihaknya menerima anjuran yang diberikan Penyuluh Bahasa Bali untuk mencari sumber lain dalam mengungkap sejarah Desa Sidetapa. “Selanjutnya, kami akan berkoordinasi kembali apabila ada lontar yang ditemukan masih disimpan warga,” katanya.
Sementara, Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, Nyoman Suka Ardiyasa, mengatakan keberadaan Penyuluh Bahasa Bali saat ini sudah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pihaknya pun berharap meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membuka kembali lontar-lontra kunonya. Dengan begitu, ke depan masyarakat memiliki informasi yang pasti terkait apa yang tertera dalam pustaka sakral yang disungsungnya.
“Selama ini, kendalanya masih soal perawatan dan konservasi lontar. Banyak lontar yang ditemukan dalam kondisi rusak. Nah, dengan adanya identifikai seperti seperti ini, kami juga akan mengedukasi masyarakay, bagaimana caranya merawat lontar, sehingga pusaka peninggalan leluhur dapat lestari,” jelas Suka Ardiyasa. * k23
SINGARAJA, NusaBali
Setelah melakukan identifikasi ratusan cakep lontar di Desa Pakraman Beratan Samayaji (Kelurahan Beratan, Kecamatan Buleleng) dan Desa Kayu Putih Melaka (Kecamatan Sukasada), Penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Buleleng kembali bergerilya untuk mengidentifikai lontar-lontar di desa lainnya. Kali ini, giliran lontar milik krama di Desa ‘Bali Aga’ Sidetapa, Kecamatan Banjar, Buleleng yang diitentifikasi. Hasilnya, di desa tua ini ditemukan lontar yang diperkirakan ditulis tahun Saka 765 atau 863 Masehi.
Tim Penyuluh Bahasa Bali di Kabupaten Buleleng gerilya ke Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar untuk mengidentifikasi lontar milik krama setempat, Selasa (21/2). Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, I Nyoman Suka Ardiyasa, bahkan ikut terjun saat identifikasi cakep lontar di Desa Sidetapa kemarin. Suka Ardiyasa didampingi Ketua Tim Konservasi Lontar Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, Ida Bagus Ari Wijaya.
Seperti halnya di desa-desa lainnya yang sudah pernah disambangi Penyuluh Bahasa Bali, di Desa Sidetapa juga ditemukan cukup banyak cakep lontar warisan leluhur. Namun, berdasarkan identifikasi awal, dari sekian banyak lontar di Desa Sidetapa, hanya 4 cakep di antaranya yang dapat diidentifikasi Tim Penyuluh Bahasa Bali. Sedangkan sisanya, sudah dalam keadaan rusak.
Kempat cakep lontar yang dapat diidetifikasi tersebut masing-masing Lontar Raja Purana Sidetapa, Lontar Raja Purana, Lontar Kawisesan, dan Lontar Kawisesan. Menurut Ketua Tim Konservasi Lontar Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Buleleng, IB Ari Wijaya, selain 4 cakep lontar yang dapat teridentifikasi, juga ada pipil pesengan (penyahcah) krama di Desa Sidatapa.
Dari 4 cakep lontar yang bisa diidentifikasi tersebut, salah satunya memang mengarah kepada sejarah Desa Sidetapa, sesuai dengan harapan krama setempat. Lontar yang mengarah ke sejarah desa tua tersebut adalah Lontar Raja Purana Sidetapa. Kondisi Lontar Raja Purana Sidetapa ini sudah tidak utuh.
Meski kondisinya tidak utuh, namun dalam Lontar Raja Purana Sidetapa ini tersurat angka tahun Saka 785 atau 863 Masehi, yang diduga sebagai tahun ditulisnya lontar tersebut. Hanya saja, keraguan menyeruak saat Penyuluh Bahasa Bali menemukan lontar tersebut masih sangat baru.
“Memang ada ketidakpasan yang kami temukan antara angka yang tertera dalam Lontar Raja Purana Sidetapa dengan kondisi lontra yang sanagt baru. Kami belum berani menyatakan isi lontra ini, jika memang dipakai rujukan sejarah Desa Sidetapa. Apalagi, beberapa bagiannya sudah hilang,” ujar IB Ari Wijaya kepada NusaBali di sela kegiatan identifikasi (pembacaan) cakep lontar di Desa Sidetapa, Selasa kemarin.
Ari Wijaya menyebutkan, dengan kondisi tersebut, pihaknya mengharapkan krama Desa Sidetapa mencari sumber-sumber lain untuk memperkuat bahan rujukan sejarah desanya. Hal tersebut dimaksudkan agar ke depannya tidak terjadi kesalahan persepsi, karena Lontar Raja Purana Sidetapa tidak utuh, sehingga tak dapat dibaca secara keseluruhan.
Desa Sidetapa sendiri merupakan salah satu dari 4 desa bertetangga di wilayah Kecamatan Banjar, Buleleng yang masuk Desa Bali Aga. Keempat Desa Bali Aga tersebut selama ini dikenal sebagai Desa SCTP, yakni Desa Sidetapa, Desa Cempaga, Desa Tigawasa, dan Desa Pedawa.
Sementara itu, Penyarikan Desa Pakraman Sidetapa, I Nyoman Parma, mengatakan lontar-lontar yang dimiliki desanya, masih sangat misterius. Dengan keterbatasan ilmu, lontar tersebut jarang dibaca. Menurut Nyoman Parma, lontar-lontar itu terakhir kali dibaca oleh panglingsir Desa Sidetapa tahun 1992 silam.
Pasca dibaca tahun 1992 sampai sekarang, krama Desa Pakraman Sidetapa tidak mengetahui apa sejatinya isi lontar tersebut. Padahal, kata Nyoman Parma, mereka juga ingin tahu bagaimana sejarah sebenarnya desa yang dijadikan tempat tinggali tersebut.
“Karena kami ingin tahu bagaimana sejarah desa kami, maka kami berharap siapa tahu sejarahnya ada tertuang dalam lontar ini,” ungkap Nyoman Parma yang saat identifikasi lontar kemarin didampingi Kepala Desa Sidetapa, Ulun Desa Sidetapa, dan 22 Kelian Dadia.
Nyoman Parma mengatakan, dengan kondisi lontar yang cukup parah, buat sementara pihaknya menerima anjuran yang diberikan Penyuluh Bahasa Bali untuk mencari sumber lain dalam mengungkap sejarah Desa Sidetapa. “Selanjutnya, kami akan berkoordinasi kembali apabila ada lontar yang ditemukan masih disimpan warga,” katanya.
Sementara, Ketua Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali, Nyoman Suka Ardiyasa, mengatakan keberadaan Penyuluh Bahasa Bali saat ini sudah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pihaknya pun berharap meningkatnya kesadaran masyarakat untuk membuka kembali lontar-lontra kunonya. Dengan begitu, ke depan masyarakat memiliki informasi yang pasti terkait apa yang tertera dalam pustaka sakral yang disungsungnya.
“Selama ini, kendalanya masih soal perawatan dan konservasi lontar. Banyak lontar yang ditemukan dalam kondisi rusak. Nah, dengan adanya identifikai seperti seperti ini, kami juga akan mengedukasi masyarakay, bagaimana caranya merawat lontar, sehingga pusaka peninggalan leluhur dapat lestari,” jelas Suka Ardiyasa. * k23
Komentar