Pengusaha Diminta Tak Tahan Stok Migor
Kebijakan Pemerintah tak ada gunanya bila stok di lapangan langka atau tidak ada
JAKARTA, NusaBali
Pemerintah harus betul-betul mendorong kalangan pengusaha agar tidak menahan stok minyak goreng serta tidak mengambil keuntungan yang berlebihan terkait dengan fenomena kelangkaan komoditas tersebut, kata Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina.
"Pemerintah mesti dapat mendorong para pengusaha besar minyak goreng ini, jangan sampai menahan stok dan mereka mesti mau berkorban dengan mengurangi marginnya agar tidak ada kelangkaan stok di lapangan," kata Nevi Zuairina dalam keterangan tertulis di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa.
Menurut dia, meski kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng mulai berlaku , yakni minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter, namun pada kenyataannya, stok yang ada di pasaran masih langka.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah sudah terlalu banyak berkorban melalui uang negara, baik dari APBN maupun melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), untuk stabilisasi harga minyak goreng ini.
Selama ini proporsi serapan minyak goreng dalam negeri, lanjut dia, memang lebih kecil dari luar negeri sekitar 34 persen. Dengan tingginya harga pasar dunia, ekspor sangat menjanjikan ditambah lagi kelangkaan stok dunia. Namun kebutuhan dalam negeri jangan sampai diabaikan sehingga mengorbankan mahalnya minyak goreng dalam negeri.
"Operasi pasar di titik-titik masyarakat yang memiliki daya beli rendah harus dilakukan pada harga minyak goreng Rp14 ribu. Selain menjamin adanya stok yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan syarat maksimal pembelian, juga meningkatkan ketepatan sasaran pemenuhan kebutuhan," katanya.
Nevi berpendapat bahwa kebijakan terkait harga domestik tidak akan ada gunanya ketika stok di lapangan langka atau tidak ada. Untuk itu, ujar dia, bila ada indikasi kartel yang bermain, maka pemerintah diharapkan bertindak tegas dan keras sehingga ada efek jera bagi para pelaku distribusi minyak goreng yang nakal.
Sementara, anggota Komisi VI DPR RI dari daerah pemilihan Bali Nyoman Parta menegaskan, konsumen diharapkan bisa mendapatkan harga minyak goreng sesuai HET yang berlaku. Dia juga meminta pemerintah memastikan suplay minyak goreng sampai ke bawah.
"Pemerintah harus menjamin konsumen mendapatkan harga sesuai dengat HET.
Pemerintah berkewajiban pula memastikan suplay minyak goreng sampai ke lapisan pengecer paling bawah, pada warung kelontong dan toko ritel lokal, bukan hanya di toko modern berjaringan nasional saja," ujar Parta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/2).Produsen minyak goreng pun, mutlak mendistribusikan 20 persen dari jumlah produksinya untuk pasar nasional. Berkaitan dengan konsistensi dan penerapan Permendag No 6 Tahun 2022, pengawalan harus dilakukan dari hulu, tengah dan hilir. Dari hulu, memastikan produsen menyiapkan minyak goreng yang diproduksi untuk kebutuhan nasional.
Kemudian memastikan Domestic Market Obligation (DMO) berjalan benar dan tepat.Dari tengah, memastikan distributor dan suplayer mendistribusikan minyak goreng sampai ke lapisan paling bawah. Yaitu ke pengecer, pasar tradisional, toko kelontong dan toko ritel lokal.
Dengan begitu, tidak terjadi pelambatan. "Atau dalam bahasa ekstremnya penimbunan," tegas Parta. Sementara dari hilir, memastikan konsumen rumah tangga dan pelaku UMKM mendapatkan minyak goreng sesuai HET. Sebab, banyak produk makanan mereka menggunakan minyak goreng sebagai alat bantu.
"Saya harap Menteri Perdagangan, totalitas dalam menangani masalah itu dan memberi pembelaan kepada rakyat dan UMKM kita," ucap pria dari Fraksi PDIP ini. Tak ketinggalan melibatkan Satgas Pangan dalam memantaunya. k22
"Pemerintah mesti dapat mendorong para pengusaha besar minyak goreng ini, jangan sampai menahan stok dan mereka mesti mau berkorban dengan mengurangi marginnya agar tidak ada kelangkaan stok di lapangan," kata Nevi Zuairina dalam keterangan tertulis di Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa.
Menurut dia, meski kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng mulai berlaku , yakni minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter, namun pada kenyataannya, stok yang ada di pasaran masih langka.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah sudah terlalu banyak berkorban melalui uang negara, baik dari APBN maupun melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), untuk stabilisasi harga minyak goreng ini.
Selama ini proporsi serapan minyak goreng dalam negeri, lanjut dia, memang lebih kecil dari luar negeri sekitar 34 persen. Dengan tingginya harga pasar dunia, ekspor sangat menjanjikan ditambah lagi kelangkaan stok dunia. Namun kebutuhan dalam negeri jangan sampai diabaikan sehingga mengorbankan mahalnya minyak goreng dalam negeri.
"Operasi pasar di titik-titik masyarakat yang memiliki daya beli rendah harus dilakukan pada harga minyak goreng Rp14 ribu. Selain menjamin adanya stok yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan syarat maksimal pembelian, juga meningkatkan ketepatan sasaran pemenuhan kebutuhan," katanya.
Nevi berpendapat bahwa kebijakan terkait harga domestik tidak akan ada gunanya ketika stok di lapangan langka atau tidak ada. Untuk itu, ujar dia, bila ada indikasi kartel yang bermain, maka pemerintah diharapkan bertindak tegas dan keras sehingga ada efek jera bagi para pelaku distribusi minyak goreng yang nakal.
Sementara, anggota Komisi VI DPR RI dari daerah pemilihan Bali Nyoman Parta menegaskan, konsumen diharapkan bisa mendapatkan harga minyak goreng sesuai HET yang berlaku. Dia juga meminta pemerintah memastikan suplay minyak goreng sampai ke bawah.
"Pemerintah harus menjamin konsumen mendapatkan harga sesuai dengat HET.
Pemerintah berkewajiban pula memastikan suplay minyak goreng sampai ke lapisan pengecer paling bawah, pada warung kelontong dan toko ritel lokal, bukan hanya di toko modern berjaringan nasional saja," ujar Parta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/2).Produsen minyak goreng pun, mutlak mendistribusikan 20 persen dari jumlah produksinya untuk pasar nasional. Berkaitan dengan konsistensi dan penerapan Permendag No 6 Tahun 2022, pengawalan harus dilakukan dari hulu, tengah dan hilir. Dari hulu, memastikan produsen menyiapkan minyak goreng yang diproduksi untuk kebutuhan nasional.
Kemudian memastikan Domestic Market Obligation (DMO) berjalan benar dan tepat.Dari tengah, memastikan distributor dan suplayer mendistribusikan minyak goreng sampai ke lapisan paling bawah. Yaitu ke pengecer, pasar tradisional, toko kelontong dan toko ritel lokal.
Dengan begitu, tidak terjadi pelambatan. "Atau dalam bahasa ekstremnya penimbunan," tegas Parta. Sementara dari hilir, memastikan konsumen rumah tangga dan pelaku UMKM mendapatkan minyak goreng sesuai HET. Sebab, banyak produk makanan mereka menggunakan minyak goreng sebagai alat bantu.
"Saya harap Menteri Perdagangan, totalitas dalam menangani masalah itu dan memberi pembelaan kepada rakyat dan UMKM kita," ucap pria dari Fraksi PDIP ini. Tak ketinggalan melibatkan Satgas Pangan dalam memantaunya. k22
Komentar