Jaspel Diturunkan, Dokter Keberatan
Pergantian Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berdampak berkurangnya persentase jasa pelayanan di RSUD Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Belasan dokter RSUD Buleleleng, Rabu (22/2) sekitar pukul 08.00 Wita memenuhi lobi kantor Bupati Buleleng. Mereka disebut menghadap Bupati Buleleng lantaran tidak terima jasa pelayanan (jaspel) mereka di RSUD Buleleng mengalami penurunan sejak awal tahun ini.
Kedatangan mereka pun langsung diterima oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Pertemuannya bersifat tertutup, dan mereka langsung meninggalkan kantor bupati setelah menyampaikan unek-uneknya. Selang beberapa jam, Dirut RSUD Buleleng dr Gede Wiartana pun dipanggil Bupati Buleleng untuk menjelaskan permasamalahan yang ada.
Dari keterangan Dirut RSUD Buleleng, dr Gede Wiartana yang ditemui usai menghadap Bupati tidak menampik bahwa pengurangan persentase jasa pelayanan tenaga medis di RSUD Buleleng berkurang. Kebijakan tersebut berlaku sejak adanya pergantian Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jika dalam pelayanan JKBM tim medis, dokter pada khususnya mendapat jasa pelayanan setiap menangani pasien atau disebut dengan fee for service, sedangkan dalam ketentuan pemberlakuan JKN, jasa pelayanan tenaga medis dibayarkan per paket.
Dari perubahan sistem tersebut dokter di RSUD Buleleng menerima jasa pelayanan yang pada tahun 2016 sebesar 40 persen menjadi 35 persen di tahun ini. Penurunan jasa layanan itu diterangkan Wiartana karena disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan RSUD Buleleng yang kini berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sehingga seluruh pendapatan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau jasa pelayananya tinggi, bisa-bisa untuk belanja lain tidak bisa,” ujar dia.
Sedangkan untuk keperluan lain, seperti belanja obat dan barang habis pakai memerlukan anggaran yang cukup besar yakni 45 persen dari pendapatan. Belum lagi gaji pegawai kontrak 10 persen, serta kebutuhan rumah sakit lainnya seperti makanan pasien dan pelaksanaan seminar. Penurunan jasa pelayanan itu menurutnya sudah disusun oleh tim ahli yang didatangkan khusus dari Jakarta.
Bahkan sebelum perubahan jasa layanan tersebut diberlakukan pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi kepada masing-masing divisi tenaga medis. Hanya saja mereka dianggap belum siap menghadapi perubahan tersebut. Pihaknya pun mengklaim, jasa pelayanan di RSUD Buleleng masih lebih tinggi dibandingkan dengan jasa pelayanan di rumah sakit lainnya di Bali.
Ia mencontohkan di RS Wangaya yang notabene salah satu rumah sakit di pusat Kota Denpasar, hanya memberlakukan jasa pelayanan 32,5 persen dari pendapatannya. Meski di aturan nasional jasa pelayanan dibenarkan diberikan dari 30-50 persen dari pendapatan rumah sakit, namun hal tersebut sekali lagi dipertimbangkan dari kemampuan dan keperluan RSUD Buleleng.
Dengan situasi tersebut Wiartana pun mengaku akan mengkomunikasikan lagi kepada tim medisnya di RSUD Buleleng. Ia pun mengaku akan merevisi jaspel itu jika tim medis di RSUD Buleleng dapat menunjukkan di rumah sakit mana sistem itu diberlakukan. “Mudah-mudahan mereka mengerti. Kita bisa revisi asalkan mereka bisa tunjukkan sistem lebih bagus itu dimana, karena di Buleleng tergolong masih tinggi di jasa pelayanan,” ungkap dia.*k23
Kedatangan mereka pun langsung diterima oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Pertemuannya bersifat tertutup, dan mereka langsung meninggalkan kantor bupati setelah menyampaikan unek-uneknya. Selang beberapa jam, Dirut RSUD Buleleng dr Gede Wiartana pun dipanggil Bupati Buleleng untuk menjelaskan permasamalahan yang ada.
Dari keterangan Dirut RSUD Buleleng, dr Gede Wiartana yang ditemui usai menghadap Bupati tidak menampik bahwa pengurangan persentase jasa pelayanan tenaga medis di RSUD Buleleng berkurang. Kebijakan tersebut berlaku sejak adanya pergantian Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jika dalam pelayanan JKBM tim medis, dokter pada khususnya mendapat jasa pelayanan setiap menangani pasien atau disebut dengan fee for service, sedangkan dalam ketentuan pemberlakuan JKN, jasa pelayanan tenaga medis dibayarkan per paket.
Dari perubahan sistem tersebut dokter di RSUD Buleleng menerima jasa pelayanan yang pada tahun 2016 sebesar 40 persen menjadi 35 persen di tahun ini. Penurunan jasa layanan itu diterangkan Wiartana karena disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan RSUD Buleleng yang kini berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sehingga seluruh pendapatan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau jasa pelayananya tinggi, bisa-bisa untuk belanja lain tidak bisa,” ujar dia.
Sedangkan untuk keperluan lain, seperti belanja obat dan barang habis pakai memerlukan anggaran yang cukup besar yakni 45 persen dari pendapatan. Belum lagi gaji pegawai kontrak 10 persen, serta kebutuhan rumah sakit lainnya seperti makanan pasien dan pelaksanaan seminar. Penurunan jasa pelayanan itu menurutnya sudah disusun oleh tim ahli yang didatangkan khusus dari Jakarta.
Bahkan sebelum perubahan jasa layanan tersebut diberlakukan pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi kepada masing-masing divisi tenaga medis. Hanya saja mereka dianggap belum siap menghadapi perubahan tersebut. Pihaknya pun mengklaim, jasa pelayanan di RSUD Buleleng masih lebih tinggi dibandingkan dengan jasa pelayanan di rumah sakit lainnya di Bali.
Ia mencontohkan di RS Wangaya yang notabene salah satu rumah sakit di pusat Kota Denpasar, hanya memberlakukan jasa pelayanan 32,5 persen dari pendapatannya. Meski di aturan nasional jasa pelayanan dibenarkan diberikan dari 30-50 persen dari pendapatan rumah sakit, namun hal tersebut sekali lagi dipertimbangkan dari kemampuan dan keperluan RSUD Buleleng.
Dengan situasi tersebut Wiartana pun mengaku akan mengkomunikasikan lagi kepada tim medisnya di RSUD Buleleng. Ia pun mengaku akan merevisi jaspel itu jika tim medis di RSUD Buleleng dapat menunjukkan di rumah sakit mana sistem itu diberlakukan. “Mudah-mudahan mereka mengerti. Kita bisa revisi asalkan mereka bisa tunjukkan sistem lebih bagus itu dimana, karena di Buleleng tergolong masih tinggi di jasa pelayanan,” ungkap dia.*k23
Komentar