Prof Mahardika: Jangan Buru-Buru Remehkan Omicron
DENPASAR, NusaBali.com - Varian terkini Covid-19, Omicron, disebut memiliki kemampuan menular lebih cepat dari saudaranya varian Delta. Namun begitu, banyak juga yang percaya tingkat keparahan gejala orang yang terinfeksi Omicron jauh lebih rendah dibanding ketika terinfeksi varian Delta.
Virolog Universitas Udayana, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika, mengingatkan masyarakat untuk tidak mengambil kesimpulan terlalu dini mengenai tabiat varian terbaru Covid-19.
Menurut guru besar lulusan Jerman, belum banyak data yang masuk untuk bisa menyimpulkan varian Omicron bisa kita pandang sebelah mata. Dikatakan, angka kasus positif Covid-19 di Bali yang sempat mencapai rekor melebihi 2.000 kasus dalam sehari juga perlu diwaspadai.
“Ada yang disebut dengan fenomena breakthrough vaccination, artinya bisa menerobos vaksin. Itu ada dua, apakah dengan gejala klinis atau tanpa gejala klinis. Ini yang tidak ada datanya,” ujar Prof Mahardika, Senin (7/2/2022).
Ia mengatakan masih menunggu data berapa persen sebenarnya orang yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 yang juga terkena infeksi varian Omicron.
“Kita tunggu dulu Januari-Februari, tergantung pada efektifitas vaksin, dan yang kedua bagaimana tabiat Omicron,” sebut Prof Mahardika.
“Tabiatnya sudah tahu dia menular dengan cepat, tapi apakah menyebabkan gejala pada orang yang divaksin dan orang yang tidak divaksin, kita belum tahu, masih harus menunggu bukti,” imbuhnya.
Terkait mulai meningkatnya kasus Covid-19 pada akhir bulan Januari 2022, Prof Mahardika menyebut lantaran varian Omicron memang baru masuk ke Indonesia pada awal tahun ini. Dikatakan, varian Omicron dengan cepat menyebar ke seluruh dunia sejak pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021.
“Dia baru muncul November di Afrika Selatan, kemudian Desember dia baru menyebar ke seluruh dunia, di Indonesia baru terdeteksi baru Januari,” ungkap Prof Mahardika.
Satu hal menurut Prof Mahardika perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia yang tinggal di sekitar garis khatulistiwa.
Dikatakannya, Indonesia segera masuk ke periode puncak musim panas di bulan Maret, ketika posisi semu matahari tepat berada di atas wilayah Indonesia (khatulistiwa). Panasnya cuaca di Indonesia diharapkan membantu menekan penularan Covid-19 varian Omicron di Indonesia.
“Virus ini tidak suka panas dan tidak suka lembab,” ungkap Prof Mahardika.
Kendati setuju kondisi saat ini belum begitu mengkhawatirkan, Prof Mahardika tetap mewanti-wanti jika kenaikan kasus terus meningkat setiap harinya. Ia khawatir jika peningkatan kasus sampai menimbulkan excess hospitalizations dan excess mortality.
“Hanya saja yang nanti saya khawatirkan yang disebut dengan excess hospitalizations dan excess mortality. Yaitu meningkatnya jumlah orang yang masuk rumah sakit, karena jumlah kasusnya luar biasa banyak dan ujung-ujung meningkatnya jumlah kematian,” kata guru besar asal Jembrana.
Ia tetap mengimbau masyarakat untuk tidak abai protokol kesehatan, terutama menghindari kerumunan. Karena menurutnya percuma memakai masker tapi tetap bergumul di tengah keramaian.
“Prokes hanya dengan masker tapi pergi ke kerumunan, itu tidak efektif,” kata Prof Mahardika.
1
Komentar