Polisi Kembali Terjun, Cari Bukti Tambahan
Sehari pasca tragedi satu keluarga beranggotakan 4 orang bunuh diri dengan minum racun Diazinon, petugas Reskrim Polsek Tejakula kembali terjun ke lokasi TKP di Banjar Jero Kuta, Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Jumat (24/2) siang.
Namun, untuk sementara, polisi menyimpulkan peristiwa tewasnya satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anaknya ini adalah bunuh diri.
Kesimpulan itu dikuatkan dengan bukti saat ditemukan, keempat korban sekeluarga berada dalam satu kamar dengan kondisi pintu terkunci dari dalam. Selain itu, dari keterangan medis juga ditemukan ciri-ciri masuknya racun ke dalam tubuh para korban dengan jumlah yang berlebihan, hingga merusak organ dalam yang berujung kematian.
Mangku Yasa menyebutkan, hingga saat polisi telah memeriksa tiga saksi utama dalam trragedi sekeluarga bunuh diri bersama ini. Mereka adalah pasutri I Made Suardana, 59, dan Ni Ketut Suartika, 44, serta seorang tetangga terdekat yang sebelumnya dimintai tolong menbgantar keempat kornban ke bidan desa. Pasutri Made Suardana-Ketut Suartika merupakan orangtua dari korban Kadek Artaya, yang tinggal serumah.
Sementara itu, pasutri Made Suardana-Ketut Suartika kemarin ikut mendampingi petugas kepolisian yang terjun melakukan penyelidikan di rumahnya. Made Suardana yang terlihat lebih tegar dari sebelumnya, mengaku sudah mulai berupaya untuk mengiklaskan kepergian anak lelaki satu-satunya, menantu, dan dua cucu yang sangat dia cintai.
Suardana mengaku sangat menyayangkan sikap anaknya, korban Kadek Artaya, yang tertutup kepadanya. Padahal, setiap harinya sepulang kerja, mereka sekeluarga selalu menyempatkan berkumpul dan ngobrol sambil menikmati makan malam. Selama ini, Kadek Artaya tidak pernah sedikit pun menceritakan beban hidup yang dipikulnya.
Meski demikian, Suardana sepenuh hati mengajak anak, menantu, dna dua cucunya tinggal satu rumah. “Kadang, untuk makan atau berobat, kalau saya punya uang, saya yang kasi,” kenang Suardana yang bekerja sebagai tukang ojek dan pedagang di Pasar Desa Bondalem.
Sementara, para tetangga rata-rata mengakui korban Kadek Artaya dan istrinya, Kadek Suciani, merupakan sosok yang baik, ramah, dan sopan. Hanya saja, korban Kadek Artaya yang terakhir kali bekerja sebagai buruh harian di sebuah bungalow kawasan Tejakula, sedikt pendiam dan sibuk dengan pekerjaannya.
Menurut salah seorang tetangga, I Made Kerta Sucaya, sikapnya yang pendiam memuat korban Kadek Artaya memendam sendiri masalah yang dihadapi. “Istri dan anak pertamanya memang sedang sakit, katanya radang paru-paru, sering batuk. Mungkin hasil pekerjaannya selalu habis untuk berobat, sehingga almarhum putus asa,” jelas Kerta Sucaya di lokasi TKP, Jumat kemarin.
Peristiwa tragis kematian satu keluarga itu sendiri, sebagaimana diberitakan, pertama kali diketahui Made Suardana (ayah korban I Kadek Artaya), Kamis subuh sekitar pukul 05.30 Wita. Awalnya, Suardana bangun tidur dinihari sekitar pukul 03.00 Wita, untuk me-ngantarkan istrinya, Ketut Suartika, berjualan pisang ke Pasar Desa Bondalem.
Ketika berangkat ke pasar, Suardana masih melihat anak, mantu, dan dua cucunya tertidur pulas di kamar mereka dalam kondisi lampu menyala. Sepulang dari mengantar istri ke Pasar Desa Bondalem, Suardana seperti biasa langsung bersembahyang di pura keluarga yang berada di pakarangan rumahnya. Seusai sembahyang sekitar pukul 05.30 Wita, ketika masuk ke dalam rumah dan sampai di ruang tamu, Suardana mencium bau gas yang tidak sedap.
Setelah dicek ke dapur, tidak ada apa-apa. Suardana kemudian mengecek ke kamar anaknya, korban Kadek Artaya. Ternyata, korban bersama istri dan kedua anaknya sudah tidak ada di dalam kamar. Mereka kemudian ditemukan tergeletak di atas kasur dalam kondisi mulut berbusa di salah satu kamar yang selama ini kosong. Saat dibawa ke bidan di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, keempat korban dinyatakan telah meninggal. * k23
Kesimpulan itu dikuatkan dengan bukti saat ditemukan, keempat korban sekeluarga berada dalam satu kamar dengan kondisi pintu terkunci dari dalam. Selain itu, dari keterangan medis juga ditemukan ciri-ciri masuknya racun ke dalam tubuh para korban dengan jumlah yang berlebihan, hingga merusak organ dalam yang berujung kematian.
Mangku Yasa menyebutkan, hingga saat polisi telah memeriksa tiga saksi utama dalam trragedi sekeluarga bunuh diri bersama ini. Mereka adalah pasutri I Made Suardana, 59, dan Ni Ketut Suartika, 44, serta seorang tetangga terdekat yang sebelumnya dimintai tolong menbgantar keempat kornban ke bidan desa. Pasutri Made Suardana-Ketut Suartika merupakan orangtua dari korban Kadek Artaya, yang tinggal serumah.
Sementara itu, pasutri Made Suardana-Ketut Suartika kemarin ikut mendampingi petugas kepolisian yang terjun melakukan penyelidikan di rumahnya. Made Suardana yang terlihat lebih tegar dari sebelumnya, mengaku sudah mulai berupaya untuk mengiklaskan kepergian anak lelaki satu-satunya, menantu, dan dua cucu yang sangat dia cintai.
Suardana mengaku sangat menyayangkan sikap anaknya, korban Kadek Artaya, yang tertutup kepadanya. Padahal, setiap harinya sepulang kerja, mereka sekeluarga selalu menyempatkan berkumpul dan ngobrol sambil menikmati makan malam. Selama ini, Kadek Artaya tidak pernah sedikit pun menceritakan beban hidup yang dipikulnya.
Meski demikian, Suardana sepenuh hati mengajak anak, menantu, dna dua cucunya tinggal satu rumah. “Kadang, untuk makan atau berobat, kalau saya punya uang, saya yang kasi,” kenang Suardana yang bekerja sebagai tukang ojek dan pedagang di Pasar Desa Bondalem.
Sementara, para tetangga rata-rata mengakui korban Kadek Artaya dan istrinya, Kadek Suciani, merupakan sosok yang baik, ramah, dan sopan. Hanya saja, korban Kadek Artaya yang terakhir kali bekerja sebagai buruh harian di sebuah bungalow kawasan Tejakula, sedikt pendiam dan sibuk dengan pekerjaannya.
Menurut salah seorang tetangga, I Made Kerta Sucaya, sikapnya yang pendiam memuat korban Kadek Artaya memendam sendiri masalah yang dihadapi. “Istri dan anak pertamanya memang sedang sakit, katanya radang paru-paru, sering batuk. Mungkin hasil pekerjaannya selalu habis untuk berobat, sehingga almarhum putus asa,” jelas Kerta Sucaya di lokasi TKP, Jumat kemarin.
Peristiwa tragis kematian satu keluarga itu sendiri, sebagaimana diberitakan, pertama kali diketahui Made Suardana (ayah korban I Kadek Artaya), Kamis subuh sekitar pukul 05.30 Wita. Awalnya, Suardana bangun tidur dinihari sekitar pukul 03.00 Wita, untuk me-ngantarkan istrinya, Ketut Suartika, berjualan pisang ke Pasar Desa Bondalem.
Ketika berangkat ke pasar, Suardana masih melihat anak, mantu, dan dua cucunya tertidur pulas di kamar mereka dalam kondisi lampu menyala. Sepulang dari mengantar istri ke Pasar Desa Bondalem, Suardana seperti biasa langsung bersembahyang di pura keluarga yang berada di pakarangan rumahnya. Seusai sembahyang sekitar pukul 05.30 Wita, ketika masuk ke dalam rumah dan sampai di ruang tamu, Suardana mencium bau gas yang tidak sedap.
Setelah dicek ke dapur, tidak ada apa-apa. Suardana kemudian mengecek ke kamar anaknya, korban Kadek Artaya. Ternyata, korban bersama istri dan kedua anaknya sudah tidak ada di dalam kamar. Mereka kemudian ditemukan tergeletak di atas kasur dalam kondisi mulut berbusa di salah satu kamar yang selama ini kosong. Saat dibawa ke bidan di Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, keempat korban dinyatakan telah meninggal. * k23
1
2
Komentar