Kasih Sayang
Karena kita punya kata ‘kasih’, kita pun punya kata ‘kekasih’. Karena kita memiliki kata ‘sayang’, kita pun punya ‘tersayang’. Kemudian ada ‘cinta’ yang menjadi ‘tercinta’.
Semua punya makna sama: pacar, pasangan. Dari sini kita kemudian mengenal apa makna sesungguhnya kesetiaan: sesuatu hanya buat seseorang, yang terkasih, tersayang, tercinta. Tak ada buat orang lain.
Tapi kasih sayang semestinya juga buat lingkungan, kerabat, untuk banyak orang. Itu sebabnya kita mengenal kasih sayang dengan perasaan yang berbeda-beda. Kasih sayang untuk bini dan pasangan, tentu tidak sama dengan buat orangtua, untuk saudara dan teman-teman. Jika seorang janda memberi hadiah sekotak cokelat dan menuliskan kata ‘buat yang terkasih’ untuk anaknya, itu tentu tidak sama artinya jika ungkapan itu ia tujukan buat pacarnya.
Seorang guru muda mengucapkan selamat kepada muridnya yang meraih juara kelas. Ia peluk siswa itu. “Ibu sayang kamu, Nak,” ujar Bu Guru. Ucapan sayang itu tidak sama maknanya ketika ia tujukan buat kekasihnya yang meraih juara menulis puisi. Ketika ia memeluk disertai ucapan sayang berulang-ulang, ia merasakan getaran berbeda, tidak hanya kasih dan sayang, bisa jadi juga hasrat bercinta, birahi.
Kita pun mengenal dari kata ‘kasih’ menjadi ‘berkasih-kasihan’, sebuah suasana yang dibangun oleh pasangan dalam pagutan saling memiliki dan menguasai. Kita juga kemudian mengenal kata ‘sayang-sayangan’, tentang pasangan yang tengah dimabuk cinta, di antara mereka yang lagi kasmaran. Bangsa Barat tidak banyak memiliki kata yang berarti sayang dan kasih. Sebagian besar mereka menggunakan kata love untuk menyatakan cinta, juga kasih dan sayang.
Ungkapan I love you ditujukan buat kekasih, pacar, juga untuk anak, kerabat, kakak, adik atau orangtua. Ketika seseorang memeluk kekasih ia ucapkan “I love you”. Memeluk teman yang lama tak jumpa, cuma bersua di gawai, mereka berpelukan dan melontarkan “I love you” berulang-ulang. Love dimaknai sama sebagai ungkapan cinta, kasih dan sayang.
Beruntunglah bangsa Timur yang diberi kekayaan pengucapan untuk mengungkapkan perasaan kasih dan sayang. Ada kata ‘tresna’, ada kata ’kasih’, ‘sayang’, ‘cinta’ untuk membedakan kepada siapa ungkapan kasih dan sayang itu hendak disampaikan. Kata ‘bercinta’ pun punya makna rasa yang lebih kuat dan dalam, karena memberi arti kebersamaan penuh, keterlibatan menyeluruh, penyatuan, tinimbang frasa ‘make love’ ketika seseorang melesakkan emosinya kepada si jantung hati.
Orang Bali bahkan memiliki makna yang lebih khusus pada kata ‘kasih’. Bagi orang Bali kasih itu tidak cuma berarti sayang, juga bermakna hubungan baik, punya makna lebih luas dan dalam. Mereka yang bersahabat, atau berteman karib, karena sesuatu dan lain hal bisa saja berseteru. Mereka pun puik, ngomong satu sama lain pun tidak, ogah saling menyapa. Jika kemudian mereka kembali ngomong, melupakan benci dan dendam, mereka disebut suba kasih (berbaikan kembali). Orang Bali pun mengenal kata kasihin yang berarti ajak dia berbaik kembali, lupakanlah hari-hari lalu yang penuh seteru itu.
Bahasa Indonesia mengenal kata ‘kasihan’, adakah itu hubungannya dengan kasih dan sayang? Kasihan berarti iba hati. Di Bali dikenal juga kata ngasihin yang berarti iba, belas kasihan. Bali juga mengenal kata ‘kasih kumasih’ yang berarti saling mengasihi, mungkin ini dia kasih tertinggi antar-sesama.
Kasih dan sayang itu milik dunia, umum, ada di mana-mana, karena itu perlu disyukuri. Tidak peduli kapan kasih sayang itu dilontarkan, oleh bangsa manapun untuk siapapun, semestinya diterima penuh riang gembira. Jika Barat mengenal 14 Februari sebagai hari Valentine untuk mengungkapkan kasih sayang, ya semestinya disambut girang. Jika Bali punya Tumpek Krulut, disebut-sebut sebagai hari buat menyatakan kasih, ya harus disyukuri, dilakoni saja, karena tidak ada salahnya menyatakan kasih. Kalau Valentine kita memberi cokelat untuk mereka yang kita kasihi, kalau Tumpek Krulut bagus juga memberi hadiah sate lilit atau betutu buat orang-orang tersayang. Beda harinya, beda hadiahnya, tak sama rasanya, tapi punya makna sama: sayang, kasih, cinta atau humanis-romantis.
Pasti banyak tidak setuju, namun banyak yang suka kalau kita merayakan kasih sayang sesuai kebiasaan yang dilakukan di Barat. Yang tidak setuju biasanya protes, “Kita punya hari kasih sayang, tujuh bulan sekali bahkan saban Tumpek Krulut, mengapa harus ikut-ikutan budaya Barat bervalentine?”
Tentu ada juga yang berujar, “Kasih sayang itu semestinya dilakoni terus menerus, dibiasakan, jangan cuma sehari ketika Valentine atau saat Tumpek Krulut. Kasih sayang, cinta, memang semestinya dirayakan 365 hari dalam setahun.” Namun bisa jadi ada yang keberatan, dan berkomentar, “Kita terlalu sibuk kalau merayakan kasih sayang saban hari.” Apakah kasih sayang perlu dirayakan? Bukankah cukup dilakoni saja? *
Aryantha Soethama
1
Komentar