Taksu Bali Memudar, Harus Ada Penyelamatan
Pembangunan pariwisata yang keblablasan tanpa memperhatian kearifan lokal mengancam taksu (vibrasi) Pulau Bali ke depan.
Dari Simakrama Gubernur Bali
DENPASAR, NusaBali
Harus ada upaya penyelamatan oleh semua elemen, termasuk campur tangan pemerintah untuk pariwisata Bali, tanpa meninggalkan konsep adat dan budaya bernapaskan agama Hindu.
Hal itu terungkap dalam Simakrama Pemprov Bali bertema ‘Solusi Pariwisata Bali’ di Gedung Wiswasabha Utama Niti Mandala Denpasar Sabtu (25/2) siang.
Simakrama dipimpin Gubernur Made Mangku Pastika dengan mengundang sejumlah tokoh dan elemen pariwisata untuk mencari solusi persoalan yang dihadapi Bali di bidang pariwisata. Hadir juga Wagub I Ketut Sudikerta dan pimpinan organisasi perangkat daerah Pemprov Bali.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Sukawati alias Cok Ace, mengatakan, taksu Bali memudar sehingga perlu ada penyelamatan. “Saya analogikan Bali seperti seorang ibu yang sarat membawa beban. Saya takut sukma sarira (roh/badan halus) dari tri sarira (tiga lapisan badan) Pulau Bali ini tercabut. Sukma sarira ini adalah taksunya,” ujar Cok Ace dalam simakrama kemarin.
Cok Ace mengatakan, bicara pembangunan dan konsep pariwisata Bali tidak cukup dengan fisik saja. Menurutnya konsep menjaga Bali juga diimbangi dengan menjaga budaya Bali, membangun sumber daya (manusianya). “Gamelan yang mendayu-dayu tetapi di tengah-tengahnya pemuda berantem. Soal ini kita sering abai. Padahal kita punya konsep keseimbangan. Konsep Surya–Candra (matahari–bulan), Akasa–Pertiwi (langit–bumi), Nyegara–Gunung (laut–gunung). Tontonan Barong kita bawa ke hotel untuk menuruti keinginan wisatawan. Kita sudah degradasi produk kita sendiri. Kita harus lakukan penyelamatan supaya taksu Bali tidak hilang,” tegas Cok Ace.
Cok Ace menyebutkan harus ada komitmen dulu oleh semua elemen dengan pola pikir yang sama, di mana mempertahankan kearifan lokal adalah keharusan. Dijelaskannya, beberapa tahun lalu dirinya selaku Ketua PHRI bersama komponen pariwisata diundang di Nusa Dua (Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung) terkait dengan kedatangan rombongan tamu dari Timur Tengah. Saat itu tamu dari Timur Tengah meminta supaya karyawan hotel menggunakan pakaian sesuai budaya Timur Tengah, barulah mereka mau datang ke Bali.
”Saat itu kami dan teman-teman pariwisata menolaknya. Kita tetap gunakan pakaian sesuai dengan budaya kita. Tetapi toh sekarang mereka tetap datang juga. Bagi saya kita memang harus mempertahankan kearifan lokal,” tegas akademisi Universitas Udayana, ini.
Solusi untuk pariwisata Bali, Cok Ace meminta pemerintah supaya menyetop pembangunan hotel. Kembalikan zonasi pembangunan berkonsep budaya. “Hotel dengan gaya kotak-kotak menjamur. Kami kalau digempur terus tentu tidak akan bertahan lama. Perlu komitmen kita bersama,” tutur tokoh Puri Ubud, Gianyar, ini.
Gubernur Pastika sepakat bahwa pariwisata Bali ke depan harus maju tanpa tercabutnya Bali dari akar dan budayanya. Bali ke depan harusnya sudah bukan lagi menganut pola mass tourism. Tetapi quality tourism. Mass tourism, menurut Pastika, telah menimbulkan persaingan tidak sehat. Harga kamar hotel di Bali dijual murah. Ada kamar hotel dijual Rp 300 ribu semalam. Sementara di sejumlah negara yang pariwisatanya maju dengan menjaga kualitas pariwisatanya, menjual kamar hotel paling murah seharga Rp 6 juta semalam.
“Daya tampung Bali saat ini sudah melewati batas. Kita tak mungkin eksploitasi semena-mena. Bali. Saya rasa harus diubah pengelolaan pariwisatanya dari mass tourism ke quality tourism. Ini sudah saya sampaikan kepada Pak Presiden Jokowi saat pertemuan di Nusa Dua kemarin. Saya katakan tidak cukup elemen dan pemerintah Bali. Peran pemerintah pusat juga ada di sini untuk Bali,” ujar Gubernur Pastika.
Gubernur Pastika menyebutkan sekarang era globalisasi. Negara yang satu dengan yang lain berkaitan. “Omong kosong kalau kita bisa hidup sendiri saja. Raja Arab Saudi yang mayoritas penduduknya muslim mau datang ke Bali dengan penduduk yang mayoritas Hindu. Artinya sudah nggak ada jarak. Ini harus dimanfaatkan. Pariwisata kita hidup tetapi harus tetap dijaga adat dan budayanya. Persoalannya sekarang bagaimana caranya. Ini saya minta ada solusi yang bisa saya sampaikan ke pemerintah pusat nanti,” tandas Gubernur Pastika. * nat
Komentar