Lukisan Wayang Kamasan Disusulkan Jadi WBTB
SEMARAPURA, NusaBali
Lukisan Klasik Wayang Kamasan di Desa Kamasan, Kecamatan Klungkung, diusulkan oleh pemerintah pusat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Intangible Cultural Heritage (ICH) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Hal itu terungkap dalam rapat yang diikuti Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI secara virtual, Selasa (15/2).
Lukisan Klasik Wayang Kamasan, secara nasional sudah menjadi WBTB pada tahun 2015. Tahun ini Kemendikbudristek mengusulkan 10 WBTB pada ICH Unesco. Salah satunya adalah lukisan wayang klasik Kamasan. Pendaftaran WBTB pada ICH Unesco dilaksanakan dua tahun sekali, dan satu negara hanya bisa mengusulkan satu WBTB.
Lukisan khas Kamasan ini sudah diusulkan oleh pemerintah pusat menjadi Unesco WBTB pada ICH Unesco tahun 2018. Namun karena ada beberapa hal yang perlu dilengkapi maka belum bisa lolos. Akhirnya, tahun ini, lukisan ini kembali diusulkan dan bersaing dengan 9 WBTB lain se-Indonesia, yakni makanan Randang/Rendang, Ulos, Pempek, Tempe, Kamu, Tenun, Reog, Babiola/Rebab, dan Kolintang.
Kepala Dinas Kebudayaan Klungkung Ida Bagus Gede Oka Wedhana, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (16/2) pagi, menjelaskan, Lukisan Wayang Kamasan berkembang sejak zaman pemerintahan Dalem Waturenggong abad XV, sampai sekarang dengan pakem lukisan yang tetap dilestarikan. Seni Lukis Wayang Kamasan mempunyai struktur atau susunan harmonis antara bentuk dan isi. Struktur berkaitan dengan visual berupa kepala, badan, dan kaki. ‘’Sedangkan isi berkaitan dengan nilai-nilai budaya, sosial, cerminan dalam kehidupan manusia," ujar Gus Jumpung, didampingi Kabid Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan Klungkung, I Wayan Sudharma.
Seni Lukis Wayang Kamasan dengan pembabakan yakni Zaman Kerajaan Klungkung (1710-1880 M), Zaman Kolonial Belanda (1597-1945 M), dan Zaman Kmerdekaan (1945-Sekarang). Bahan yang dipakai pada lukisan yakni kain dan kayu papan, dengan warna batu pere, kencu, muruh, dan lainnya. "Bahan-bahan tersebut sampai sekarang masih didapatkan dan diperoleh secara tradisional, walaupun pada perkembangan selanjutnya juga digunakan bahan-bahan buatan pabrik seperti cat acrylic dan cat plakat," kata Gus Jumpung.
Tahapan melukis wayang ini diawali dengan Ngedum Karang, Molokan, Ngereka, Ngewarna, Nyawi, Mulunin, Neling, Nyoca, Meletik, dan Ngerus. Alat
Gus Jumpung menambahkan, tema dari lukisan Gaya Klasik Kamasan berasal dari kisah pewayangan, juga dongeng-dongeng binatang atau tantri, dan hanya memakai dua dimensi saja, yakni panjang dan lebar, tidak ada persepektif.
Dalam rencana aksi pelestarian untuk keberlangsungan WBTB ini terdapat beberapa sanggar dan komunitas yang berkecimpung/bergerak dalam bidang Seni Lukis Klasik Wayang Kamasan, seperti membuka les belajar melukis Wayang Kamasan, mengikutsertakan pameran-pameran budaya baik Bali maupun Nasional agar dikenal lebih luas oleh masyarakat umum. Dengan usulan Lukisan Wayang Kamasan ini sebagai salah satu warisan budaya internasional, kata Gus Jumpung, patut diapresiasi untuk melestarikan lukisan klasik.
‘’Ini menjadi motivasi bagi kami untuk tetap berkarya dan membina generasi penerus yang juga tidak lepas perhatian dari pihak pemerintah untuk lebih memberi dorongan pada seniman dan anak anak agae tetap berkarya melukis Wayang Kamasan," kata anak sulung pelukis Nyoman Mandra, Ni Wayan Sri Wedari.*wan
1
Komentar