Buka Talkshow 'Membedah Pencegahan Gratifikasi Menuju Denpasar Maju'
Serangkaian HUT Ke-234 Kota Denpasar
DENPASAR, NusaBali
Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara membuka secara resmi Talkshow bertajuk 'Membedah Pencegahan Gratifikasi di Sektor Pelayanan Publik Menuju Denpasar Maju' yang dilaksanakan secara virtual dari Kantor Walikota Denpasar, Rabu (16/2).
Kegiatan yang dilaksanakan serangkaian HUT ke-234 Kota Denpasar ini guna membangun komitmen mencegah dan menangani gratifikasi di lingkungan Pemkot Denpasar.
Hadir Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa, Sekda Kota Denpasar Ida Bagus Alit Wiradana, Kepala Inspektorat Naning Djayaningsih, serta peserta yang berasal dari seluruh stakeholder Pemkot Denpasar mulai dari Pimpinan OPD, guru guru hingga Kepala Sekolah.
Talkshow ini mengundang dua orang narasumber, yakni Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama, Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK RI Muhammad Indra Furqon dan Kepala Ombudsman Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab.
Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara dalam sambutannya mengatakan gratifikasi atau terkait dengan tindak pidana korupsi dalam arti luas tidak terbatas hanya pada pemberian barang/uang. Hal tersebut dapat berupa komisi, discount atau potongan harga, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan dan/atau penginapan, perjalanan wisata pengobatan gratis, serta fasilitas lainnya.
“ASN sebaga garda terdepan dalam melaksanakan amanah pembangunan tentu harus bersih dari berbagai indikasi korupsi. berbagai upaya pencegahan dan penindakan terus diupayakan sebagai langkah reformasi birokrasi, literasi maupun edukasi kepada ASN/penyelenggara,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) Tahun 2021 Pemkot Denpasar mencapai 95,2 persen dan menduduki peringkat sembilan nasional, sementara untuk tingkat pemerintah kota peringkat dua nasional dan survei penilaian integritas (SPI) tahun 2021 untuk Kota Denpasar mencapai 82 persen.
Jaya Negara mengungkapkan masih diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai integritas. Seperti halnya sosialisasi antikorupsi agar tetap dirancang sehingga efektif menjadikan kalangan pegawai dapat menghindari konflik kepentingan, melaporkan/menolak gratifikasi/suap, dan melaporkan tindak pidana korupsi yang dilihat/didengar/diketahui.
“Pencegahan gratifikasi diperlukan adanya upaya yang kongkret, untuk itu Pemkot Denpasar telah menyusun regulasi terkait dengan pengendalian gratifikasi, yaitu Peraturan Walikota Denpasar Nomor 6 Tahun 2019 tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkot Denpasar sesuai dengan arahan KPK RI, selain penyusunan regulasi kami juga membentuk unit saber pungli Kota Denpasar,” ujar Jaya Negara.
Pihaknya menambahkan, Pemkot Denpasar juga terus berupaya melakukan berbagai terobosan dan inovasi guna mempersempit celah melakukan tindakan korupsi, salah satunya dengan melakukan pengalihan sistem dari sistem manual ke digitalisasi.
Sementara, Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama, Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK RI, Muhammad Indra Furqon mengatakan gratifikasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi.
Berdasarkan survei partisipasi publik tahun 2019 diketahui hanya 37% responden segmen masyarakat yang mengetahui istilah Gratifikasi. Dari jumlah tersebut hanya 13% responden segmen pemerintah yang pernah lapor Gratifikasi. “Gratifikasi merupakan akar dari korupsi, dianggap kecil tapi merusak, menumbuhkan mental pengemis,” jelasnya.
Pihaknya menekankan, tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang diberikan. Sehingga setiap insan pegawai negeri dan pejabat publik agar berani tolak gratifikasi. Hal ini lantaran gratifikasi bukanlah rejeki. “Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya hanya karena sekedar ia melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan kewajibannya,” jelasnya. *mis
1
Komentar