DPRD Minta Hapus Denda Penunggak Air
Dirut PAM Tirta Sanjiwani: Tidak Ada Kebijakan Hapus
GIANYAR, NusaBali
Komisi III DPRD Gianyar menggelar monitoring dan evaluasi (monev) ke Perusahaan Air Minum (PAM) Tirta Sanjiwani, Gianyar, Rabu (16/2).
Komisi III menyarankan PAM Tirta Sanjiwani Gianyar menghapus denda penunggak rekening air. Ketua Komisi III DPRD Gianyar Putu Gede Pebriantara menjelaskan monev untuk mengetahui kendala yang dihadapi managemen PAM Tirta Sanjiwani di tengah pandemi Covid-19. Sebab tidak bisa dipungkiri ada penurunan pembayaran rekening air oleh pelanggan akibat pandemi. "Akibatnya, pelanggan menunggak rekening air meningkat," ujarnya, Jumat (18/2).
Kata Perbri, hal itu membuat perusahaan beraset Rp 125 miliar tersebut mengalami penurunan pendapatan dari Rp 1,5 miliar tahun 2020, menjadi Rp 1,1 miliar di tahun 2021. Namun penurunan ini hanya bersifat sementara karena akan kembali normal di saat pandemi berakhir. Banyaknya pelanggan menunggak rekening air, dia meminta agar PAM Tirta Sanjiwani melakukan pendekatan dan pemungutan dengan cara-cara humanis dan dapat memberikan kelonggaran. "Misalnya, dengan cara mengkredit pembayaran atau menghapuskan denda. Sehingga piutang perusahaan dapat ditagih dan pelanggan pun mampu membayar tagihan rekening air," bebernya.
Pebri juga menemukan tentang Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) produk PAM ini, kapasitas produksinya belum maksimal karena baru diluncurkan Mei 2021. Disamping itu, masih ada kendala SDM karena butuh penyesuaian, dan perlu tambahan modal produksi.
Pebri mengklaim, AMDK milik PAM Tirta Sanjiwani sudah mulai dikenal. Namun, karena keterbatasan modal produksi maka produksinya hanya 40 persen dari kapasitas produksi maksimal. "Selama 6 bulan berjalan AMDK ini baru mendatangkan pendapatan penjualan Rp 1,5 miliar lebih," jelas anggota DPRD Gianyar Fraksi PDIP tersebut.
Kata Pebri, Komisi III DPRD Gianyar dan PAM Tirta Sanjiwani sepakat mengarahkan konsumen beralih dari air minum kemasan botol plastik ke galon. Karena biaya produksi air minum botol plastik lebih mahal, bahkan lebih mahal botol daripada airnya. Jika konsumen bisa beralih ke penggunaan galon isi ulang, maka biaya produksi botol 0 persen. Pihaknya mengharapkan konsumen perkantoran khususnya instansi pemerintah sampai yang terbawah maupun perusahaan swasta, agar mulai menggunakan air minum galon isi ulang. Langkah ini juga dapat mengurangi timbulan sampah plastik sekali pakai. "Selama ini biaya produksi yang tinggi dalam memproduksi botol plastik. Karena hampir 65 persen biaya pengadaan botol plastik, sedangkan harga airnya murah," ujarnya.
Dirut PAM Tirta Sanjiwani Made Sastra Kencana mengatakan tidak ada kebijakan menghapus denda bagi penunggak air. Namun demikian untuk membayar secara mencicil tunggakan, sudah dijalankan sejak pandemi. "Kami berikan cicilan untuk bayar tunggakan pelanggan non aktif (yang menunggak dan berhenti jadi pelanggan). Pencicilan untuk pelanggan non aktif itu sudah berjalan, diberikan kebijakan mencicil bagi pelanggan yang memohon dan mekanismenya dengan bersurat ke Perumda Tirta Sanjiwani. Cicilan ini mulai berlaku sejak pandemi dan sudah ada yang bayar 5,8 persen dari nilai tunggakan SR (sambungan rumah) nonaktif," jelasnya.
Sementara itu, Komisi I DPRD Gianyar menggelar monev di Kecamatan Ubud. Ada tiga tempat menjadi sorotan, yakni pembangunan rumah sakit khusus ibu dan anak (RSIA) di kawasan jalur hijau Jalan Raya Teges, Desa Peliatan, pembangunan dari vila yang tidak memasuki unsur bangunan kas Bali, dan perubahan vila menjadi hotel yang bangunannya menyentuh sungai, serta tidak mengantongi izin pembaruan. Dua lokasi ini berada di Desa Singakerta.
Ketua Komisi 1 DPRD Gianyar I Nyoman Amerthayasa mengatakan di Jalan Raya Teges, Desa Peliatan, dia menemukan proyek pembangunan yang akan berfungsi sebagai rumah sakit khusus. "Dari dokumen yang kami minta mereka sudah memiliki IMB. Tapi dokumen lain, karena ini merupakan sarana kesehatan mereka masih proses di Kemenkes," kata Amerthayasa.
Politikus PDIP asal Desa Singakerta, Kecamatan ubud tersebut tak menampik bahwa kawasan pembangunan rumah sakit tersebut masuk dalam zona jalur hijau. Namun berkaitan dengan megaproyek Ubud, Tegallalang dan Payangan (Ulapan) yang dibiayai menggunakan APBN, nantinya rumah sakit tersebut akan sangat dibutuhkan. Karena itu, pihaknya pun siap jika rumah sakit ini nantinya dimasukkan dalam Perda Tata Ruang.
Selanjutnya Komisi I menuju Desa Singakerta, menyoroti bangunan yang tidak menggunakan struktur bangunan stil Bali.*nvi
1
Komentar