Protes ODOL, Sopir Truk Demo di Gilimanuk
Para sopir truk minta aturan ODOL juga diberlakukan kepada para pengusaha ekspedisi ataupun penggunaan jasa.
NEGARA, NusaBali
Ratusan sopir dari berbagai komunitas sopir truk di Bali menggelar demonstrasi di Terminal Kargo Gilimanuk, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana, Selasa (22/2) pagi. Demonstrasi para sopir truk yang sempat memblokade Jalan Umum Denpasar – Gilimanuk di wilayah Gilimanuk ini, dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah pusat terkait over dimensi over loading (ODOL) atau kelebihan muatan yang semakin masif diterapkan petugas dengan menindak para sopir truk.
Demonstrasi para sopir truk itu dilakukan mulai sekitar pukul 10.00 Wita. Awalnya, para sopir truk dari berbagai wilayah di Bali sempat berusaha melakukan aksi blokade jalan dengan menjejerkan kendaraan mereka di jalan dari depan Terminal Kargo Gilimanuk hingga di persimpangan Tugu Cekik, atau sepanjang hampir 200 meter. Namun upaya memblokade jalan umum itu, hanya sempat berlangsung sekitar 20 menit, karena kemudian diarahkan petugas Kepolisian bersama Perhubungan untuk masuk ke dalam Terminal Kargo Gilimanuk.
Saat diarahkan ke Terminal Kargo Gilimanuk, sejumlah sopir truk di Bali itu sempat berorasi untuk menyampaikan keluhan mereka. Sambil berorasi itu, sejumlah sopir truk lainnya mengarahkan para sopir kendaraan truk maupun pick up yang lewat dari arah barat (dari arah Pelabuhan Gilimanuk) maupun arah timur (dari arah Denpasar) untuk masuk ke dalam Terminal Kargo Gilimanuk.
Dalam orasi, ada beberapa poin yang mereka sampaikan. Pertama adalah menuntut adanya revisi peraturan ODOL yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kalaupun harus diterapkan, mereka menuntut agar dalam menerapkan aturan terkait ODOL itu, tidak hanya dititikberatkan kepada para sopir ataupun pemilik truk. Tetapi diharapkan kepada petugas terkait untuk menindak para perusahaan ekspedisi ataupun pabrik yang menggunakan jasa mereka.
Di samping itu, juga ada tuntutan kepada petugas terkait agar tidak tumpang tindih dalam menerapkan aturan. Seperti terkait dengan penggunaan tajuk untuk menutup muatan pada bak truk. Pasalnya dari pengalaman mereka selama ini, ada beberapa wilayah yang melarang penggunaan tajuk. Satu sisi di wilayah lainnya diperbolehkan.
“Kami juga harapkan ada evaluasi kinerja Kepolisian dan Perhubungan. Di Bali kami boleh menggunakan tajuk, tetapi di daerah lain tidak boleh. Begitu juga dengan aturan ODOL, penerapannya tidak sama. Ada oknum-oknum petugas yang sengaja berusaha mencari kesalahan. Janganlah kami yang dijadikan ladang,” ujar Ketua Gerakan Aliansi Pengemudi Bali Sugihartoyo alias Aang, 45, yang juga sopir truk dari Gilimanuk.
Kooordinator Satuan Pelaksana (Korsatpel) Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Cekik pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Bali dan Nusa Tenggara Barat I Made Dwi Jati Arya, serta perwakilan dari Satlantas Polres Jembrana, diberi kesempatan memberikan penjelasan. Intinya, dari pihak UPPKB Cekik maupun Satlantas Polres Jembrana, hanya menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku. Untuk ranah mengevaluasi UU, merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.
Di samping menegaskan hanya menjalankan aturan, Arya juga sempat menjelaskan terkait penertiban ODOL. Menurut Arya, untuk menyesuaikan kendaraan sesuai aturan ODOL yang berlaku, tidak harus langsung disesuaikan ketika ditemukan melanggar. Tetapi diberikan waktu selama 6 bulan untuk menyesuaikan kendaraan setelah ditemukan melanggar. Arya menegaskan bahwa pencanangan zero ODOL pada 2023 nanti, merupakan upaya pemerintah dalam mencegah adanya kecelakaan akibat truk kelebihan muatan termasuk demi kebaikan para sopir. “Sebenarnya aturan ODOL ini sudah ada sejak tahun 2009. Bukan sekarang ini. Tetapi sekarang dipertegas demi keselamatan dan kenyamanan berlalulintas,” ucap Arya.
Setelah melalui dialog yang cukup panjang hingga siang hari, akhirnya dilakukan rundingan dengan sejumlah perwakilan sopir truk. Rembukan/rundingan diikuti Wakapolres Jembrana Kompol Marzel Doni, Korsatpel UPPKB Cekik I Made Dwi Jati Arya, Kasat Lantas Polres Jembrana AKP I Dewa Gede Ariana, termasuk Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Bali Kompol Rahmawati. Namun rembuk itu sempat berjalan alot.
Petugas Kepolisian maupun UPPKB Cekik memastikan menyampaikan aspirasi ke tingkat lebih atas. Khususnya terkait adanya tuntutan para sopir yang menyampaikan bahwa akar masalah pelanggaran ODOL adalah dari perusahaan ekspedisi maupun pengguna jasa. “Kami, sopir sebenarnya senang kalau muatan kami ringan. Tetapi dari pengguna jasa yang menuntut kami melakukan itu. Kalau kami tolak, kami tidak kerja. Itu yang mestinya ditindak pemerintah,” kata salah seorang perwakilan sopir truk.
Meski petugas sudah meyakinkan bahwa aspirasi pasti disampaikan ke atasan mereka, para sopir truk itu menuntut satu hal agar mereka mau membubarkan diri. Yakni, sebelum ada kepastian untuk memberlakukan aturan ODOL kepada para pengusaha ekspedisi ataupun penggunaan jasa mereka, para sopir truk itu meminta adanya toleransi dari petugas. Ketika masih ada pelanggaran ODOL di jalan, dituntut agar tidak ada penindakan kepada para sopir.
Di sela-sela perundingan, sekitar pukul 13.30 Wita hadir Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Bupati Tamba menegaskan siap menyampaikan aspirasi para sopir ke tingkat pusat. Bupati juga minta para sopir truk agar memberikan kesempatan petugas Kepolisian maupun perhubungan dari BPTD untuk melakukan rembuk dan berkoordinasi ke atasan mereka di tingkat provinsi, dan mengingatkan terkait protokol kesehatan.
Setelah mendengar permintaan Bupati Tamba itu, sejumlah sopir truk menyetujui. Namun tuntutan mereka yang utama saat itu, adanya toleransi agar tidak ada penindakan ODOL kepada para sopir sebelum diselesaikan akar masalah dari para pengusaha ekspedisi ataupun penggunaan jasa mereka.
Sekitar pukul 14.00 Wita, pihak Kepolisian maupun BPTD menyepakati untuk memenuhi tuntutan sopir itu. Tetapi dengan catatan ketika ada pelanggaran kasat mata terkait kelebihan muatan yang tergolong sangat berat tetap akan ditindak.
Adanya toleransi dari petugas itu pun disepakati para sopir. Setelah ada kesepakatan tersebut, ratusan sopir yang sempat mengancam mogok selama 3 hari itu membubarkan diri. “Intinya kita juga masih menunggu kebijakan dari pemerintah di pusat,” ucap Aang didampingi sejumlah sopir truk. *ode
Demonstrasi para sopir truk itu dilakukan mulai sekitar pukul 10.00 Wita. Awalnya, para sopir truk dari berbagai wilayah di Bali sempat berusaha melakukan aksi blokade jalan dengan menjejerkan kendaraan mereka di jalan dari depan Terminal Kargo Gilimanuk hingga di persimpangan Tugu Cekik, atau sepanjang hampir 200 meter. Namun upaya memblokade jalan umum itu, hanya sempat berlangsung sekitar 20 menit, karena kemudian diarahkan petugas Kepolisian bersama Perhubungan untuk masuk ke dalam Terminal Kargo Gilimanuk.
Saat diarahkan ke Terminal Kargo Gilimanuk, sejumlah sopir truk di Bali itu sempat berorasi untuk menyampaikan keluhan mereka. Sambil berorasi itu, sejumlah sopir truk lainnya mengarahkan para sopir kendaraan truk maupun pick up yang lewat dari arah barat (dari arah Pelabuhan Gilimanuk) maupun arah timur (dari arah Denpasar) untuk masuk ke dalam Terminal Kargo Gilimanuk.
Dalam orasi, ada beberapa poin yang mereka sampaikan. Pertama adalah menuntut adanya revisi peraturan ODOL yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kalaupun harus diterapkan, mereka menuntut agar dalam menerapkan aturan terkait ODOL itu, tidak hanya dititikberatkan kepada para sopir ataupun pemilik truk. Tetapi diharapkan kepada petugas terkait untuk menindak para perusahaan ekspedisi ataupun pabrik yang menggunakan jasa mereka.
Di samping itu, juga ada tuntutan kepada petugas terkait agar tidak tumpang tindih dalam menerapkan aturan. Seperti terkait dengan penggunaan tajuk untuk menutup muatan pada bak truk. Pasalnya dari pengalaman mereka selama ini, ada beberapa wilayah yang melarang penggunaan tajuk. Satu sisi di wilayah lainnya diperbolehkan.
“Kami juga harapkan ada evaluasi kinerja Kepolisian dan Perhubungan. Di Bali kami boleh menggunakan tajuk, tetapi di daerah lain tidak boleh. Begitu juga dengan aturan ODOL, penerapannya tidak sama. Ada oknum-oknum petugas yang sengaja berusaha mencari kesalahan. Janganlah kami yang dijadikan ladang,” ujar Ketua Gerakan Aliansi Pengemudi Bali Sugihartoyo alias Aang, 45, yang juga sopir truk dari Gilimanuk.
Kooordinator Satuan Pelaksana (Korsatpel) Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Cekik pada Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Bali dan Nusa Tenggara Barat I Made Dwi Jati Arya, serta perwakilan dari Satlantas Polres Jembrana, diberi kesempatan memberikan penjelasan. Intinya, dari pihak UPPKB Cekik maupun Satlantas Polres Jembrana, hanya menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku. Untuk ranah mengevaluasi UU, merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.
Di samping menegaskan hanya menjalankan aturan, Arya juga sempat menjelaskan terkait penertiban ODOL. Menurut Arya, untuk menyesuaikan kendaraan sesuai aturan ODOL yang berlaku, tidak harus langsung disesuaikan ketika ditemukan melanggar. Tetapi diberikan waktu selama 6 bulan untuk menyesuaikan kendaraan setelah ditemukan melanggar. Arya menegaskan bahwa pencanangan zero ODOL pada 2023 nanti, merupakan upaya pemerintah dalam mencegah adanya kecelakaan akibat truk kelebihan muatan termasuk demi kebaikan para sopir. “Sebenarnya aturan ODOL ini sudah ada sejak tahun 2009. Bukan sekarang ini. Tetapi sekarang dipertegas demi keselamatan dan kenyamanan berlalulintas,” ucap Arya.
Setelah melalui dialog yang cukup panjang hingga siang hari, akhirnya dilakukan rundingan dengan sejumlah perwakilan sopir truk. Rembukan/rundingan diikuti Wakapolres Jembrana Kompol Marzel Doni, Korsatpel UPPKB Cekik I Made Dwi Jati Arya, Kasat Lantas Polres Jembrana AKP I Dewa Gede Ariana, termasuk Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Bali Kompol Rahmawati. Namun rembuk itu sempat berjalan alot.
Petugas Kepolisian maupun UPPKB Cekik memastikan menyampaikan aspirasi ke tingkat lebih atas. Khususnya terkait adanya tuntutan para sopir yang menyampaikan bahwa akar masalah pelanggaran ODOL adalah dari perusahaan ekspedisi maupun pengguna jasa. “Kami, sopir sebenarnya senang kalau muatan kami ringan. Tetapi dari pengguna jasa yang menuntut kami melakukan itu. Kalau kami tolak, kami tidak kerja. Itu yang mestinya ditindak pemerintah,” kata salah seorang perwakilan sopir truk.
Meski petugas sudah meyakinkan bahwa aspirasi pasti disampaikan ke atasan mereka, para sopir truk itu menuntut satu hal agar mereka mau membubarkan diri. Yakni, sebelum ada kepastian untuk memberlakukan aturan ODOL kepada para pengusaha ekspedisi ataupun penggunaan jasa mereka, para sopir truk itu meminta adanya toleransi dari petugas. Ketika masih ada pelanggaran ODOL di jalan, dituntut agar tidak ada penindakan kepada para sopir.
Di sela-sela perundingan, sekitar pukul 13.30 Wita hadir Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Bupati Tamba menegaskan siap menyampaikan aspirasi para sopir ke tingkat pusat. Bupati juga minta para sopir truk agar memberikan kesempatan petugas Kepolisian maupun perhubungan dari BPTD untuk melakukan rembuk dan berkoordinasi ke atasan mereka di tingkat provinsi, dan mengingatkan terkait protokol kesehatan.
Setelah mendengar permintaan Bupati Tamba itu, sejumlah sopir truk menyetujui. Namun tuntutan mereka yang utama saat itu, adanya toleransi agar tidak ada penindakan ODOL kepada para sopir sebelum diselesaikan akar masalah dari para pengusaha ekspedisi ataupun penggunaan jasa mereka.
Sekitar pukul 14.00 Wita, pihak Kepolisian maupun BPTD menyepakati untuk memenuhi tuntutan sopir itu. Tetapi dengan catatan ketika ada pelanggaran kasat mata terkait kelebihan muatan yang tergolong sangat berat tetap akan ditindak.
Adanya toleransi dari petugas itu pun disepakati para sopir. Setelah ada kesepakatan tersebut, ratusan sopir yang sempat mengancam mogok selama 3 hari itu membubarkan diri. “Intinya kita juga masih menunggu kebijakan dari pemerintah di pusat,” ucap Aang didampingi sejumlah sopir truk. *ode
Komentar