Terancam 8 Tahun Penjara, Terdakwa Lawan Dakwaan
Ni Luh Widiani, Terdakwa Kasus Memasukkan Keterangan Palsu
DENPASAR, NusaBali
Usai ditinggal mendiang suaminya, Eddy Susila Suryadi yang merupakan pemegang saham mayoritas di PT Jayakarta Balindo, sang istri, Ni Luh Widiani, 42, kini harus kembali menghadapi cobaan.
Ibu satu anak ini terancam hukuman 8 tahun penjara setelah didakwa memasukkan keterangan palsu dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Jayakarta Balindo.
Dalam sidang online yang digelar, Selasa (22/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gusti Ngurah Wirayoga menjerat ibu rumah tangga (IRT) ini dengan pasal berlapis. “Perbuatan terdakwa tersebut telah diatur dan diancam dalam Pasal 264 ayat (1), atau dakwaan kedua 264 ayat (2), atau dakwaan ketiga 263 ayat (1), atau dakwaan keempat, 263 ayat (2), Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Jaksa Kejari Badung ini.
Dijelaskan, kasus ini berawal saat suami terdakwa, Eddy Susila Suryadi, yang merupakan pemegang saham mayoritas sebanyak 99 persen di PT Jayakarta Balindo meninggal dunia pada 20 Januari 2019. Lalu, pada 12 Maret 2019, terdakwa bersama I Wayan Darma Winata (terdakwa dalam berkas terpisah) selaku notaris membuat Akta Pernyataan Silsilah dan Surat Pernyataan Waris. Pernyataan Akta Nomor 6 tanggal 20 April 2019 berisi terdakwa sebagai ahli waris Eddy Susila Suryadi, dan mengalihkan saham atas Eddy Susila Suryadi sebanyak 99 persen kepada terdakwa.
Menurut JPU pembuatan akta tersebut menggunakan administrasi kependudukan yang tidak sah. Yakni Akta Perkawinan tertanggal 5 Februari 2015, dan Kartu Keluarga tertanggal 13 Februari 2015. Pembuatan akta ini juga tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarga Eddy Susila Suryadi.
Padahal, dalam anggaran dasar PT Jayakarta Balindo masih tercatat nama Putu Antara Suryadi (alm) sebagai pemegang saham sebanyak 100 lembar atau 1 persen. Selain itu, kepengurusan perusahaan yang bergerak jual beli kendaraan bermotor itu juga tercatat Eddy Susila Suryadi sebagai Direktur Utama, Gunawan Suryadi sebagai Komisaris, dan I Made Jaya Wijaya sebagai Direktur.
Selanjutnya, terdakwa mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Denpasar agar PT Jayakarta Balindo menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Permohonan itu pun disetujui oleh PN Denpasar dengan mengeluarkan penetapan Nomor:615/Pdt.P/2019 PN Denpasar tanggal 9 September 2019.
Namun, keluarga Eddy Susila Suryadi, yakni Gunawan Suryadi, I Made Jaya Wijaya, dan Putu Antara Suryadi (alm) menolak untuk melakukan RUPS dengan alasan Akta Pernyataan Nomor 6 tanggal 20 April 2019 tidak sah karena dibuat sepihak oleh terdakwa dan I Wayan Darma Winata.
Setelah mendapat penolakan, terdakwa kemudian membuat keputusan sirkuler pada 18 Oktober 2019, yang berisi terdakwa sudah mengadakan rapat dengan pengurus PT Jayakarta Balindo. Rapat tersebut menelurkan keputusan pengalihan saham dari Eddy Susila Suryadi ke terdakwa, dan mengubah struktur pengurus PT Jayakarta Balindo dengan menjadikan terdakwa sebagai Komisaris Utama.
“Fakta sebenarnya terdakwa tidak pernah melakukan rapat yang dihadiri Gunawan Suryadi, I Made Jaya Wijaya, dan Putu Antara Suryadi (alm), dan tidak ada persetujuan pengesahan pemindahan saham, maupun mengubah struktur kepengurusan PT Jayakarta Balindo,” kata Jaksa Wirayoga dalam dakwaannya.
Selanjutnya, beberapa keputusan sirkuler dan Akta Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Jayakarta yang dibuat oleh terdakwa itu kemudian didaftarkan Ditjen AHU KemenkumHAM RI hingga mendapat persetujuan.
Menanggapi dakwaan ini, terdakwa Luh Widiani melalui penasihat hukumnya, Agus Widjajanto menyatakan akan melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). Disebutkan, yang menjadi dasar dari laporan yakni akta perkawinan dan kartu keluarga yang tidak sah adalah mengada-ada. “Pasalnya, belum ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa akta perkawinan dan kartu keluarga yang dipergunakan terdakwa adalah tidak sah atau palsu. Selain itu yang melapor adalah saudara dari mendiang suaminya,” ujar Agus. *rez
1
Komentar